2

1.7K 263 46
                                    

Aleesha terbangun di atas sajadah yang masih terbentang indah. Kebiasaan buruk yang satu ini memang sangat sulit dihilangkan. Nggak di Turki, nggak di Indonesia, nyatanya Aleesha selalu melewatkan earlier morning dengan kedua mata terpicing.

Perempuan gemini itu berjalan menuju balkon kamar setelah menanggalkan mukenanya. Menyisakan baju tidur tipis berbahan satin yang membungkus tubuh seksinya.

Pemandangan pertama yang di tangkap Aleesha adalah sang tetangga seberang yang sedang khusyu' berdoa sambil menggenggam setangkai dupa. Mickey tentu saja. Aleesha sama sekali nggak kaget saat dia dan Mickey sama-sama menempati kamar di lantai 2. Saling berhadapan pula.

Lamat-lamat Aleesha perhatikan lelaki camar itu. Sangat jauh berbeda dengan sosok angkuh yang dikenalnya kemarin.

"Bau dupa lo sampe sini, njir..." Celotehnya.

Tentu hanya dia yang bisa mendengar ocehan barusan. Kalo Mickey juga dengar, sudah pasti akan terjadi perang di pagi hari.

"Eh eh, siapa tu?"

Pandangan Aleesha segera berpindah ke titik lain. Tepatnya pada seorang lelaki tampan yang sedang mencuci mobil di depan rumah bercat putih. Rumah di hilir rumah Mickey tersebut juga sempat didatangi Aleesha kemarin, tapi sosok tampan bertubuh atletis itu baru dilihatnya sekarang.

"Ya kali nggak caper..."

Perempuan itu tunggang-langgang masuk ke dalam kamar, menjangkau pakaian dari dalam lemari, lalu memakainya secepat kilat. Sesaat dia mematut diri di depan cermin, sekedar menatap nelangsa penampilannya yang serba tertutup.

Atasan berlengan panjang menutupi pantat, celana kulot panjang semata kaki, serta kerudung bergo yang membungkus rambutnya dengan sempurna. Napas berat perempuan itu tiba-tiba lolos.

"Bukan gue, bukan gue." Ocehnya asal.

Meski berat menerima penampilannya, tapi Aleesha nggak akan urungkan niat untuk mendekati pemuda tampan tadi. Akhirnya dia kembali mendapatkan semangat setelah seharian merasa hampa.

"Udah bangun kamu?" Sapa Jeni saat melihat putrinya berjalan menuruni tangga.

"Belum, Bu. Yang Ibu liat ini jin qorinnya Echa."

"Pagi-pagi udah halu. Mending bantu Ibu bikin sarapan."

"Skip. Echa mau sarapan buryam di depan."

Alibi yang bagus. Si Ibu nggak akan menaruh curiga karna salah satu tetangganya memang buka warung buryam dadakan di pagi hari.

Aleesha berjalan mengendap-endap mendekat menuju pagar, menapakkan kakinya di atas pondasi pagar, sementara tangannya menggenggam teralis besi sebagai pegangan. Persis seperti anak kecil yang nggak dibolehin main di luar rumah oleh Ibunya.

"Mashaallah... Indahnya ciptaanmu..."

Siapa yang nggak terkesima melihat lelaki tampan half naked beraktivitas di bawah sinar matahari pagi? Basah-basahan pula... Susah payah Aleesha menelan ludah sebab gundukan di balik celana jogger lelaki itu. Perut kotak-kotaknya, punggung lebarnya, bulu-bulu dikakinya, rambut hitamnya yang lebat, astaga... Aleesha mau gila rasanya.

Bahkan dia hampir luruh ke tanah saat si tampan nan menggoda iman tersebut menyugar rambutnya ke belakang.

"Sst! Sst!"

Suara dari rumah sebelah seketika membuyarkan imajinasi Aleesha. Sekonyong-konyong dia menoleh ke samping, lalu mata bulatnya bertemu tatap dengan anak gadis pak haji.

"Ngapain lu?!" Ketus Aleesha.

"Lu yang ngapain? Liur lu netes tuh." Aleesha reflek menyapu bibirnya dengan punggung tangan.

Don't Play-play (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang