Setelah sekian lama, jiwa Sakha dan Calista akhirnya bisa kembali menikmati suasana malam kawasan Gedung Merdeka di Jalan Asia Afrika kota Bandung. Sakha ingat secara samar-samar, tentang dia dan Calista yang selalu dibawa ke tempat indah ini. Calista sendiri malah merasa kecewa melihat lelaki disebelahnya yang bukan Ezra. Karena Sakha tiba-tiba saja mengajukan dirinya untuk membawa Calista mengelilingi kota Bandung menggantikan Ezra.
Calista yang sedang murung, dihampiri gadis 15 tahun yang berjualan bunga mawar sedari tadi. Calista yang sangat menyukai bunga Mawar langsung mendekat pada Sakha meminta tolong untuk membayarkan satu bunga untuknya.
"Please bayarin, aku lupa bawa money, nih."
"Satunya Berapa?" tanya Sakha tiba-tiba pada anak perempuan itu membuat senyum Calista mengembang.
"10 rb kak, mau beli berapa?"
"Semuanya aja," Anak itu tesenyum mendengarnya. "Ini semua ada 12 tangkai, dan ada arti khususnya loh kak, kalau beli dua belas tangkai," Sakha mengenyitkan dahi mendengarnya.
"Arti apa?"
Sakha mendekatkan telinganya pada anak itu, dan gadis kecil itu mulai membisikkan sesuatu yang membuat Sakha menyesal telah membelikan Calista 12 tangkai bunga. Anak itu lalu ber-terima kasih dan kembali pulang.
"Ih, aku bilang satu aja, Kha. Kenapa beli banyak?"
"Gue mau borong jualan anak itu, kalau lo gak mau yaudah," jawab Sakha.
"Eh.. jangan gitu, kalau emang buatku ya sini. Ternyata kamu baik juga ya, thanks Sakha."
"Lo harus tetap ganti uangnya!"
Calista menggerutu dalam hati. Ia berpikir Sakha benar-benar ikhlas memberi. Calista mengangguk-angguk gengsi karena tak mungkin ia memohon pada Sakha untuk mengiklaskan saja uang yang sudah dikeluarkannya.
Sakha beralih membawa Calista ke alun-alun bandung. Banyak anak muda Bandung yang menghabiskan waktunya untuk bercengkrama bersama teman-temannya atau pun pasangannya. Calista mengalihkan pandangan tak mau melihat orang-orang yang sibuk bermesraan, ia berjalan menuju rerumputan yang cantik. Calista lalu melepas sepatunya dan langsung merebahkan tubuhnya diatas rumput yang bersih. Sakha benar-benar tak menyangka, Calista sebegitu aktifnya.
"Kenapa lihat-lihat? Sini baring," ajaknya pada Sakha yang enggan merebahkan tubuhnya karena merasa rumput itu masih kotor. Tapi Calista tetap memaksa dan Sakha pun menurutinya.
Beberapa menit kemudian, massa mulai membanyak memenuhi alun-alun. Calista langsung mengajak Sakha pergi menuju toko-toko yang ada di sekitar Masjid Raya Bandung. Di sekitaran tempat itu, Calista membeli jajanan lagi dan mencoba beberapa kacamata. Sesekali ia tertawa melihat wajah Sakha dengan kacamata yang baru saja ia pasangkan.
"Hahaha, kamu cocok banget pake ini," tunjuk Calista pada kacamata berwarna hitam yang bertengger manis di hidung lelaki itu.
"Gak, pasti aneh," elak Sakha.
"Ih, cakep tau," jawab Calista masih dengan kekehan kecilnya.
"Hayu urang langsung ngagaleuh, akang jeung teteh. Kalau beli 2 Abdi masihan harga anu murah, soalna akang jeung teteh kasampak kacida alusna cocok pisan," ungkap penjual kacamata dengan panjang lebar. (Ayo segera di beli, Mas dan Mba. Kalau beli 2 saya kasih harga yang murah, soalnya mas dan mbanya kelihatan sangat cocok)
Calista jadi pusing mendengar bahasa yang dia tidak tau maknanya, tapi satu yang dia tahu pasti jika mereka membeli 2 kacamata akan dikasih harga murah. Sakha melirik Calista karena ucapan bapa penjual yang mengatakan mereka berdua terlihat serasi, untung saja gadis itu tidak mengetahui artinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKHALISTA
Teen FictionTeror berkepanjangan pada Calista membuat Sakha-ketua geng Razvider di Bandung terus khawatir. Gadis dari London itu telah mencuri kembali hati Sakha, dan bagaimana pun Calista harus tetap aman bersamanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa pelaku...