Cinta itu ada, karena kita terbiasa bersama.
Hai, kembali lagi bersama Rehan dan Kanes yang akan menghibur hari kalian
Selamat menikmati cerita ini ya, temans
Jangan lupa vote dan komen sebanyak-banyaknya
Lagi-lagi dunia terbalik, Rehan turun tangan untuk memasak menu malam ini. Ia hanya menyuruhku bantu-bantu yang simpel-simpel saja. Menumis bumbu, mengaduk, mendekatkan garam dan bumbu lainnya. Seperti asisten amatir dari koki profesional.
"Kamu nggak jadi chef saja sih kalau hobi masak gini?" komentarku.
"Nggak semua hobi bisa jadi profesi," jawabnya lugas. Dia kembali sibuk memotong sayur mayur untuk membuat sop ayam.
"Mama ngajarin kamu masak atau kamu inisiatif, Han?"
"Inisiatif bantu." Rehan tersenyum sekilas, manis. "Masakan Mbak kurang sih, kalau si Mbok yang lama tuh enak masaknya. Tapi, sudah pensiun pas aku balik dari Bandung."
Aku mengangguk, baru mendengar cerita ini darinya. "Masakan aku apalagi. Hambar banget kayaknya." Haha, mengejek diri sendiri. Masih enggan belajar walau sudah jadi istri. Kalau Tasya sampai tahu, aku bisa dimaki habis-habisan olehnya. Kalau Divya dan Zahra tahu, aku sudah dikursusin oleh mereka berdua. Makanya, aku tak akan pernah membongkar urusan dapur ini saat bertemu dengan mereka.
Rehan selesai memotong semua bahan untuk sop, ia menatapku lembut. "Tapi aku mau makan kalau kamu coba masak," Ia tersenyum menawan.
"Eh!" Aku terperangah olehnya, sekian detik. "Aku kupasin buah mangga aja ya?" Buru-buru mengganti topik. Wajahku mendadak gerah luar biasa saat berjarak dekat dengannya.
"Hem, boleh. Hati-hati, pisaunya tajam." Ia mengingatkan.
Aku hanya memberi dia anggukkan, kikuk. Kupilih untuk duduk di meja makan, memunggungi Rehan yang sedang sibuk membuat sop, aroma daging ayam dan kaldunya tercium, membuat perut jadi lapar.
Minggu ini Rehan dan aku tidak pergi kemana-mana kecuali hanya belanja ke supermarket terdekat saja. Membeli semua bahan yang sempat kehabisan, menyetok sayur dan buah-buahan segar, termasuk mangga yang sudah selesai kukupas ini. Aku meletakkannya dalam piring bening, mengambil garpu dan mencobanya.
"Ehm...," Manisnya pas. "Han, mau coba?" Aku memutar badan, menawarkan potongan mangga yang sudah kutusuk pakai garpu.
Rehan tersenyum lalu mendekat, aku menyuapinya untuk kedua kalinya. Pertama, tentu saat kami berada di atas pelaminan dan si fotografer iseng sekali sampai mengharuskan aku dan Rehan main suap-suapan. Kalau diingat-ingat lagi, saat itu aku setengah mati menahan tawa, Rehan juga. Canggung tapi lucu. Foto itu ada di kamarku, dipasang pada figura kecil dan diletakkan di atas meja rias. Mama yang memberikannya padaku, katanya candid.
"Manis 'kan? Ini mangga harum manis, aku suka baget. Kalau di rumah Nenek, pohonnya sampai ada tiga, semuanya berbuah. Cucu-cucunya sering rebutan kalau lagi kumpul, padahal buahnya melimpah ruah! Dasar kami ya," ceritaku antusias.
"Seru dong?"
"Ya..." Aku tersenyum. "Suka? Manis 'kan?" Kuulang pertanyaan sebelumnya.
"Manis ... kayak kamu," jawab Rehan sambil memainkan mata.
![](https://img.wattpad.com/cover/202156798-288-k552676.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Lebih Dari Apapun
ChickLitKehidupan tak semulus selembar kertas putih, karena pada akhirnya banyak coretan tinta berbagai warna di atasnya. Itulah kehidupan yang aku jalani. Aku mencintai kekasihku, Ian. Sayangnya, jarak membentang terlalu jauh. Hari-hariku malah terjebak be...