Calista baru saja menapakkan kakinya di lantai koridor. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling. Tak ada orang lain selain dirinya di sana. Gadis itu melanjutkan langkah, berjalan sendirian menuju kelas. Anggita masih tertinggal di belakang karena harus mengambil barang yang tak sengaja ia lupakan di mobil.
Calista mempercepat langkahnya saat ia akan berbelok di ujung koridor. Namun tiba-tiba, Giza muncul menarik paksa lengan Calista. Calista tak bisa melepas cekalan yang begitu kuat darinya. Calista terpaksa mengikuti ke mana Giza menariknya pergi. Tak jauh dari tempat semula, Giza membawanya ke suatu tempat di samping gedung aula.
Langkah gadis itu sampai terseret mengikuti langkah besar dari Giza. Saat cekalan dari Giza terasa melonggar, Calista segera menghempas tangan yang melingkar di lengannya. "Kamu mau apa, Giza?"
Lelaki itu tersenyum miring. "Mau kamu. Mau jadi pacar lo, Calista!"
"Kenapa aku harus jadi pacar kamu, Za? Segitu harusnya?" tanya Calista tak habis pikir. Ia menatap mata Giza yang kini menatapnya dengan tatapan obses.
"Karena gua mau kasih paham ke Sakha. Kalau semua yang dia suka, gak akan selalu jadi miliknya."
"Jadi lo cemburu sama apa yang dia miliki?"
"Enggak, gua gak pernah cemburu sama Sakha. Hidup gua jauh lebih baik!"
"Oke, kalau gitu biarin aku pergi." Tangan Giza seketika kembali melingkar kuat di pergelangan tangan gadis yang ingin melangkah pergi. Tatapan tajamnya pun tak lepas dari mata Calista.
"Jangan maksa, bisa?" tanya Calista. Giza yang sudah merasa jengkel langsung mengunci pergerakan tangan Calista, membuat gadis itu kembali merintih kesakitan.
Langkah Anggita terhenti. Ia menyipitkan mata seraya berjalan mendekat memastikan seseorang yang entah kenapa terasa familiar untuknya. Seperti Calista dengan seorang lelaki.
"Sialan, itu benar Calista," umpat Anggita. Ia segera berlari menuju samping aula.
"Minggir! Mau apa kamu? Beraninya ganggu-ganggu sepupuku," tukas Anggita seraya memukul-mukul badan Giza dengan tas ransel yang ia kenakan. Suara pukulan yang kuat terus terdengar, rasa sakit di punggung Giza menjalar ke seluruh tubuh.
Kepalanya pun mendadak ngilu saat pukulan dari gadis itu mendarat di kepalanya. "Sakit, anjir!" Giza mendorong tas itu hingga Anggita ikut jatuh terduduk di tanah.
"Gita," panggil Calista mencoba mendekati sepupunya yang baru saja di dorong.
"Sini! Lo mau ke mana?" tarik Giza. "Tinggal bilang iya aja, susah banget sih, cantik." Giza berusaha menyelipkan tangannya di pipi mulus Calista.
"Jangan sentuh-sentuh! Aku gak mau di paksa Giza!" teriak Calista.
"Lo ngerti bahasa manusia, kan? Gua bilang jadi pacar gua!" bentak Giza.
Plak!
Sebuah tamparan kuat mendarat di wajah lelaki itu. Wajahnya tertoleh ke samping. Lelaki itu terlihat menutup kedua mata merasakan perih di wajahnya. Calista melangkah mundur saat Giza kembali membuka mata. Dapat dilihat kilatan amarah dari mata lelaki sebayanya itu. Giza mengangkat kepalan tangannya, berniat ingin memukul gadis yang baru saja menamparnya.
BUGH!!
Satu bogem mentah mendarat di pipi Giza. Tubuh lelaki itu langsung terjatuh dengan keras ke tanah. Giza menoleh dan langsung mendapati Sakha yang menatapnya dengan tatapan tajam.
"Anjing lo!" Sakha memberi sebuah pukulan keras lagi di wajah Giza. Laki-laki itu menarik kuat kerah bajunya Giza. Bisa dilihat bagaimana Sakha menatap tajam kedua mata laki-laki yang tadi ingin mendaratkan pukulan pada Calista.
KAMU SEDANG MEMBACA
SAKHALISTA
Teen FictionTeror berkepanjangan pada Calista membuat Sakha-ketua geng Razvider di Bandung terus khawatir. Gadis dari London itu telah mencuri kembali hati Sakha, dan bagaimana pun Calista harus tetap aman bersamanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa pelaku...