[5] Sesak di Dada

478 63 10
                                    

Jangan banyak ekspektasi tentang akhir kisah ini, karena endingnya belum pasti.

Entah itu sad atau happy atau malah gantung.

Pokoknya biarkan cerita ini mengalir aja ya. Setuju?

Dan sebenarnya, aku galau berat sama novel ini. Haruskah dilanjut atau ganti yang lain aja?
(Stok ceritaku ada 2, tapi belum edit semua. Sama2 romance dan ending blm jelas...)
Kasih saran ya :) makasih...


***



Sejak kuliah di Bandung, aku sudah bersahabat dengan tiga orang ini; Divya, Zahra, dan Tasya. Kami satu asrama di tingkat pertama. Lalu satu kost di tingkat selanjutnya sampai kami selesai kuliah. Kami tidak putus komunikasi lewat grup di aplikasi Whatsapp. Meski semuanya tinggal di Jakarta, tapi rasanya tidak ada waktu untuk bertemu dan berkumpul seperti saat dulu. Kami tinggal berjauhan dan semua orang sibuk dengan urusan pribadi serta pekerjaan masing-masing. Apalagi Divya, dia sudah menyandang dua gelar yang membuat kami bertiga senang luar biasa, sebagai istri dan calon ibu dari bayi yang dikandungnya. Betapa sempurna hidup Divya. Oh, tidak juga, ada sesuatu yang harus dia korbankan sebelum semua ini ia dapatkan. Ia pernah bilang satu hal kepada kami, "masing-masing orang punya jalannya sendiri, alur hidup yang harus dia lalui baik itu sedih atau senang, dinikmati saja". Semenjak ia jadi istri pembawaannya jadi lebih dewasa dan realistis.

Grup kami tak henti membahas soal kabar perceraian artis yang baru menikah tiga tahun dan dikaruniani satu orang anak. Membuat Tasya panik seketika, ia menolak menikah muda seperti jalan yang Divya pilih. Sementara itu, Zahra selalu memberikan masukan, dia sangat open minded, well ... aku suka dengannya. Sangat. Dia juga yang paling waras di antara kami berempat.

Divya belum muncul sampai sekarang, mungkin calon ibu itu sibuk mengurus suaminya yang baru balik kerja. Aku sendiri hanya membaca sekilas chat dua orang di dalam grup, sampai akhirnya Divya muncul dan seketika aku senang. Yang kutunggu akhirnya datang.

Divya : Hei, kalian belum pada nikah sudah bahas kawin-cerai.

Zahra is typing...

Divya : Sya, jangan keseringan lihat gosip. Mama dan Papa kamu buktinya baik-baik saja 'kan? Langgeng. Meski hasil dr perjodohan di usia muda.

Tasya : Iya, role model gue itu bokap sama nyokap aja, bukan seleb-seleb itu deh.

Aku pun ingin ikut merumpi.

Kanes : Bagus, Sya. Lebih bagus lagi, role modelnya itu Rasulullah. Pesan emak gue nih!

Meski hatiku dirundung perasaan galau dan gelisah, tetapi kalau kami berempat sudah berkumpul di forum begini, rasanya dunia ini kembali bersinar dan berwarna seperti pelangi sehabis hujan. Macam-macam warna. Itulah gunanya sahabat, sosok dan celetukannya selalu menghibur.

Zahra : Kabar bumil gmn? Sehat selalu kan, Di?

Divya : Alhamdulillah, baik dong.

Tasya : Kabar suami gmn, Di? Hehehe. Aman, kan, Mas Arya? Nggak lirik nona2 lain maksudnya.

Aku spontan mendelik sebelum mengetik.

Kanes : Heh, ngapain lo tanya kabar suami Didi segala?

Divya : Si Bapak baik juga, alhamdulillah. Knp? Mau kirim salam?

Divya : Bapak mah nggak bs lirik cewek lain. Gak ada yg mau soalnya, dingin dan enggak romantis!

Lebih Dari ApapunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang