[36] - Curiga

56 5 0
                                    

"Lau? Itu Lo?"

"Jawab aku Lau, itu suara kamu kan?"

"Lau?"

BRUKK.

Suara seseorang loncat keluar dari jendela terdengar. Sejenak lenggang tidak ada lagi suara apapun, sampai ketika seseorang datang mendobrak pintu dan membukakan kain yang menutup mata Calista.

Giza dengan wajah khawatirnya langsung terlihat kala kain hitam itu terlepas. Ia bahkan langsung memeluk Calista. Giza segera bangun saat menyadari hawa dingin dari gadis yang dipeluknya.

"Tunggu gue ambilin handuk ya," ucap Giza lari menuju loker penyimpanan miliknya.

Dengan cepat, Giza kembali dan melingkarkan handuk itu pada tubuh Calista. Giza menuntun Calista dengan hati-hati keluar dari ruang kosong tersebut.

"Tangan lo dingin, gue anter pulang ya," tutur Giza yang merasakan hawa dingin dari tangan Calista.

Calista hanya mengangguk. Dari kejauhan suara langkah kaki dari Sakha terdengar, dia baru saja tiba. Sakha langsung memeluk Calista, menyingkirkan tangan Giza yang tadi membantu gadis itu.

"Ta, untung lo baik-baik aja."

"Gue khawatir banget sama lo, Ta." Sakha memeluknya.

"Apa yang dia lakukan sama lo?" tanya Sakha saat melihat Calista masih diam tak bersuara.  Kedua tangan Sakha menggenggam kedua tangan Calista.

"Sak, bisa diam dulu gak?" balas Giza.

"Calista gak bisa di ajak bicara, lo gak bisa lihat kondisinya dia sekarang?" tegur Giza seraya kembali menuntun Calista untuk pergi.

Sakha yang ditinggal pergi berniat segera mengejar mereka, tapi bayangan seseorang yang baru saja lewat di koridor sebelah kanan membuatnya mengurungkan niat. Sakha berjalan menghampiri tembok, mengintip seseorang tadi yang ternyata menyadari kehadirannya. Orang itu langsung berlari dengan langkahnya yang cepat. Seseorang dengan jaket hitam bertudung.

"Woii!"

Sakha berlari mengejarnya. Tubuh seseorang bertudung itu kini agak berbeda dari bentuk tubuh lelaki bertopi biru. Tidak mungkin kalau mereka hanya ada 1 orang.

Sakha mengacak rambutnya kuat saat seseorang bertudung itu hilang, lagi-lagi dia selalu bisa lepas. Sakha yakin orang itu bukan seseorang yang jauh, mereka pasti sangat dekat dan bisa dilihat dari bagaimana ia hapal dengan map lingkungan sekolah dan tempat persembunyian hingga bisa menghilang dengan cepat.

Drttt... drrtt...
Getaran di benda yang di genggam Sakha membuatnya sadar dan langsung mengangkat panggilannya dari Jervi.

"Ke markas sekarang, Sak, Calista di bawa Giza ke sini," tutur Jervi di sambungan telepon.

🌹

Sentuhan tangan yang begitu hangat terasa di wajah Calista. "Taa...."

"Gue datang."

Giza tak tau harus membawa Calista ke mana selain ke markas, setelah gadis itu berkata tidak mau dibawa pulang ke rumah. Karena tidak mungkin Calista muncul di depan ibunya—Dini—dengan kondisinya yang basah dan berantakan.

"Gue di sini, Ta. Lo aman sekarang," tutur Sakha.

Mendengar itu Calista menggapai jari jemari Sakha yang berada di pipinya. "Kamu lihat siapa pelakunya?" tanya Calista sama seperti pertanyannya pada Giza sebelum Sakha tiba di markas.

"Lihat, tapi gak begitu jelas. Dia orang berbeda dari lelaki bertopi biru, gue bisa lihat dari bentuk tubuhnya yang ramping, dan dia berlari sangat cepat."

"Lari cepat?" ulang Calista. Pikirannya langsung terkoneksi, pada kegiatannya kemarin dengan Laufa. Laufa berlari sangat cepat dan hampir memenangkan tantangan lari, padahal Calista sudah mencuri start lebih dulu tapi Laufa masih bisa mengejarnya. Laufa juga pernah mengatakan bahwa dia pernah menjuarai lomba lari saat kecil. Calista semakin pusing saat mengingatnya.

"Ta, lo kenal orang itu?"

Calista mengangguk.

"Siapa?" tanya Sakha.

"Aku hanya mengenali suaranya, Kha. Aku mengenalinya sebagai Laufa dengan suaranya."

"APA?"

Semua yang ada di sana terkejut. Bagaimana mungkin Laufa yang beberapa hari lalu ke markas bersama Jervi membawa Giza termasuk dari pentetor Calista

"Tapi aku rasa dia bukanlah Laufa, mataku di tutup, aku tak melihat apa pun. Aku diguyur dengan kasar, dan Laufa tidak mungkin melakukannya," jelas Calista.

"Dan cara seseorang itu bicara pun sangat berbeda dengan Laufa."

Sakha terdiam. Pikirannya kembali teringat saat orang itu berlari sangat cepat. Sakha tau kalau Laufa bisa berlari dengan cepat. Sakha selalu mencari tau seluk beluk seseorang yang dekat dengan Calista. Tubuh ramping orang itu pun memang seperti tubuh seorang gadis. Sakha tak bisa membiarkan Laufa lepas dari kecurigaannya.

🌹

"Lo baik-baik aja, Ta?" tanya Sakha ketika melihat gadis yang baru saja diantarnya pulang berdiri diam di depan pintu rumahnya.

Calista menghela napas. Ia menoleh memberikan senyum. "Kamu pikir aku selemah apa? Aku ini cewe kuat, dan memang harus kuat," balas Calista dengan semangat.

Sakha tersenyum. Calista membuka pintu rumah dan langsung melambaikan tangan pada Sakha. Gadis itu lalu menutup pintunya menyisakan keheningan.

"Lo memang cewe kuat, Ta. Itu yang gue suka dari lo."
 

***
































***

LAUFA JUGA PENEROR?

SIAPA YANG SETUJU SAMA SAKHA KALAU LAUFA JUGA HARUS DICURIGAI?

Follow dulu akun ini, supaya gak ketinggalan info jika author post bab baru.

Tolong kasih satu vote untuk mendukung setiap karya yang ada, karena sekecil apapun pemberian kalian itu sangatlah berharga.

See you next chapter!

Salam hangat,
Pia Pai.

SAKHALISTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang