76 : USG Pertama

268 27 0
                                    

"Kamu yakin mau bawa si kembar ikut?"Alio terus bertanya untuk memastikan bahwa pilihan istrinya membawa Ansel dan Asa untuk ikut serta ke rumah sakit adalah hal yang valid.

Prilly yang baru saja meneguk habis air putih seketika mengernyitkan dahi. "Kamu kenapa deh? Nanya diulang terus? Nggak suka kalau si kembar ikut?"

"Bukan gitu, sayang. Menurut aku akan repot kalau Ansel dan Asa ikut. Hawa rumah sakit nggak baik buat mereka"ucap Alio dengan keyakinannya.

Prilly menghela nafas. "Ya mau gimana lagi. Si kembar yang mau. Aku mau nolak juga nggak bisa. Mereka tuh senang mau punya Adik."

"Loh, kalian belum berangkat? Kok masih pada ngobrol?"Clafita yang baru saja masuk ke dalam ruangan khusus dibuat kebingungan dengan keberadaan Alio dan Prilly yang masih belum berangkat menuju rumah sakit.

Alio memberi isyarat dengan kedatangan kedua anak kembarnya yang berlari menuju meja kecil.

Alio memberi isyarat dengan kedatangan kedua anak kembarnya yang berlari menuju meja kecil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Clafita, Alio, dan Prilly tampak memperhatikan interaksi keduanya. Punggung Ansel dan Asa membelakangi. Meskipun begitu, ketiga orang dewasa di dalam ruangan bisa mengetahui apa yang sedang mereka lakukan.

"Amu bawa ini. Nanci ade kaci ya."

Ansel berkata pada Asa dengan memberikan selembar kertas yang sudah ia gambar. Prilly bergerak menghampiri. "Anak Mama lagi apa? Kayaknya seru banget."

"Gambal kaci ade."

Asa mengulurkan kertas kepada Prilly. Kemudian, Prilly ambil kertas tersebut dan senyumnya mengembang. "Pintarnya anak Mama. Tetapi, Aya ini siapa?"

"Ade."

Prilly mengangguk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Prilly mengangguk. "Jadi, Ansel dan Asa mau nama Adik itu Aya?"

Keduanya mengangguk. Prilly hanya menggelengkan kepala. "Makasih ya, sayang. Gambarnya bagus. Ansel dan Asa pintar. Siapa yang ngajarin?"

"Om idal."

"Akhirnya ada guna juga si Haidar"celetuk Alio membuat Clafita seketika menepuk pundaknya pelan.

Alio hanya bisa terkekeh ringan melihat tatapan tajam Maminya. "Jangan ngomong begitu kalau ada anak kecil."

"Maaf, Mi."

Prilly menghiraukan celetukan Alio dan fokus menatap kedua Anaknya. "Tetapi, sayang. Kita belum tau Adik Ansel dan Asa perempuan atau laki-laki. Jadi, belum bisa kasih nama."

"Kica yacin ade Aya."

Prilly mengangguk. "Iya semoga keinginan kalian terwujud."

"Yakin banget? Papa aja nggak nyangka bisa dapetin anak kembar sekaligus loh"Alio berucap.

Prilly memberikan tatapan tajamnya. "Alio."

"Papa becanda doang. Emang sepengen itu punya Adik perempuan? Ansel nggak mau punya Adik laki-laki biar bisa main sama Ansel terus?"

Ansel menggeleng keras. "Mau ade Aya, Papa."

"Eh udah yuk berangkat. Nanti telat dateng ke rumah sakit"ujar Clafita menghindari terjadinya pertengkaran antara Papa dan Anak.

Ansel dan Asa pergi lebih dulu. Alio dibuat menggeleng. "Astaga. Anak kamu ngambekan."

"Mau bilang sifatnya kayak aku gitu?"Prilly bertanya dengan pandangan tajamnya.

Alio terkekeh ringan dan memeluk pundak kanan Prilly. "Nggak, sayang. Mereka mirip banget sama aku kalau ngambek."

.

.

"Usia kandungan menginjak 2 bulan. Tetap jaga pola makan dan istirahat yang cukup. Saran saya, untuk tidak mengonsumsi makanan manis dan minuman berkafein. Ini saya beri vitamin untuk di minum setiap hari"Dokter berujar.

Asa mengangkat tangannya membuat perhatian Dokter teralihkan. "Adik mau tanya apa?"

"Hayo doktel. Acu Ancel. Boyeh tanya nda?"

Ansel dengan gaya cadelnya berucap. Sang Dokter tersenyum simpul. "Mau tanya apa Ansel?"

"Ade capan cua?"

Baru saja Prilly akan membuka mulut karena takut jika sang Dokter tidak memahami ucapan sang Anak. Namun, Dokter sudah lebih dulu berucap. "Masih harus menunggu 7 bulan lagi, Ansel. Kamu senang ya punya Adik?"

"Senang. Seyuuu."

"Selama Adiknya belum lahir, Ansel jaga Mama dengan baik ya?"pesan sang Dokter yang di angguki oleh Ansel.

"Ciap doktel."

Prilly dan Alio mengembangkan senyum saat pandangan Dokter kembali beralih pada mereka. "Kalau ada keluhan lain, bisa segera di sampaikan melalui chat atau datang langsung ke rumah sakit. Sejauh ini kandungannya sehat. Tolong ingat apa yang sudah saya katakan tadi."

"Terima kasih, Dokter."

"Maaci doktel."

Sang Dokter melambaikan tangan menatap kepergian keluarga Alio.

***

"Jadi, kita mau makan siang apa?"Alio membuka suara ketika mobilnya baru saja berhenti di lampu merah.

Prilly berpikir sejenak. Siang seperti ini rasanya akan menyenangkan jika dia menyantap steik. "Gimana kalau makan steik? Aku lagi pengen makan daging."

"Nda boyeh."

Dahi Alio mengernyit. "Kenapa nggak boleh? Memangnya kalian nggak laper?"

"Kaca doktel. Mama nda boyeh makan sembalangan."

Prilly tersenyum simpul. "Makan steik nggak sembarangan kok, sayang. Malah daging itu mengandung zat besi. Asal nggak di konsumsi secara berlebihan."

"Cecap nda boyeh Mama. Yebi baik masak cendili. Buat ade sehat."

Alio menghela nafas. "Padahal Papa pengen banget makan steik. Terus ngemil kentang wedges. Minumnya strawberry milkshake. Aduh pasti enak."

"Papa!"

...

Jangan lupa like dan komennya

Terima kasih.

Menghiasi Gabriella [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang