#27

5.9K 691 11
                                    

---

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

---

Perintah perang telah turun, Damian Salvatore menjadi pemimpin perang menggantikan peran Abraham Leonidas yang telah tiada.

Sebagian pasukan sudah berangkat ke hutan Zephyr untuk memantau keadaan di sana. Jaehyun dan pasukannya juga tengah bersiap. Ia dan Jeno akan memimpin barisan depan sedangkan Taeyong akan membantu para healing di garda belakang.

Masalah Jaemin, Jeno sudah serahkan pada Xyst. 'Keadaan' yang pada akhirnya membuat Jeno harus menyerahkan tanggung jawab itu walaupun sebenarnya sangat berat untuknya.

Batu ruby sudah dibawa oleh Jaehyun. Batu itu akan digunakan untuk membuka Shadowvale jika keadaanya sudah sangat kacau. Mereka tak ingin peperangan ini berdampak pada makhluk hidup lain.

Malam hari tiba saat Jeno sudah siap untuk berangkat bersama kedua orang tua dan beberapa pengawal mereka. Saat itu juga Xyst tiba-tiba muncul dengan raut khawatirnya.

"JENO" Pekik Xyst, mencoba menghentikan Jeno yang sudah akan merapalkan mantra teleportasinya.

"Ada apa Xyst?"

"Nolan dalam bahaya."

Ucapan Xyst tentu saja bereaksi buruk pada diri Jeno. Pemuda itu langsung memasang raut khawatir. Taeyong dan Jaehyun juga memasang raut yang tak jauh berbeda dari anak mereka. Ketiganya menatap lamat Xyst, mencoba mendengar kelanjutan berita yang dibawa mengenai sang pangeran kekaisaran.

"Ini."

Xyst mengulurkan tangannya, memperlihatkan tato bulan yang terlihat lebih pudar dari terakhir kali Jeno lihat.

"Xyst ini?"

Jeno terbata, masih ingat dengan jelas apa yang dikatakan Xyst mengenai tato itu.

"Nolan sedang sekarat Jeno, bagaimana ini?"

"Aku akan mencarinya. Kau bisa merasakan keberadaannya?"

Xyst mengangguk lemah. Beberapa saat lalu ia dibuat terkejut karena tiba-tiba bisa kembali merasakan keberadaan Jaemin.

"Ayo berangkat."

Jeno sudah akan beranjak namun sebuah tangan lebih dulu mecekalnya, menahannya agar tak pergi.

"Jeno, kau tidak bisa pergi. Kau adalah pangeran dan saat ini bangsa kita sedang membutuhkanmu." Ucap Jaehyun dengan raut tegasnya.

"Bagaimana aku bisa berperang saat orang yang aku cintai sedang dalam bahaya father?" Lirih Jeno.

"Tidak, kau tetap pergi ke garda depan tidak ada bantahan. Biarkan Xyst dan pengawal yang mencari Jaemin."

Ucapan Jaehyun terdengar tak bisa dibantah sama sekali.

"Jeno, pergilah ke garda depan. Bangsa kita membutuhkanmu." Taeyong ikut bersuara.

"BAGAIMANA AKU BISA PERGI SAAT ORANG YANG KUCINTAI DAN ANAKKU SEDANG DALAM BAHAYA? BAGAIMANA MOTHER?"

Jeno meremas rambutnya sendiri merasa frustasi. Di satu sisi ia memiliki kewajiban untuk turut melindungi bangsanya. Tapi di sisi lain ia juga ingin memastikan bagaimana keadaan sang terkasih dan juga anak mereka.

"Aku tak pernah mengajarimu membentak ibumu sendiri Jeno." Desis Jaehyun.

Jeno yang baru saja menyadari kesalahannya langsung mengalihkan pandangannya pada raut sang ibu. Rasa bersalah menyergap dadanya saat menyadari ia telah menyakiti sosok sang ibu. 

"Mother, maafkan aku, aku, aku sedang, tidak tidak bagaimana dengan Jaemin. Ah, sialan."

Taeyong berjalan mendekat, merengkuh tubuh besar anaknya yang sejak tadi tak berhenti meracau karena kalut.

"Pergilah, Xyst dan mother yang akan mencari Jaemin." Ucap Taeyong ditengah usahanya menenangkan sang anak.

