Sakha duduk di lantai dengan posisi satu kaki dilipat di depan dada dan satunya lagi diluruskan. Badannya bersandar di pinggir sofa yang ada di salah satu ruangan markas. Sudah cukup lama ia di duduk di posisi itu, rasanya enggan untuk beranjak pulang. Pikirannya terus berkecamuk tentang Calista.
"ARGHH! Kenapa gue bisa se-kasar itu?" teriak Sakha. Malam yang hening menyelimuti dingin tubuhnya. Seragam sekolah pun masih melekat ditubuh lelaki itu. Anak-anak Razvider yang mendengar teriakannya pun tak berani menganggu.
Dengan perlahan Sakha mengangkat tangan kanannya sampai sejajar dengan kedua mata. Sakha menatap nanar telapak tangan itu. "Gue bahkan cengkram tangan dia pakai tangan ini tadi!" Sakha mengepalkan tangan kanannya lalu memukulkannya ke tembok.
"BODOH! LO BODOH SAKHA!"
"Gue gak pernah bisa tenang! Gue laki-laki brengsek!" Sakha terus memaki dirinya sendiri. "Kenapa gue bisa lakuin itu sama lo, Ta?"
"Maaf-in gue."
🌹
Suara notifikasi ponsel mengalihkan perhatian Calista. Dengan segera jari jemarinya membuka pesan dari Tante Renca. Calista meremas kuat ponsel di tangannya. Begitu membaca isi pesan itu.
Tanpa pikir panjang, gadis itu segera meraih satu cardigan sembari ia kenakan di tiap langkahnya saat mengambil kunci motor. Dengan perlahan, Calista membuka pintu dan menguncinya dari luar.
"Lo gila, Ta." Suara yang tiba-tiba terdengar dari belakang Calista membuatnya sangat terkejut hingga kunci ditangannya terjatuh.
Calista hanya menoleh sekilas untuk sekedar mengetahui siapa orang yang berbicara di belakangnya. Lalu gadis itu segera berjongkok mengambil kunci yang jatuh dan kembali sibuk dengan kunci di tangannya.
"Aing tau kamu pasti bakal nekat setelah tante Renca nanya-in Sakha. Pergi jeung aing ya, Ta?" Suara Ezra kembali terdengar.
🌹
Calista meringkuk merasakan hawa dingin yang baru pertama kali ia rasakan saat keluar di jam yang sudah menunjukkan pukul 23.25 malam. Cardigannya pun tak mampu melindungi dingin yang menggelitik permukaan kulit Calista. Kedua tangannya pun diharuskan oleh Ezra untuk melingkar memeluk pinggang cowo itu.
Ezra menghentikan motornya tepat di depan anggota Razvider yang sedang bermain kartu. Mereka semua terkejut. Beberapa dari mereka sudah lari menghindar karena berpikir motor itu dikendarai oleh seorang pemabuk.
"GELOO!" teriak mereka.
"Anjir lah, ieu motor saha?" (Anjir, motor siapa ini?)
"Aing parantos maot?" (Apa gua udah mati?)
"Buseddd ... Kaget banget gua!"
"Belegug asli, ngaganggu jalma ngan maen." (Bodoh, ganggu orang lagi main aja)
"Syukur, aing teh masih hirup," ucap Endri menutup semua ucapan dari mereka.
"Di mana Sakha?" tanya Calista pada mereka yang masih menormalkan jantung.
"Eh, Calistaa ...." ucap mereka serempak.
"Dari tadi siang Sakha di sini. Tapi, 2 jam yang lalu dia udah pulang."
"Pulang gimana? Raganya aja gak ada di rumah," balas Calista yang semakin panik.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKHALISTA
Teen FictionTeror berkepanjangan pada Calista membuat Sakha-ketua geng Razvider di Bandung terus khawatir. Gadis dari London itu telah mencuri kembali hati Sakha, dan bagaimana pun Calista harus tetap aman bersamanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa pelaku...