"Pertunangan payah. Sia-sia mengeluarkan banyak uang hanya untuk bertunangan dengan gadis room service. Apa yang Alio lihat dari gadis itu. Dari atas sampai bawah pun tetap Nazwa yang terbaik."
Clafita tersenyum sinis. "Biarkan saja Alio memilih gadis yang baik. Jika bersama Nazwa sudah pasti hidupnya tidak akan pernah tersenyum.
"Jangan ungkit hal yang sudah lalu. Nazwa sudah minta maaf perihal kepergiannya. Dia juga tidak mau jauh dari Alio."
Clafita mengangkat bahu acuh. "Kamu selalu berada di pihak yang salah. Bagaimana bisa aku nikahin pria seperti kamu, Mas."
"Kenapa bicaramu begitu, sayang?"tanya Angga mencoba mendekati Istrinya.
Clafita menghela nafas. "Sudahlah. Aku malas. Sementara aku ingin tidur di kamar lain."
"Nggak bisa gitu, sayang. Mas minta maaf sudah membuat kamu kesal"Angga mencegah langkah Clafita.
Clafita melepaskan tautan tangan Angga. "Aku nggak mau bicara sampai Mas mau merestui Alio dengan Prilly. Aku sudah cukup kecewa kamu terus membela Jena, Mas. Kekecawaanku bertambah karena diam-diam kamu menghubungi Nazwa untuk datang ke sini."
"Iya aku memang sengaja menghubungi Nazwa karena aku tau diam-diam Alio hanya memberitahu kamu perihal pasangannya. Aku juga punya hati. Aku ini Papa Alio. Tetapi, aku seperti di asingkan. Salah kalau aku mau Nazwa yang menggantikan Prilly menjadi tunangan Alio? Aku ingin hati Alio goyah dan kembali pada Nazwa."
Clafita tersenyum sinis. "Jahat kamu, Mas. Bukan seperti ini caranya. Kamu akan lebih menyakiti Alio jika merusak acara pertunangannya. Untung saja ada Haidar yang sigap membawa gadis ular itu pergi."
"Aku melakukan semua ini untuk tetap menjaga martabat keluarga Albert. Pernah tidak kamu berpikir gimana pandangan keluarga jika tau latar belakang Prilly?"
Clafita menggeleng tidak percaya. "Martabat dan martabat terus yang kamu pikirkan! Kamu pikir dengan membawa Nazwa masuk ke dalam kehidupan Alio lagi akan membuat martabat keluargamu baik? Kamu lupa? Orang tua Nazwa sudah merugikan keluargaku, Mas!"
"Aku tidak pernah lupa. Tetapi, masalahnya sudah clear. Tidak perlu kamu ungkit. Toh, perusahaan keluargamu sudah kembali pada pemiliknya."
"Luka dan penghianatannya tidak akan pernah kembali!"
Angga menggeleng pelan. "Bisa nggak kita jangan bertengkar? Kamu nggak capek ributin hal sepele?"
"Aku lebih capek menghadapi suami seperti kamu. Ayo kita cerai."
***
Tangan Alio ditarik mendekat ke arah Nazwa. Gadis itu memamerkan senyumnya. Sudah lama rasanya tidak melihat Alio dari jarak sedeket ini.
"Aku masih punya waktu untuk rebut kamu dari dia kan?"tanya Nazwa mengelus pundak Alio pelan.
Alio menghela nafas. "Nggak ada."
"Becanda banget kamu. Acara pertunangan ini cuma alibi kamu supaya aku bisa kembali ke sini? Aku tau kamu Alio."
Alio tersenyum sinis. "Jangan kegeeran. Dunia gue sekarang Prilly. Bukan lo lagi."
"Tetapi, semua akan berubah. Dunia kamu akan dipenuhi aku. Nggak ada yang nggak mungkin bagi aku, Alio."
Alio hanya diam dan tidak berusaha melepaskan diri. Dari kejauhan Prilly menyaksikan interaksi mereka. Nazwa yang sadar akan keberadaan Prilly menoleh dan menunjukkan senyuman sinisnya seakan berkata, "Lo nggak akan bisa milikin Alio."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
.
.
Nia menaikkan alis melihat Prilly datang dengan wajah kusut. "Kamu kenapa, Nak? Sudah pamitan sama Alio?"
"Alio sibuk berbicara dengan gadis yang tadi menggandengku, Bu. Sudahlah tidak papa. Kita pulang saja. Prilly capek"ucap Prilly menarik Ibunya pergi.
Nia mengikuti langkah Prilly. "Kira-kira siapa gadis itu ya? Ibu sempat kaget saat dia tiba-tiba datang dan menggandeng kamu."
"Prilly nggak tau, Bu. Lupakan saja. Itu bukan urusan kita untuk tau siapa gadis itu"ujar Prilly cuek.
Nia tersenyum simpul. "Kamu cemburu ya dengan keberadaan gadis itu?"