[42] Malaikat Kecilku

511 51 8
                                    


Ada yang harus kembali ke tempat tertinggi, karena dia harus mengikuti garis takdir yang telah Tuhan tentukan.



Kasih aku love lagi ya...

Biar cepet kelar nulisnya dan mari kita sambung cerita sebelah "Enchanted" hahahah



BAB 42 



Kursor masih berkedip. Aku baru menyelesaikan update data sampai bulan Desember. Data satu tahun nyaris selesai aku kerjakan setelah nekat lembur beberapa hari ini. Laporan beres, hanya ada koreksi kecil yang tidak terlalu berarti. Semoga semuanya aman terkendali.

Aku mengelus perut, tersenyum sendiri. Ada makhluk kecil dalam perutku yang ikut andil dalam perjuangan ini. Semoga calon bayi ini jadi menusia yang tangguh, siap menghadapi kerasnya hidup.

Ponselku sedang ramai, banyak pesan masuk dari grup-grup WhatsApp. Grup kantor, grup keluarga dan grup dari zaman kuliah. Aku lebih tertarik membuka grup kuliah, obrolan di sana lebih menyenangkan dan membuatku selalu waras. Kali ini Divya membawa topik hangat hingga semua anggota grup memberi komentar.

Ada sebuah kata-kata di-bold yang Divya kutip entah dari mana.

"Seorang istri kelak di akhirat tidak ditanya kertas-kertas pekerjaan di kantornya, tetapi yang ditanya adalah urusan di rumahnya, serta bagaimana dia mengurus anak dan melayani suaminya."

Kuletakkan ponsel di atas meja. Tertegun ketika selesai membacanya. Merasa tertohok sekali meski Divya tidak bermaksud demikian. Aku tahu maksud dia baik, dia dan Zahra selalu mengirim pesan-pesan berupa nasihat dan menjadi pengingat kami berempat. Tapi kini, rasanya aku seperti sedang ditikam sesuatu.

Dadaku mendadak sesak luar biasa.

Han, apakah selama ini aku enggak melayani kamu dengan baik? Apa aku salah karena belum menjalankan tugas dengan baik? Kamu mau aku jadi seperti apa, Han?

Mataku panas, setetes air mata keluar dari persembunyian terbaiknya. Aku buru-buru mengusap. CCTV berjalan ada di mana-mana, Mbak Hana dan Rumi sejak tadi mondar-mandir mengambil kertas-kertas hasil print-nya, aku tidak mau mereka melihatku menangis.

Tanpa pikir panjang, aku buru-buru mengirim pesan untuk Rehan.

Han, dinner yuk?

Selang lima belas menit, Rehan baru membalas. Ini masih jam kerja juga sih. Salahku.


My Husband

Tumben. Kamu kenapa?

Kok tanyanya gitu L.

Gak suka ya?

Iya, maaf, Sayang...


Kamu yang mau pilihin tempatnya atau aku?

Ada yang menyentuh bahuku, segera kuletakkan ponsel di atas meja dengan posisi tengkurap. "Nes, dipanggil Bos. Lo suruh ke ruangannya sekarang." Kuterima informasi itu dari Mbak Hana.

"Iya, thanks ya!"

Sambil berjalan menuju ruangan Bu Bos, aku setengah menggerutu. Lagi mau bikin rencana sama suami, malah diganggu. Bu Bos meminta laporan tahunan, neraca dan sebagainya. Lengkap. Aku memberikan semua datanya, lalu meeting sebentar sampai jam dua belas lewat lima menit. Semua laporan sudah di cek. Oke. Aman terkendali.

Lebih Dari ApapunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang