Prilly berulang kali memejamkan mata melihat Sang Ayah terus memecahkan perabotan rumah. Setiap hari Ayahnya selalu seperti ini jika keinginannya tidak bisa Prilly turuti. Prilly hanya bisa duduk di pojokan dengan memeluk lutut tidak berani beranjak.
"Gue udah ngomong berkali-kali. Sediakan makanan yang layak! Kuliah nggak penting! Nggak akan bikin perut gue kenyang. Gue nggak mau tau. Nanti sore lo harus kasih gue lauk ayam"sarkas sang Ayah menatap tajam pada Prilly yang sudah menangis.
Brak!
Prilly mengepalkan kedua tangan kuat saat Ayahnya menendang kursi. "Lo punya mulut nggak?!"
"Kalau Ayah pengen makan enak. Ayah kerja jangan bergantung sama Prilly. Aku kuliah karena beasiswa Ayah. Uang yang aku hasilkan cuma cukup untuk makan lauk sederhana"lirih Prilly di tengah tangisannya.
Sang Ayah berjalan ke arahnya dan memegang dagu Prilly erat. "Gue nggak peduli! Lo harus kasih gue makanan yang enak dan duit yang banyak. Kalau lo nggak bisa, gue bakalan siksa Ibu lo."
"Ibu itu Istri, Ayah. Kenapa Ayah tega? Kenapa Ayah nggak pernah berubah? Dimana Ibu? Kenapa Ayah tega sembunyikan Ibu dari aku?"
Sang Ayah tersenyum sinis. "Kasih gue duit banyak dan makanan enak. Gue akan balikin Ibu lo. Kalau lo nggak bisa nurutin apa mau gue. Ibu lo akan terus gue kurung di tempat yang nggak akan pernah bisa lo temuin atau bisa aja gue bunuh!"
"Jangan bunuh Ibu, yah. Jangan. Prilly janji akan kasih apa yang Ayah mau. Tetapi, jangan siksa Ibu"mohon Prilly memegang kaki kiri Ayahnya.
Ayahnya menjauhkan diri dan pergi dari rumah. Tangisan Prilly semakin menjadi-jadi. Jujur ia sangat rindu pada Ibunya yang sudah 5 tahun tidak ia temui.
Sejak dulu, sifat sang Ayah memang sangat tempramen dan tidak ingin membiayai keluarga sejak mengetahui bahwa Ibu Prilly melahirkan Anak. Bisa dibilang, Ayahnya tidak ingin Ibunya mempunyai Anak.
Dahulu Ayah dan Ibunya menikah, sifat Ayahnya sangat lemah lembut dan penuh perhatian. Beberapa bulan setelah menikah, Ayahnya merantau ke Batam untuk bekerja dan tidak mengetahui setahun setelah kepergiannya untuk merantau, Ibu Prilly sedang mengandung.
Tepat 2 tahun merantau bekerja, Ayah Prilly pulang dengan bahagia karena sudah rindu dengan Istri tercinta. Tetapi, saat kepulangannya ia dikagetkan dengan sosok gadis kecil berusia 1 tahun berada di gendongan Ibu Prilly. Sejak saat itu Ayah Prilly berubah sikap menjadi kasar, tempramen, dan tidak mau lagi membiayai hidup keluarga.
Alasannya sederhana. Ayah Prilly tidak mau jika kehadiran Anak hanya akan menyusahkan dirinya. Terlebih, kehadiran seorang Anak akan membuat Istrinya menjadi tidak terawat dan fokusnya beralih hanya pada Prilly.
Maka dari itu, Ayah Prilly sangat membenci Prilly dan semenjak kepulangannya dari perantauan tidak lagi ada rasa harmonis yang menyelimuti keluarga. Setiap hari Ayah Prilly lakukan untuk berfoya-foya dan melimpahkan seluruh tanggung jawab keuangan kepada Prilly. Bahkan saat usianya baru menginjak 2 tahun Prilly sudah dibuat bekerja sebagai pengemis di jalanan dan hasil uangnya akan Ayah Prilly gunakan untuk membeli makanan enak serta mabuk-mabukan.
Perihal Ibu Prilly. Ayahnya membawa Ibu Prilly secara paksa keluar dari rumah dan menyembunyikannya di suatu tempat karena kesal setiap hari bahkan disaat usia Prilly menginjak 17 tahun. Istrinya itu selalu melindungi Prilly untuk tidak menjadi mesin uang Ayahnya. Ibu Prilly hanya ingin Anaknya fokus menempuh pendidikan.
Bahkan Ibu Prilly rela bekerja serabutan setiap hari supaya bisa menggantikan posisi Prilly sebagai mesin uang Ayahnya. Namun, itu belum cukup membuat Ayahnya puas. Alhasil, Ayahnya menarik Istrinya keluar dari rumah dan mengurungnya di suatu tempat. Ayahnya mengancam Prilly harus menghasilkan uang lebih banyak dan memberikan makanan yang lezat untuknya setiap hari sebagai jaminan agar Ibunya bisa bebas.
Namun, sudah 5 tahun berlalu. Tetapi, Ayahnya belum juga puas dengan apa yang sudah Prilly usahakan. Bahkan Prilly rela membagi waktu antara sekolah dan bekerja untuk bisa menghasilkan cukup uang untuk diberikan kepada Ayahnya dan membeli lauk yang Ayahnya inginkan.
Sudah dua hari, Ayahnya marah besar sebab Prilly berhenti dari pekerjaan karena restoran tempatnya bekerja mengalami kebangkrutan. Alhasil, setiap hari Prilly hanya bisa memberikan lauk berupa tahu-tempe dan tidak bisa memberikan Ayahnya uang. Prilly harus menghemat sisa uang yang dia punya untuk makan dan membayar listrik.
"Ya allah. Kenapa Ayah jahat sama aku. Aku Anaknya. Tetapi, kenapa Ayah kasar. Aku rindu Ibu. Aku pengen ketemu Ibu"Prilly menumpahkan kesakitannya dengan menangis dan melupakan niat awalnya untuk berangkat kuliah.
Padahal hari ini dia sudah memiliki janji dengan sang dosen untuk bimbingan akan skripsinya yang sebentar lagi rampung. Ditengah kesibukan Prilly. Gadis ini selalu meluangkan waktu setiap malam dan berusaha menahan ngantuk supaya skripsinya cepat selesai agar bisa segera lulus dan ia bisa bekerja full time.
Jika dia sudah mendapat pekerjaan secara full time dengan gelar S1 yang dia dapat. Sudah pasti gaji yang dia peroleh akan menguntungkan dirinya untuk segera mengeluarkan sang Ibu dari kurungan Ayahnya. Prilly sudah rindu sekali dengan Ibunya.
Tetapi, ia tidak bisa berbuat banyak karena sang Ayah terus mengancam jika sampai Prilly nekat mencari Ibunya. Maka nyawa Ibunya akan melayang. Tentu, itu membuat Prilly takut dan tidak berani melawan selain terus mencari berbagai penghasilan tambahan supaya bisa memberikan yang terbaik untuk Ayahnya agar sang Ibu bisa segera bebas.
"Ibu, doain Prilly. Aku pasti akan bebasin Ibu dari Ayah. Semoga setelah ini kita bisa hidup bahagia dan jauh dari Ayah. Prilly sangat rindu sama Ibu. Tolong tunggu Prilly ya, Bu. Prilly akan bebasin Ibu. Prilly janji."
...
Hai aku sudah update lagi
Jangan lupa like dan komennya sebagai bentuk support kepada penulis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghiasi Gabriella [ENDING]
FanfictionApa Gabriella Prilly Alteir akan terus menghindar ketika nama marga laki-laki yang ia benci tersemat di nama belakangnya? Since March 2023