Hidangan sisa makan siang masih tertata rapi di saat jam yang sudah menginjak petang. Calista pulang terlambat, dan melewatkan makan siang yang Dini biasanya simpan untuknya.
Wanita paruh baya dengan muka letihnya terbaring dengan bertumpu pada lengan kanannya yang ia letakkan di atas meja makan. Calista menghampirinya dan mengelus punggung tangan wanita yang sangat penting di hidup Calista.
"Mama .... Ma, Calista pulang."
Tangan Dini perlahan bergerak, jiwanya tersadar saat mendengar suara anak pertamanya. "Ta, kamu ke mana aja, Nak?"
"Anggita gak kasih tau mama ya? Calista jalan bentar sama Sakha." Gadis itu menjawab seraya mengelus tangan ibunya yang terlihat masih khawatir.
"Udah Gita kasih tau, tapi kenapa kamu gak chat Mama langsung, Ta? Mama telpon pun kamu gak aktif, Mama kan jadi khawatir."
"Maaf ya Mah, ponsel Calista habis baterai, tadi teman Sakha yang kabari Anggita." Calista mengingat saat Elzar mengabari Anggita, karena Sakha tidak sempat memegang hp karena selalu bersamanya.
"Mama tenang aja ya, Calista selalu baik-baik aja." Calista memeluk ibunya.
Akhir-akhir ini Dini memang menjadi lebih khawatir saat ditinggal anaknya tanpa alasan yang jelas. Sebab Dini merasa, bahwa memang ada hal yang janggal pada kematian Dimas. Dini takut kalau semisal ternyata keluarganya sedang dalam bahaya.
"Eh, Mama masak makanan kesukaan Calista ya? Calista mau makan dong, baunya harum banget." Aroma masakan yang khas tercium membuat Calista sadar bahwa dirinya belum makan siang yang ke 2 kalinya. Karena Calista selalu makan siang di kantin dengan soto ayam saja, karena saat pulang Calista tidak mau melewatkan makanan yang dimasak oleh Mama.
"Kamu tadi pas jalan gak makan, Nak?"
"Ah, Mama, Mama kan tau sendiri Calista pasti tetap makan pas pulang." Calista mendekatkan bibirnya pada telinga Dini. "Makanan di luar ternyata gak kenyangin Mah."
Dini tertawa mendengarnya. Sekejap mata makanan yang Dini hidangkan langsung siap di hadapan Calista.
"Terima kasih banyak, Mah, Mama Act banget deh," tutur Calista membuat Dini kembali tertawa.
🌹
Terjadi perkelahian panas di depan markas Razvider yang sangat tiba-tiba antara Fergi dan Isal yang membuat seluruh anak yang sedang berada di markas bergerak mendatangi mereka.
Suara barang berjatuhan terdengar kuat. Semua anggota Razvider yang baru saja datang ke ruang utama, langsung dikejutkan dengan pemandangan di depan mereka. Isal terduduk tak berdaya di antara barang-barang yang telah berhamburan. Melihat dari kondisi sekitar, dapat disimpulkan bahwa tubuh Isal baru saja di tendang atau di lempar.
Isal bangun dengan tertatih, lalu berjalan dengan cepat memberi hantaman yang kuat pada wajah Fergi. Seluruh anggota Razvider yang sedari tadi masih diam terkejut, mulai berlari melerai saat Isal memukul wajah Fergi.
Fergi kembali melawan, berusaha mendekati Isal yang dihalangi oleh anggota-anggota geng. Fergi dan Isal saling adu mulut di tengah-tengah leraian itu.
"Sial lo, bibir gua sampai berdarah, lo itu seharusnya ngalah!" teriak Fergi.
"Gue masih punya otak, gak kayak lo bangsat!" balas Isal tak kalah nyaringnya.
"Woi, geloo kalian!"
"Berhenti kelahi coy."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKHALISTA
Ficção AdolescenteTeror berkepanjangan pada Calista membuat Sakha-ketua geng Razvider di Bandung terus khawatir. Gadis dari London itu telah mencuri kembali hati Sakha, dan bagaimana pun Calista harus tetap aman bersamanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa pelaku...