Prilly terus menyusuri jalanan ibukota dengan menggunakan taksi. Ia tidak perduli berapa total yang akan dihabiskan untuk memutar kawasan Jakarta. Hal terpenting baginya adalah bisa segera menemukan Ansel dan Asa.
Soal Alio, ia mau mengesampingkan masalahnya dulu. Fokusnya adalah mencari Ansel dan Asa. Prilly merasa memiliki tanggung jawab besar untuk menemukan kedua Anaknya. Ia tidak mau jika harus duduk dan menangis menunggu kemunculan Ansel dan Asa.
Dirinya yakin, walaupun mencari sendirian pasti akan menemukan Ansel dan Asa. Ia hanya perlu mengikuti nalurinya sebagai seorang Ibu. Mencari dan terus mencari keberadaan Ansel dan Asa. Bahkan sampai ke ujung dunia pun.
"Pak, kejar mobil itu. Saya mohon secepatnya kejar. Akan saya kasih 5 kali lipat jika Bapak bisa menghentikan mobilnya"seruan Prilly setengah berteriak ketika melihat plat mobil yang tidak asing berada di ujung kiri jalan raya. Mobil tersebut hendak memasuki tol Cipularang. Jalan menuju Bandung.
Prilly mendesah pelan. "Mau dibawa kemana anak gue."
"Ibu sedang mengejar Anak? Memangnya, Anaknya kabur dari rumah?"tanya sang Supir yang tetap fokus menyetir.
Prilly menganggukkan kepala. "Anak saya masih umur 2 tahun, Pak. Dibawa kabur oleh orang misterius. Makanya saya bertekad menangkap pelakunya."
"Suami Anda kemana? Tidak aman jika sendirian mengejar pelaku penculikan"komentar sang Supir.
Prilly memaksakan senyum. "Dia mencari lewat orang-orang, Pak. Tolong tetap ikut ya, Pak. Saya ingin kedua Anak saya segera berada di pelukan saya."
"Akan saya usahakan."
Sementara itu...
Tuan, Nyonya Prilly berusaha mengejar mobil pelaku menggunakan taksi ke arah Bandung
Alio menggebrak meja. "Cepat hentikan Istri saya. Kalau perlu seret dia. Suruh yang lain untuk tetap mengejar pelaku tersebut sampai dapat. Jangan sampai lengah."
Apakah perlu bantuan polisi mengejar pelaku?
"Tidak perlu. Semuanya akan menjadi rumit kalau harus melibatkan polisi dalam pengejaran pelaku. Polisi cukup menjaga titik jalan yang saya minta. Mengerti?"
Baik, Tuan. Laksanakan
Klik.
Alio mengusap wajahnya kasar. "Kenapa sampai senekat itu sih, Pril. Semuanya akan semakin rumit kalau kamu ketemu pelakunya."
"Alio, sebaiknya kamu jangan diam saja di sini. Jemput Istri kamu sendiri. Jangan hanya mengandalkan orang suruhan kamu"Clafita berkomentar, tidak senang dengan sikap Putranya.
Alio menatap amat teduh ke arah Maminya. "Mi, ini keluargaku. Tolong jangan ikut campur terlalu jauh. Aku bisa mengatasinya sendiri. Mami cukup berdoa semoga cucu dan menantu Mami selamat."
"Terserah kamu, Alio. Mami capek sama sikap kamu ini. Kalau kamu masih kayak gini. Jangan menyesal kalau Ansel dan Asa akan semakin jauh dari kamu"Clafita berjalan meninggalkan Alio sendiri.
Alio terduduk di sofa, menghela nafasnya kasar. "Gue sepengecut itu ya?"
***
"Kica mau dibawa kemana?"
Ansel bertanya kepada sosok laki-laki berpakaian hitam berjumlah 3 orang.
"Anak kecil diam aja."
Asa mendengus sebal, melipat kedua tangannya di dada. "Om yang diam. Nda sopan bicala sama Kakak Aca."
"Tau apa kamu soal sopan santun"dengus sosok laki-laki satunya.
"Janyan bicala lagi cama meleka Aca. Meleka gila."
Asa dan Ansel tertawa bersama karena berhasil membuat ketiga sosok misterius yang membawa mereka pergi hanya mampu mendengus kesal.
"Eh ehh ada apa ini"salah satu dari mereka terkejut oleh sebuah mobil yang menghentikan mobilnya secara tiba-tiba.
Lantas satu laki-laki yang bertugas menyupir segera mengerem. "Perlu keluar nggak?"
"Keluar ajalah. Kasih pelajaran baru kita lanjut"jawab salah satu dari mereka.
Mobil berwarna silver berhenti di hadapan mobil mereka. Sosok paruh baya keluar dengan dua bodyguard di sampingnya.
"Apa tujuan kalian menghentikan mobil kami?"
Sosok paruh baya tersebut memberi kode pada dua bodyguard untuk menyerang kedua orang misterius. Lantas terjadilah pertengkaran yang membuat kedua pelaku penculikan si Kembar tersungkur tidak berdaya.
"Ambil dua anak itu"perintah dari sosok paruh baya pada kedua bodyguard-nya.
Segera saja mereka berjalan masuk ke dalam mobil dan melihat kedua anak kembar yang bertepuk tangan memberi pujian. Sejenak guratan senyum muncul di bibir kedua bodyguard tersebut. Ansel dan Asa segera di gendong masuk ke dalam mobil sosok paruh baya kemudian melaju dengan cepat.
.
.
"Wah keyen. Ajalin Ancel beyantem dong, Om. Bial bisa jadi supehelo"Ansel tidak berhenti mengganggu kedua bodyguard yang duduk di kursi depan mobil.
"Ish Acel. Kaca Mama nda boleh beyantem. Dosa tau. Nanti masuk nelaka."
"Ancel. Ancel. Bukan Acel."
"Nda peduli wleee."
Sosok paruhbaya dan kedua bodyguard sama-sama tertawa mendengar perdebatan kedua anak kembar tersebut. Sampai sosok paruhbaya bersuara menghentikan perdebatan mereka.
"Nama kalian siapa?"
"Aku Ancel. Dia Aca. Kita kembal. Om supehelo siapa?"
"Panggil saya Kakek."
"Kakek itu apa?"
Sosok paruhbaya tersenyum merekah. "Kakek itu nama panggilan seorang cucu ke orang tua Mama dan Papa."
"Kakek olang tua ciapa? Mama Papa punya olang tua. Ada Glandma, glandpa, cama glanda."
"Nanti kamu tau sendiri."
Ansel dan Asa diam saja dan memilih tidur karena mereka cukup lelah selama perjalanan terus mengoceh. Entah mengapa keduanya tidak merasa takut sedikitpun. Sosok paruhbaya mengambil ponsel dan mengetikkan sesuatu pada seseorang.
Anak kamu aman di tangan saya. Supir taksi yang kamu tumpangi akan membawa kamu ke tempat tujuan. Jangan takut Prilly.
...
Udah bisa nebak belum siapa sosok paruh baya yang nyelametin Ansel dan Asa? Eh, apa iya nyelametin si kembar?
Tunggu di part selanjutnya yaa
Jangan lupa like dan komen
Terima kasih.
Happy weekend.
![](https://img.wattpad.com/cover/278565922-288-k162696.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Menghiasi Gabriella [ENDING]
FanficApa Gabriella Prilly Alteir akan terus menghindar ketika nama marga laki-laki yang ia benci tersemat di nama belakangnya? Since March 2023