○ 37

650 61 14
                                    

"Siang ini pengambilan ijazah udah bisa diambil"ujar Prilly melirik ke arah Alio yang fokus menonton siaran televisi.

Alio mengangguk. "Bisa ambil kapan-kapan."

"Aku maunya hari ini. Udah lama nggak ketemu sama temen-temen"ucap Prilly.

Alio menghela nafas. "Baru 3 bulan lalu ketemu."

"Ya udah aku ambil sendiri."

Alio menggeleng. "Sama aku."

.

.

"Lama sekali tidak bertemu kalian. Ibu jadi kangen. Dua mahasiswa kebanggaan jurusan"ucap Bu Hana tersenyum simpul ketika Alio dan Prilly bersalaman.

Prilly ikut tersenyum. "Saya juga sudah lama sekali tidak bertemu Bu Hana. Terima kasih ya, Bu. Saya bisa lulus berkat Bu Hana yang membantu saya."

"Sama-sama, Prilly. Ngomong-ngomong kalian pacaran ya? Kok saya lihat kalian jalan berdua senyum-senyum terus."

Alio menggaruk belakang kepalanya. "Sebenarnya sudah menikah, Bu. Baru saja kemarin."

"Loh? Beneran?"

Prilly mengigit bibir bawahnya. "Alio becanda, Bu. Saya sama Alio masih pacaran. Kami permisi dulu ya, Bu."

.

.

Prilly menghela nafas dengan berat ketika baru memasuki mobil dan Alio sudah menyalakan mesin. "Kamu keterlaluan, Alio."

"Keterlaluan? Aku keterlaluan apa?"

Prilly mendelik tajam pada Alio. "Kenapa kamu bilang kita udah nikah? Aku nggak enak sama Bu Hana karena nggak di undang ke acara nikahan kita."

"Apa salahnya bilang kita udah nikah? Cepat atau lambat semua akan tau. Lagian masih ada resepsi kita bisa undang Bu Hana. Pikir panjang dong"decak Alio kesal.

Prilly menepuk dahinya. "Iya masih ada resepsi. Aku lupa. Maaf ya."

"..."

Prilly mendengus kesal. "Kok nggak di respon? Aku minta maaf loh."

"Masa maafnya gitu doang. Pake kata sayang kek. Elus-elus tangan gitu."

Prilly terkekeh ringan dan mengambil satu tangan kanan Alio untuk di genggam lalu menyalaminya. "Maafin aku ya suami."

"Sayangnya mana?"

"Udah ayo jalan."

"Sayangnya mana?"

"Sayang, ayo jalan."

"Oke, sayang."

***

Angga melirik ke arah Prilly yang sibuk menyiram tanaman di sore hari di ruang khusus. Ia menolehkan pandangan ke semua sudut dan tidak menemukan siapa pun kecuali Prilly. Kesempatan bagus untuk Angga berbicara serius pada menantunya.

"Prilly."

Prilly menghentikan aksi menyiram tanaman dan menoleh ke sumber suara. Langsung saja ia letakkan alat penyemprot tanaman dan berjalan menghampiri Angga yang sudah duduk di sofa. Keduanya duduk berhadapan.

Rasanya canggung sekali duduk berdua seperti ini. Belum pernah lagi Prilly berbicara berdua bersama mertuanya. Terakhir kali saat kejadian dimana mertuanya ini memarahi dan menghinanya.

"Tanpa basa-basi saya cuma mau tanya. Apa alasan kamu melakukan ini semua?"

Prilly menaikkan alis bingung. "Maksudnya, Pa?"

"Kenapa tiba-tiba kamu yang menggebu-gebu ingin Alio nikahi? Bahkan sikap dan nada bicara kamu pada saya sangat berubah. Apa alasanmu?"

Prilly tersenyum tipis. "Saat direndahkan oleh seseorang, bahkan saya harus diam. Tetapi, bukan berarti saya harus diam selamanya kan? Momen ini yang paling saya tunggu sekali seumur hidup. Walaupun Papa tidak suka, saya harus jadi sosok tegas untuk membuktikan pada Papa bahwa saya benar-benar serius untuk jadi istri Alio. Saya rasa itu saja alasannya."

"Bukan karena uang 1,3 milliar itu kan?"

Prilly terkekeh ringan. "Gimana bisa saya melupakan itu? Bahkan mungkin sampai saya tua hal tersebut mungkin akan selalu Papa ungkit. Tenang saja, Pa. Saya selalu ingat bahwa saya pernah dibeli Alio dengan harga 1,3 milliar."

"Apa rencanamu selanjutnya?"

Prilly terdiam sejenak. "Punya Anak. Hidup bahagia."

"Tidak punya rencana untuk membuat saya menerima kamu menjadi menantu keluarga Albert?"

Prilly mengangguk. "Punya. Rencana itu sedang berjalan dan saya yakin akan berhasil."

"Seyakin itu?"

"Sangat yakin. Saya tau Papa tidak akan setega itu membiarkan Alio terus memusuhi Papa."

Angga tersenyum sinis. "Saya tidak takut untuk di musuhi."

"Tidak takut. Tetapi, kenapa waktu Mami minta cerai Papa ketakutan?"

Angga terdiam.

Prilly terkekeh. "Saya kasih banyak waktu untuk Papa bisa melihat seberapa seriusnya saya ingin jadi istri Alio. Papa jangan ragu untuk menghina bahkan merendahkan saya. Saya siap untuk melawan itu semua. Papa pikir saya akan lemah hanya karena itu semua? Nggak, Pa. Nggak akan pernah. Saya punya Alio sekarang."

"Pintar sekali berbicara. Ayahmu gimana? Kenapa dia tiba-tiba datang ke acara pernikahan dan menjadi wali nikahmu? Sama saja uang 1,3 milliar tidak ada gunanya Alio berikan untuk Ayah kamu jika dia masih ada di sini."

Prilly tersenyum. "Itu permintaan terakhir Ayah. Saya rasa Papa nggak perlu ikut campur dan tolong berhenti membahas hal ini lagi. Cepat atau lambat saya ganti uang 1,3 milliar itu."

"Caranya?"

"Bercerai dengan Alio."

"Kamu gila?!"

Prilly tersenyum sinis. "Kenapa harus gila?"

"Kalian baru saja menikah. Kenapa kamu sudah berpikir sejauh itu?"

Prilly berdiri dari duduknya. "Saya juga punya perasaan, Pa. Jika di setiap hari dalam hidup Papa selalu membahas uang 1,3 milliar. Saya tentu akan membara dan mencari cara untuk mengembalikan uang itu. Papa kira saya mau hidup dalam tekanan dan terus di rendahkan bahkan oleh mertua sendiri? Bahkan walaupun saya mencintai Alio. Saya tidak akan mau hidup seperti ini. Biarkan saja Alio terluka untuk kedua kalinya."

Angga mengepalkan kedua tangan geram. Berani sekali Prilly berbicara seperti itu. Apa Prilly tidak berpikir bagaimana nasib Alio jika di ceraikan begitu saja? Angga tentu tidak mau jika Alio terluka untuk kedua kalinya dan kembali menjadi sosok dingin.

Tidak akan Angga biarkan perempuan mana pun menyakiti Anak semata wayangnya. Sampai kalimat sakti terucap dalam bibir Angga. "Tetap bersama Alio dan lupakan soal uang 1,3 milliar itu. Kamu saya terima jadi menantu di keluarga ini. Paham?!"

Setelahnya Angga pergi. Prilly menghapus jejak air mata dan tersenyum sinis. Ia melirik ke arah jendela balkon dimana Alio berada. Keduanya tersenyum simpul dan Alio berjalan memeluknya.

"Kamu hebat sayang. Selamat menjadi keluarga Albert seutuhnya."

...

Hayo siapa yang udah nethink sama part ini 😂

Aku kembali update di jam2 siang yeayy

Jangan lupa like dan komennya

Terima kasih

Menghiasi Gabriella [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang