Sepulang sekolah, Albara berlari menuju ruang club' art mengambil topinya yang tertinggal di ruangan itu.
Sepuluh menit berlalu, ia tak kunjung menemukan topi tersebut. Albara panik dan terus berusaha mencari dan mengingat-ingat barang kali ia lupa meletakkan di mana.
"Bar," panggil seseorang.
Bara menoleh. Melihat Deran di ambang pintu bersama dengan topi miliknya. Membuat Bara segera berlari mendekat mengambil topi itu dari tangan Deran.
"Gue nemu di situ tadi, jadi gue balikin."
"Lo kenal sama gue?" tanya Bara.
Deran tertawa. "Lo bisa bilang gue juga?"
Albara terdiam mendengar perkataan si ketua osis. Dia kelepasan berkata hal seperti itu di sekolah. Semua orang hanya tau dia anak Sunda pekat yang pendiam dan tidak bisa gaul.
"Ahaha.. sorry sorry.. gue kenal lo dari Calista."
"Terima kasih topinya," ucap Bara yang tidak mau melanjutkan percakapan apapun. Albara berbalik menarik pintu dan menggembok kembali ruangan art. Deran yang masih berdiri di belakangnya, hanya diam melihat kegiatan yang Bara lakukan. Bara melangkah meninggalkan Deran yang entah kenapa malah mengikutinya.
"Maneh teu aya kerjaan lain kah?" tanya Bara dengan sinis.
"Bicara pake lo-gue aja, Bar. Kenapa tiba-tiba bahasa sunda dah?" heran Deran.
Bara menghela nafas pelan dan melanjutkan langkah meninggalkan Deran. Hingga suatu pertanyaan mampu menghentikan langkah Bara.
"Lo suka kan sama Calista?"
Bara menoleh sekilas lalu kembali memandang ke depan.
"Gue tau lo suka sama Calista, dan gue rasa lo itu tau semua masalah yang menimpa dia, ya kan?"
"Lo bicara apa, sih?" balas Bara dan melangkah begitu saja meninggalkan Deran.
***
Kejadian hari ini di sekolah cukup menggemparkan seisi sekolah. Beberapa dari mereka mulai mengetahui tentang adanya teror yang sedang terjadi pada Calista, beberapanya lagi hanya berpikir bahwa sekolah saat ini menjadi tempat berbahaya.
Tangkapan cctv tak bisa menangkap dengan jelas wajah dari pelaku di atas rooftop yang wajahnya sangat tertutupi sempurna. Bahkan pelaku itu mampu membuat tubuhnya tersamarkan, sehingga tidak ada yang mengenali dengan pasti perawakannya.
Hal ini mampu membuat kepala Sakha sakit, karena lagi-lagi perawakan pelaku kejadian tadi sangatlah jauh dri perawakan Albara. Dari semua kemungkinan, Sakha sudah yakin itu Albara, kenapa sedikit bukti yang ditemukan tidak merujuk padanya?
"Sakha kenapa?" tanya Bryan yang baru saja datang ke markas bersama Raka. Kegiatan yang Sakha lakukan, juga tingkah lakunya langsung mencuri perhatian anak-anak geng yang baru tiba.
"Lagi cari cara biar pelaku teror itu ketemu, karena tadi di sekolah ada kejadian yang baru terjadi sama Calista dan gambaran cctv tidak merujuk pada orang yang Sakha curigai," jelas Gleo.
"Waduh, kejadian apaan?"
"Pot di rooftop tiba-tiba jatuh ke bawah, Yan. Jatuh ke Calista! Padahal kan pot itu awalnya di lantai, tapi malah naik ke atas penghalang cuy, gak mungkin kan naik sendiri?"
"Iya sih."
"Sakha lihat mukanya?" tanya Raka.
"Kaga, pakai topi biru mulu tu pelaku."
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKHALISTA
Novela JuvenilTeror berkepanjangan pada Calista membuat Sakha-ketua geng Razvider di Bandung terus khawatir. Gadis dari London itu telah mencuri kembali hati Sakha, dan bagaimana pun Calista harus tetap aman bersamanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa pelaku...