14

1.3K 205 67
                                    

Dentingan gelas kaca yang di adu secara sengaja, bersahut-sahutan dengan sorak-sorai puluhan manusia di sekitar. Alunan musik yang memekakkan telinga menghipnotis para insan untuk menceburkan diri di lantai dansa. Semakin larut, semakin semangat pula para pengunjung di sana.

Mungkin dipikiran mereka tidak ada hari esok, sehingga bersenang-senang sampai lupa daratan adalah pilihan yang tepat.

Dari sekian banyak pengunjung di tempat remang-remang tersebut, terdapat seorang gadis yang sedari tadi mati-matian menahan diri agar nggak kelepasan merengek. Karena demi Tuhan, dia sudah nggak tahan lagi. Gadis malang itu adalah si bungsu Minnie.

"Gelas terakhir, Al!! Cheers..."

"Cheers!!"

Rasanya Minnie sudah kehabisan tenaga sekedar mengingatkan Aleesha dan Raisa untuk berhenti menenggak minuman keras. Masalahnya di antara mereka bertiga hanya Raisa yang bisa diandalkan dalam urusan menyetir mobil. Kalo perempuan itu terus minum sampai mabuk, nanti mereka pulangnya bagaimana?

"Teh, udah teh..." Ucap Minnie nggak bertenaga.

Cekikikan Aleesha terdengar setelahnya. Sebenarnya dia sadar kalo Minnie merasa kurang nyaman berada di sana. Tapi dia abai, lagian Minnie sendiri yang ingin ikut clubbing, bukan?

"Yang terakhir, astaga!! Bawel banget lo dari tadi."

"Gue takut, bego! Ntar kalo lo mabok yang nyetir siapa?"

"Santai, Min... 3 gelas doang Raisa nggak mungkin mabuk kali." Sahut Aleesha sambil menepuk pelan bahu Minnie.

"Bener, ya? Jangan sampai mabuk pokonya. Gue nggak mau minta bantuan ko Mickey. Bisa di gantung gue."

Pasalnya ini kali pertama bagi Minnie menginjakkan kaki di club malam. Kalo keluarganya sampai tahu, bisa-bisa dia di kurung di kandang Madonna.

"Aman..." Balas Raisa. Jempolnya mengacung tinggi, isyaratkan kalo Minnie nggak perlu khawatir berlebihan.

"Kalo gue yang mabok boleh, nggak?"

"Nggak!!" Minnie menjawab terlampau semangat.

Bibir Aleesha mengerucut lucu sebab penolakan yang diterimanya. Padahal dia cukup rindu masa-masa di mana dia bebas minum-minum sampai teler. Lagi pula kesadarannya nggak berpengaruh apa-apa, harusnya nggak masalah dong, ya?

"Why?! Gue lagi pengen mabok tau..." Sungutnya.

"Lo berat, kak. Gue nggak mau gendong badan bohay lo itu. Bisa encok gue."

"Gue juga." Timpal Raisa.

"Tega lo! Terserah deh, mending gue nyari mangsa."

"Heh!" Raisa sigap menahan tangan Aleesha sebelum gadis itu berlalu pergi.

"Paan?" Heran Aleesha.

"Jangan macam-macam lo. Ingat Abang gue."

"Lah? Nggak ada korelasinya sama Abang lo, woi!"

"Ada lah! Abang gue cowok baik-baik, minimal jodohnya nggak menel sana-sini."

"Trus urusannya sama gue apa? Lo pikir--"

"Stop! Kenapa malah berantem sih?" Sela Minnie.

Sepertinya minuman beralkohol berhasil pengaruhi emosi Raisa dan Aleesha. Padahal sebelumnya mereka nggak pernah permasalahkan hal ini. Untung masih ada Minnie yang menengahi.

"Sorry." Raisa lebih dulu menyadari kesalahannya.

Nggak salah lagi. Emosi keduanya memang dipengaruhi oleh minuman beralkohol. Kalo tidak, mana mungkin seorang Raisa suarakan permintaan maafnya?

Don't Play-play (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang