○ 17

677 63 14
                                    

Klik

Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi

Klik

Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Cobalah beberapa saat lagi

Brak!

"Kenapa nggak aktif sih!"

Alio mendengus kesal dan menghempaskan handphone-nya kasar saat  panggilannya tidak dijawab oleh Prilly. Ini sudah jam 11 pagi dan gadis itu belum menampakkan diri sama sekali. Kemana perginya gadis itu?

"Gue harus dateng ke rumahnya"ujar Alio segera mengambil kunci mobilnya dan bergegas keluar dari kamar.

Di lift, Alio bertemu dengan Angga. "Mau kemana kamu?"

"Ketemu pujaan hati"jawab Alio singkat.

Angga menahan pergelangan tangan kiri Alio. "Kamu pacaran sama siapa?"

"Sehari-hari aku sama siapa?"

Angga menaikkan alis terkejut. "Prilly?"

"Itu tau."

Angga menggeleng. "Putusin. Papa nggak suka sama gadis itu."

"Nggak perduli. Dari awal Papa minta aku untuk selalu tersenyum dan nggak kaku. Aku harus bisa ramah supaya bisa rasain warna cinta dan saat ini aku udah ngerasain. Papa dengan seenaknya minta aku putus? Nggak akan."

Angga menghela nafas melihat Alio turun dengan tangga darurat. Ia malas berbicara panjang lebar dengan Papanya. Biarkan saja kali ini dia melawan.

***

Tok!

Tok!

Alio tersenyum lebar ketika pintu rumah dibuka dan menampilkan sosok Nia tersenyum ke arahnya. "Cari siapa?"

"Prilly, Tante. Saya Alio."

Nia terkejut dan seketika memegang kedua tangan Alio dengan mata berkaca-kaca. "Akhirnya Ibu bisa ketemu kamu. Terima kasih ya, Nak. Kamu sudah membuat penderitaan Prilly berakhir. Ibu sangat berutang budi sama kamu."

"Maaf, Tante. Saya melakukan ini murni karena tidak tega melihat Prilly di siksa oleh Ayahnya. Saya hanya ingin Prilly ngerasain kebahagiaan yang seharusnya dia dapatkan."

Nia menganggukkan kepala. "Iya, Nak. Ayo masuk dulu. Kamu pasti belum makan siang."

Alio mengikuti langkah Nia masuk ke dalam rumah. Ia tersenyum lebar saat melihat Prilly tengah menyajikan beberapa menu di atas meja. Gadis itu terkejut dengan kedatangan Alio.

"Ngapain ke sini?"tanya Prilly ketus.

Nia berdehem pelan. "Alio mencari kamu, Nak. Ibu persilahkan masuk sekalian makan siang bersama kita."

"Dia bisa makan siang di tempatnya. Kenapa harus makan bersama kita. Lagian dia tidak akan suka makanan orang miskin"ketus Prilly.

Alio mengambil tahu dan mencoleknya ke sambal lalu memakannya. "Suka kok. Enak makanannya."

"Nggak boleh begitu sama tamu, Nak. Ya sudah ayo kita makan. Maaf ya Alio makan seadanya saja. Kalau tau kamu datang, pasti Prilly akan masak jauh lebih baik."

Alio menggeleng. "Tidak perlu, Tante. Masalan ini sudah lebih dari cukup. Apa yang Prilly masak pasti saya makan."

Cih, sok ngambil hati.

.


.

Saat ini keduanya duduk di teras. Prilly memilih bungkam karena terlanjur malas dengan kedatangan Alio yang tiba-tiba. Apalagi sambutan dari Sang Ibu pada Alio membuat Prilly kesal sendiri. Ia masih tidak terima perihal ucapan Ibunya kemarin dimana Prilly harus menerima semua ini tanpa melawan sedikit pun.

Secara tidak sengaja. Ibunya seperti mendukung Ayahnya yang sudah menjualnya ke Alio. Terdengar kasar. Tetapi, kenyataan sebenarnya begitu karena jika Alio benar-benar tulus ingin Prilly keluar dari penderitaan. Sudah pasti lelaki ini tidak butuh imbalan apalagi memaksanya untuk balik menyukai Alio.

"Kenapa tidak masuk kerja?"

Prilly berdecak kesal. "Saya sudah resign. Lebih baik Tuan segera pergi dari sini."

"Kenapa kamu ngusir aku? Kamu masih marah perihal kemarin? Aku cuma mengatakan hal yang memang ingin kamu ketahui"ucap Alio tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Prilly mengatur nafas. "Saya serendah itu bagi Anda, Tuan?"

"Aku nggak pernah ngerendahin kamu, Prilly. Semuanya murni untuk nolong kamu supaya bisa bebas dari perbuatan jahat Ayah kamu."

"Terus kenapa Tuan meminta saya untuk menyukai Tuan apalagi sampai harus menikah dengan Tuan?"

Alio melebarkan senyum. "Itu adalah permintaan Ayah kamu. Jadi saya hanya mengabulkan."

"Itu bukan permintaan! Ini semacam saya dijual kepada Tuan untuk Ayah saya bisa mendapatkan uang 1,3 milliar!"

Alio menggeleng. "Jangan negatif gitu dong. Kamu harus bisa berpikir panjang sama bantuan orang. Saya berikan uang itu murni untuk membebaskan Ibu kamu dan mengusir Ayah kamu. Bukan berarti uang itu saya pergunakan untuk membeli kamu Prilly."

"Munafik! Lebih baik Tuan pergi. Saya tidak ingin Tuan mengganggu kehidupan saya lagi. Saya akan ganti uang 1,3 milliar itu. Tetapi, tolong beri saya banyak waktu."

Alio tersenyum sinis. "Aku nggak akan pernah biarin kamu melakukannya. Besok masuk seperti biasa. Aku nggak mau kamu berperilaku kayak gini lagi."

Setelahnya, Alio pergi dari rumah Prilly. "Gue nggak bisa bayangin hidup sama orang egois kayak dia."

...

Halo aku update lagi

Cung yang nungguin?

Gimana sama part ini hehe

Aku sengaja update sekarang aja. Takut tiba2 draftnya kehapus :")

Jangan lupa like dan komennya.

Menghiasi Gabriella [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang