|42| - Semut serangga

43 8 0
                                    

Kilat tersemat di langit gelap, suara guntur mulai terdengar setelahnya. Hujan turun semakin deras. Udara terasa dingin, kipas di kelas pun segera dimatikan. Lampu di kelas menyala menyinari. Jujur, Calista tak bisa menangkap dengan jelas apa yang sedang ibu Laila sampaikan. Gemuruh bunyi hujan menyamarkan suara bu Laila yang notabenenya memang pelan. Beliau salah satu guru yang sudah lama mengajar dengan usia yang sudah hampir pensiun. Bu Laila terus menjelaskan, walau anak-anak tak mendengar apa yang ia katakan.

Calista menoleh melihat Sakha, ia lebih memilih menatap lelaki itu dari pada harus memerhatikan Bu Laila yang berbicara tanpa terdengar suara. Calista sebenarnya kepo, dengan perbedaan sikap Sakha. Lelaki itu sejak tadi memang tidak memperhatikan pelajaran, ia lebih banyak melamun dan mencoret-coret buku. Kini ia sibuk menatap derasnya terpaan hujan pada kaca jendela.

Calista kembali menatap ke depan. Bu Laila terlihat berberes-beres memasukkan spidol dan buku-buku ke dalam tasnya dengan muka yang kesal. Ibu Laila kembali berkata sembari menggendong tas, lalu berjalan pergi dan kembali mengatakan sesuatu lagi saat tepat di depan pintu. Setelah itu benar-benar pergi.

Terdengar suara tawa dari mereka yang duduk di depan, dan beberapa yang duduk di belakang sontak berdiri dan berteriak bertanya apa yang menyebabkan ibu pergi?

"Woi, kunaon ibu pergi?" teriak salah satu siswa.

"Males, katanya suaranya teu kedengaran kitu," teriak salah siswi yang duduk paling depan.

Beberapa yang mendengar langsung tertawa. "Hahaha, ibunya ngambek."

Aqeela merasa kasihan dengan bu Laila, tapi apa boleh buat? Hujan terus turun dengan deras, suaranya saja bahkan tidak terdengar jika hanya berbicara seperti biasa. Kelas seketika mulai berantakan, anak-anak mulai keluar kelas bermain hujan di teras, ada juga yang mulai menyiapkan tempat tidur yang nyaman. Salah satunya geng Razvider yang mulai memasukkan kursi ke dalam bawah meja, agar space tidur lebih luas. Untung saja hari ini Laufa tidak turun. Jika Laufa turun pasti anak-anak Razvider itu akan kena tegur olehnya karena memakan hak milik tempat belakang kelas lagi. Seharusnya bukan selalu mereka yang memakai space sisa di belakang untuk tidur, tapi yang lain juga bisa memakainya. Kalau kata Laufa, "Dasar rakus!"

Aqeela menoleh melihat Sakha ketika mendengar ajakan dari Jervi untuk ikut bergabung di lantai bawah ditolak olehnya. Jervi pun kembali duduk, membuat pandangan Sakha malah bertemu dengan Calista. Sakha segera mengalihkan pandangannya.

Buk.

Pukulan meja dari Calista membuat Sakha terkejut. Gadis itu sudah duduk di bangku depan menghadap dirinya.

"Mikirin apa?"

Sakha hanya menggeleng.

"Soal kemarin?" tebak Calista.

Sakha diam menatap manik mata Calista. Lalu menyandarkan kepalanya ke kursi dengan helaan napas yang terdengar. Calista segera bangun, menarik bangku kosong di samping Sakha untuk bisa duduk bersebelahan dengannya.

"Kha, kamu jangan khawatir, aku  bakal jaga diri aku dengan baik."

Sakha menoleh dan tersenyum. Ia tau Calista gadis yang bisa bela diri, tapi Calista tetaplah seorang perempuan. Sakha tidak hanya mau Calista terjaga dengan baik. Tapi Sakha mau, ia mampu menjaganya sangat baik.

"Pulang nanti sama gue ya?"

"Tapi-"

"Anggita?" potong Sakha. Calista mengangguk.

"Git," panggil Sakha pada gadis yang sedang membaca buku. "Lo pulang sendiri lagi nanti, gapapa kan?"

"Iyaa, gapapa," jawab Anggita tersenyum.

SAKHALISTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang