Calista duduk sendirian di kursi kayu yang terletak di taman sekolah. Hari ini guru penjas tidak masuk sehingga anak-anak dibiarkan bebas memilih olahraga yang mereka mau. Calista memilih untuk tidak bermain basket seperti yang lainnya. Dia hanya ingin duduk menatap Sakha dan yang lainnya bermain. Laufa dan Anggita pun sudah turun tangan mengajak gadis itu, tapi Calista tetap tidak mau bangun dari duduknya.
"Hei cantik," sapa Giza mengagetkan Calista.
"Ngapain kamu di sini?"
"Ketemu pacar sendiri, gak boleh?"
"Aku bukan pacarmu, ya!" tegas Calista.
Sakha langsung menoleh mendengar suara Calista. Kakinya pun terhenti mengejar bola basket. Riuh panggilan dari teman-teman se-kelompoknya tak Sakha dengarkan. Mata lelaki itu kini tertuju tajam ke arah Giza. "Sak, tangkap Sak," suruh Jervi.
Sakha segera melangkah mendatangi Calista dan membiarkan bola basket yang di lempar kepadanya jatuh begitu saja ke lantai. Membuat lawan berhasil merebut dan memasukkan bolanya ke dalam ring. Ketiga teman Sakha hanya bisa ternganga tak menyangka melihat ketua mereka yang malah mendatangi Calista. "Lah, si Sakha malah ke sana."
"Misi lo," ucap Sakha mendorong bahu Giza agar menjauh dari Calista.
"Mending lo bawa muka lo jauh-jauh dari mata gua! Atau gak gua bikin lo hancur saat ini juga?" ancam Sakha.
Giza hanya mendengkus geli mendengarnya. "Sorry, Bro. Gue gak suka keributan lagi sekarang. Pacar gue gak suka itu," jawab Giza seraya menatap Calista sebagai orang yang dimaksud pacarnya.
"Sial lo!" Tangan Sakha yang mengepal mencoba melayangkan pukulan. Tapi teguran lembut dari Calista di telinga kirinya membuat Sakha mengurungkan niatnya.
"Kurang-kurangin bro jadi cowo kasar!" Giza mundur beberapa langkah setelah mengucap hal itu. Mulutnya kembali terbuka. "Cewe mana pun gak akan mau sama lo."
"Anjing!" umpat Sakha. Giza melangkah menjauh dan tersenyum mendengar umpatan tersebut.
"Astagfirullah, Sakha!" kaget Calista.
"Sikap lo yang kayak an-"
"Sakhaa, cukup! Istighfar cepat!" suruh Calista memotong ucapan Sakha yang ingin mengulangi kata yang tidak pantas diucapkan.
Sakha hanya diam melemparkan pandangan ke halaman luas yang ada disisi kanannya. "Sakhaa, ayo istighfar."
"Ok. As–taghfi–rullah," ucap Sakha sambil memandang mata cantik Calista.
"Sekali lagi, ya?"
"Astagfirullahaladzim."
Calista tersenyum, dan menarik lengan Sakha untuk duduk di sebelahnya. Namun siapa sangka, emosi Sakha kembali diuji.
Bukk!!
Bola yang baru saja mengenai punggung Sakha jatuh memantul ke lantai lapangan. "Lo gak main lagi, Sak?" tanya Aslan yang baru saja melempar bola.
"Iya nih, selesain dulu lah, kalah poin nanti kita."
Sakha menatap mereka yang tanpa rasa bersalah telah melempar bola ke punggungnya. "Kha, Kha, jangan marah sama mereka ya. Mana yang sakit? Di sini apa di sini?" tanya Calista seraya menyentuh punggung Sakha menebak di mana sisi sakitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKHALISTA
Teen FictionTeror berkepanjangan pada Calista membuat Sakha-ketua geng Razvider di Bandung terus khawatir. Gadis dari London itu telah mencuri kembali hati Sakha, dan bagaimana pun Calista harus tetap aman bersamanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa pelaku...