Jeno menghela nafas panjang, ingin membantah namun tatapan dari kedua orang tuanya benar-benar tak bisa dibantah sama sekali. Pemuda itu akhirnya mengangguk dan menghilang bersama sang ayah, meninggalkan Taeyong dan Xyst yang juga bersiap mencari Jaemin.

---

Jaemin terbangun saat merasakan rasa sakit yang begitu luar biasa di bagian perutnya. Saat membuka mata ia bisa melihat Winwin sedang melakukan sesuatu pada perutnya. Pemuda asal China itu terlihat begitu serius. Matanya berkilat biru dan telapak tangan kanannya yang berada tepat di atas perut Jaemin mengeluarkan cahaya berwarna biru. Dan Jaemin yakin hal itu yang membuatnya kesakitan.

"Winwin hyung, apa yang kau lakukan?"

Tanya Jaemin dengan suara terbata-bata. Perutnya benar-benar sakit, seperti ada sesuatu yang dipaksa keluar dari sana. Si manis melotot begitu menyadari sesuatu.

"Tidak, bayiku." Lirih Jaemin. Ia meronta dengan bola mata yang berkilat emas.

"APA YANG KAU LAKUKAN SIALAN?! TIDAK BAYIKU, ARGGHHH."

Jaemin terus meronta tapi tali yang mengikat kedua tangan dan kakinya tak kunjung terlepas. Wajahnya sudah memerah dan basah karena air mata. 

"ANAKKU. TIDAK, TIDAK AKU MOHON."

"ARRGGHHHHHHH JANGAN KU MOHON. AMPUN TOLONG. JANGAN LAKUKAN APAPUN PADA ANAKKU."

Teriakan Jaemin tak digubris sama sekali oleh Winwin. Pemuda itu masih tetap fokus menyalurkan cahaya biru di perut Jaemin.

Tenaga Jaemin semakin melemah, ia hanya bisa menangis terisak saat merasakan sesuatu yang perlahan keluar dari perutnya. Padahal selama ini ia selalu berusaha memberi yang terbaik untuk sang buah hati. Senyum Jeno dan kebahagiaan mereka sekonyong-konyong terlintas dalam benanknya, menambah rasa sakit dalam ulu hatinya. Maka dari itu, Jaemin mulai meracau, menggumamkan banyak permintaan maaf pada sang buah hati dan Jeno karena tak bisa berbuat apa-apa.

Kesadaran si manis semakin menipis. Ia sudah tak bisa melakukan apapun lagi bahkan saat sebuah cahaya biru berbentuk gumpalan keluar dari perutnya.

"Maaf kan aku Jeno ya, aku tak bisa melindungi buah hati kita." Lirih Jaemin sebelum kegelapan merengut kesadarannya.

"DONG SI CHENG APA YANG KAU LAKUKAN?"

---

Jeno tiba di hutan Zephyr saat matahari sudah kembali terbit keesokan harinya. Hutan itu memang terletak sangat jauh hingga memerlukan banyak energi untuk tiba di sana.

Dari tempatnya berdiri, Jeno bisa melihat banyak vampire yang sedang bersiap dengan baju zirah kerajaan mereka masing-masing, mengingatkannya pada perang ratusan tahun lalu, bedanya dulu bangsa vampire tidak bisa dihitung jumlahnya. Mungkin bisa puluhan ribu dan sekarang mereka hanya tinggal segelintir.

Setelah peperangan yang merenggut banyak nyawa itu, banyak vampire yang memilih untuk bunuh diri dan ada pula yang memilih bertahan hidup dengan berbaur di dunia manusia. Kehamilan bagi bangsa vampire memang bukan hal mudah. Bahkan keluarga Philips baru memiliki si sulung setelah lima puluh tahun mereka menikah dan memiliki Jeno hampir seratus tahun kemudian.

Hal itulah yang saat ini sedang
dikhawatirkan oleh para Elder. Mereka tentu saja kalah jumlah.

"Fokuslah Son, aku yakin Jaemin baik-baik saja. Dia anak yang kuat."

Jeno hanya bisa mengangguk tanpa mau menjawab perkataan sang ayah. Semoga saja perkataan sang ayah memang benar.

---

TBC

Ga nyampek 1000 kata hehe gapap ygy.
pai pai cu next chap

THE LOST EMPIRE [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang