75 : Bisnis Kecil-Kecilan

241 33 1
                                    

Terhitung sudah 4 tahun Prilly hidup bersama dengan Alio. Hal yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Padahal, impiannya saat selesai menuntaskan pendidikan adalah ingin bekerja menjadi pemandu wisata. Akan tetapi, semuanya sirna dan impiannya beralih ingin menjadi seorang Ibu sekaligus istri yang bijak.

Mungkin, impiannya tidak 100% sempurna. Ada kalanya Prilly lengah sebab semakin hari kedua anak kembarnya semakin aktif dan sulit diatur. Beruntungnya, Alio selalu menjadi garda terdepan saat Prilly kelelahan akibat aktivitas fisik menjadi seorang Ibu. Padahal, jika dipikir kembali. Bisa saja Prilly memakai jasa suster untuk menjaga kedua anak kembarnya.

Tetapi, tidak ia lakukan. Prilly hanya ingin tumbuh kembang Anaknya dilakukan secara mandiri olehnya dan Alio. Tidak papa jika harus mengalami fase kelelahan bahkan sakit. Ia hanya berpikir, akan lebih hemat jika ia mengurus kedua Anaknya sendiri daripada memakai jasa suster.

Bahkan Prilly sudah bisa menghitung berapa total pengeluaran perbulan yang bisa ia keluarkan hanya dengan memakai jasa suster. Tentu, uang tersebut akan lebih baik jika ditabung untuk kebutuhan masa depan kedua anak kembarnya. Apalagi, semakin hari kebutuhan pokok semakin naik.

Bukan tidak mungkin jika suatu saat akan butuh dana lebih untuk kedua anak kembarnya bersekolah. Iya, memang usaha perhotelan cukup untuk bisa memenuhi kebutuhan primer, sekunder, bahkan tersier. Namun, sebagai Ibu yang bijak. Prilly ingin membiasakan diri untuk mempersiapkan segalanya sedini mungkin dan tidak sepenuhnya bergantung pada laba perusahaan.

Malahan, sekarang ia berpikir ingin memulai sebuah bisnis kecil-kecilan. Ia hela nafas sejenak sambil menyeruput teh hangat di pagi hari. Matanya fokus menatap pemandangan bangunan dan langit biru yang cerah. Sampai sebuah tepukan membuatnya menoleh.

"Enak banget ngeteh pagi-pagi. Kenapa aku nggak diajak?"Alio bertanya sembari ikut duduk di samping istrinya.

Prilly menerbitkan senyum. "Ini kamu ikut nimbrung."

"Kamu lagi mikirin sesuatu?"seakan tau apa yang Prilly pikirkan, Alio bertanya.

Prilly mengangguk pelan. Ia meletakkan cangkir teh pada tempatnya. "Aku kepikiran mau buka bisnis kecil-kecilan semacam butik, toko kue, atau perhiasan."

"Itu namanya bukan usaha kecil-kecilan, sayang"ujar Alio menggelengkan kepala.

Prilly terkekeh ringan. "Ya kan semua usaha dimulai dari hal terkecil dulu. Makanya aku sebut usaha kecil-kecilan."

"Jadi kapan rencana kamu mau merealisasikan tiga usaha itu?"

Prilly menggeleng. "Satu usaha aja. Itu cuma opsi karena aku masih bingung mau bangun usaha apa."

"Mungkin toko kue"saran Alio.

"Aku juga pengennya itu sih"ungkap Prilly.

Alio mengangguk. "Tanah kosong di daerah Tangerang yang beberapa bulan lalu dibeli sama Ayah kenapa nggak kamu gunain untuk mulai bisnis toko kue, sayang?"

"Benar juga sih. Di sana lokasinya strategis. Cuma aku bingung mau mulai darimana dan nggak yakin 100%."

Alio membawa kedua tangan Prilly untuk ia genggam. "Hei, dengerin aku. Apapun usaha yang akan kamu jalani, aku yakin semuanya akan berjalan dengan lancar. Hal pertama yang perlu kamu lakuin cukup buat kerangka seperti apa toko kue yang kamu mau. Dari segi promosi, macam-macam kue, nama tokonya, pelayanan, dan desain tokonya. Soal modal aku bantu 100% tenang aja."

"Makasih ya, sayang. Kamu selalu dukung. Tetapi, beneran kamu nggak keberatan? Bangun sebuah usaha modalnya besar"ucap Prilly tampak ragu.

Alio tersenyum simpul. "Berapapun asalkan itu bisa wujudin keinginan kamu, akan aku usahakan. Lagian harta aku nggak akan habis walau 7 turunan."

"Mulai deh sombongnyaa."

Alio tertawa kecil. "Fakta, sayang. Udah ah, ayo kita anter si kembar. Muka mereka pasti udah cemberut nungguin."

"Kamu serius mau anterin mereka sekolah?"tanya Prilly dengan alisnya yang terangkat.

Alio yang sudah berdiri mengangguk dengan mantap. "Serius dong. Biasanya juga kita anterin mereka ke sekolah. Sekalian kita ke rumah sakit untuk USG. Kamu kenapa deh natapnya gitu banget?"

"Sayang, ini hari libur. Kamu nggak cek kalender?"

Belum sempat Alio membuka suara, si kembar datang dengan wajah meledeknya.

"Ahahahahaa papa picunnn."

"Ansel. Asa. Nggak boleh ngomong begitu, sayang."

"Maaf, Mama."

...

Menghiasi Gabriella [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang