○ 04

834 55 11
                                        

Clafita menggeleng pelan melihat Alio turun dari mobil Haidar dan bersikap acuh ketika beberapa sapaan menyambut kedatangannya di lobby hotel. Ia tidak habis fikir dengan anak semata wayangnya yang sangat dingin dan tidak ingin sekedar memamerkan senyum di hadapan para karyawan maupun para tamu. Meskipun karyawan dan tamu tidak mempermasalahkan sikap dingin Alio. Namun, tentu saja Clafita tidak ingin Anaknya terus bersikap seperti itu.

Bagaimana bisa seorang Alio akan menjadi penerus hotel jika senyum dan bersikap ramah saja tidak bisa? Apakah ia harus menarik Alio untuk duduk di kursus khusus melatih senyum? Bisa gila lama-lama Clafita menghadapi sikap Alio ini.

"Gimana skripsimu?"tanya Clafita ketika Alio ikut duduk di resto hotel untuk menikmati santapan makan siang.

Haidar memilih masuk ke dalam kitchen untuk melihat menu makanan yang cocok untuk di santap. Dia juga berencana untuk tidak makan siang bersama Ibu dan Anak itu. Sudah pasti dia akan ikut di introgasi mengingat pertanyaan pembuka Clafita cukup serius.

"2 minggu lagi aku akan bimbingan kedua"tutur Alio sambil menyeruput es jeruk yang sudah di sediakan.

Clafita menaikkan alis. "Kamu harus rajin bimbingan, Alio. Mami nggak mau kamu malas-malasan. Terus progress bimbinganmu gimana?"

"Banyak revisi yang harus aku kerjain sekaligus harus kerjain bab 4"jawab Alio cukup tenang.

Clafita menghela nafas. "Dosenmu saja sudah kasih kamu tantangan untuk segera rampungin skripsi karena beliau tau kamu itu mahasiswa hebat. Buktinya? Di awal bimbingan dalam waktu pengerjaan 1 minggu kamu bisa mengerjakan sampai bab 3."

"Tetapi, banyak revisi dari setiap bab yang harus aku perbaiki. Judul dan isi aku nggak sepenuhnya sesuai"ujar Alio menatap jengah pada Maminya.

Clafita memutar bola matanya malas. "Ya kamu usaha dong gimana caranya nggak harus revisi banyak. Ingat ya, Alio. Kamu itu pintar. Sebentar lagi akan gantikan posisi Papa sebagai CEO. Kalau skripsi kamu jelek. Otomatis gelar kamu sebagai pewaris utama bisa jatuh ke Haidar yang nggak ada sangkut pautnya sama hotel ini."

"Kalaupun jatuh ke Haidar bukannya nggak masalah? Haidar sepupu aku. Anak dari Adik Papa. Bagus kan Haidar bisa bantu nerusin hotel ini."

Clafita menghembuskan nafas kasar. "Setiap Anak di keluarga Papa punya tanggung jawab dan jatahnya masing-masing. Jangan lengah. Kamu satu-satunya harapan Papa untuk nerusin hotel ini. IPK kamu nyaris sempurna. Kamu pintar. Nilai setiap matkul selalu bagus. Gunakan otak kamu untuk kemajuan hotel ini."

"Udah ya, Mi. Alio capek pengen istirahat"putus Alio memilih bangkit dari duduknya dan meninggalkan Clafita yang terus memanggil namanya.

Clafita mendengus kesal. "Anak itu selalu kabur kalau dikasih tau."

"Eh, Haidar. Sini kamu!"

Haidar tertawa nyengir saat ingin menjauh dari pandangan Clafita untuk mengejar Alio yang sudah naik lift menuju lantai 6 dimana kamarnya berada. Haidar terpaksa berjalan mendekati Clafita yang sudah melipat kedua tangan di dada. Ia sejenak merapalkan doa supaya Clafita tidak bertanya macam-macam.

"Duduk!"

Haidar menurut dan duduk di hadapan Clafita. "Kenapa Tante?"

"Temenin makan siang dong. Masa Tante makan siang sendiri"keluh Clafita mendengus kesal membuat Haidar menghela nafas lega.

Dia pikir akan di introgasi mengenai Alio. Ternyata tidak. Setidaknya Haidar bisa bernafas lega dan semoga saja setelah makan siang ia bisa segera kabur.

***

"Lo kenapa Prill? Kok belum mau pulang?"tanya Gani melirik ke arah Prilly yang sudah dari 10 menit lalu menyelesaikan revisian skripsinya di laptop Gani.

Ya, Prilly tidak memiliki laptop jadi ia meminjam laptop Gani untuk mengerjakan skripsinya. Ia bersyukur mempunyai sahabat seperti Gani yang berbaik hati meminjamkan laptop padanya. Bahkan, dengan baik hati ingin memberikan Prilly laptop bekas namun masih bagus.

Tetapi, Prilly menolak dan hanya ingin meminjam di tempat saat diperlukan. Jadilah setiap Prilly membutuhkan, Gani selalu membawa laptop yang sudah tidak ia pakai karena telah membeli yang baru. Gani tidak masalah harus kerepotan membawa laptop karena ia juga ingin memberikan rasa nyaman pada sahabatnya Prilly.

"Gue berhenti kerja karena restonya tutup. Gue bingung mau cari kerjaan dimana karena uang gue menipis. Uangnya cuma cukup untuk makan 3 hari ke depan"tutur Prilly menunduk.

Sebenarnya ia juga bimbang harus membeli lauk ayam atau tidak. Sebab jika ia membeli lauk ayam, tentu saja uangnya akan berkurang banyak. Dia harus membeli beras dan mungkin uangnya hanya cukup sampai besok.

"Sementara ini, gue kasih lo uang dulu. Nanti gue bantu cari pekerjaan. Sebagai gantinya, lo traktir gue kalau lo udah gajian. Gimana?"tawaran Gani saat menggiurkan bagi Prilly.

Tanpa bermaksud merendahkan. Gani memberikan opsi yang membuat senyuman Prilly melebar. Bahagia sekali Prilly mempunyai sahabat seperti Gani. Selalu mau di repotkan dan hanya ingin imbalan untuk mentraktirnya makan. Itupun makan di pinggir jalan dengan harga terjangkau.

"Nggak papa nih?"tanya Prilly memastikan.

Gani mengangguk mantap dan menyerahkan 3 lembar uang ratusan ribu. "Lo pegang dulu sampai dapet pekerjaan baru. Gue akan usaha cari buat lo."

"Makasih, Gan. Lo selalu baik dan bantuin gue"ucap Prilly dengan tulus kemudian memeluk tubuh sahabatnya.

Gani tersenyum simpul. "Sama-sama. Jangan khawatir. Gue yakin secepatnya lo bakalan dapet kerjaan baru."

"Semoga."

Drtttt

Gani merogoh ponsel yang ada di dalam saku celananya dan membuka pesan dari seseorang. Ia tersenyum lebar membuat Prilly kebingungan. Prilly menepuk pundak Gani.

"Kenapa lo?"

"Prill, gue punya kerjaan baru buat lo. Hotel bintang 5 lagi buka lowongan kerja posisi room service. Masalah pelayanan lo jagonya. Gajinya lumayan gede kalau lo mau kerja full time."

"Nama hotelnya?"

"Albert Hotel. Lo tertarik?"

...

Kira-kira Prilly tertarik nggak nih? Semoga author idenya makin lancar ya biar bisa update terus hehe

Selamat menjalani aktivitas semuanya.

Jangan lupa like dan komen.

Menghiasi Gabriella [ENDING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang