Sudah ada yang baca part spesial di KK?
Di sana pakai Rehan's POV. Isinya semacam curhatan Dokter Rehan tentang segalanya. Belum segalanya sih, masih ada banyak hal yang akan dia ceritakan di bab berikutnya.
Semoga kalian suka bab ini 😊
Enjoy the story!
______
Pukul 06.10 pagi, aku menelepon Rehan. Pagi sekali bukan? Tidak peduli waktu lagi, takut keburu lupa karena aku akan segera disibukkan dengan urusan pekerjaan kalau sudah sampai kantor.
"Han, kamu tahu kursus setir mobil nggak? Aku mau belajar nih." Kududukkan badan sejenak di sofa tengah. Rambutku masih basah dan kini kugulung dengan handuk putih.
"Kamu?" tanya Rehan agak kaget.
"Iya."
"Sama aku aja," katanya lugas. Terdengar suara sendok dan cangkir beradu, mengeluarkan irama yang teratur.
"Kamu lagi bikin apa?" Topik obrolan seketika berubah.
"Kopi."
"Bikin sendiri?" tanyaku penasaran.
"Ya, nih."
"Nggak ada Mbak?" Yang kumaksud adalah pembantu di rumahnya.
"Ada. Tapi masa bikin kopi saja nyuruh si Mbak," sahutnya enteng.
Aku tertawa. Spontan. Sudah sering pergi bareng dia, tapi rasanya belum kenal-kenal banget. Memang dasar cowok kerajinan deh dia. Oke, saatnya ketopik semula. "Serius kamu mau ngajarin aku? Pakai mobil kamu? Kalau lecet gimana nanti, Han?" Kebawelanku mulai meningkat di pagi ini.
"Iya, tenang saja, Nes. Kamu bisanya kapan? Malam, jam tujuh lewat gimana? Aku ada di klinik hari ini," paparnya lancar.
Klinik tempat Rehan bekerja memang lumayan dekat dengan apartemenku. "Boleh, tapi jangan nyesel kalau mobil kamu kenapa-napa ya?!"
Rehan tertawa dan sempat membuatku kesal. Apa sih yang lucu?
"Kamu kayak baru kenal aku aja sih, Nes. Kapan aku nyesel kenal sama kamu? Apalagi bantuin kamu bisa nyetir sendiri?"
Tiba-tiba saja ada perasaan aneh yang menjalar dalam benakku, perasaan asing yang tidak bisa aku pahami. Aku segera menyetujuinya kesepakatan ini dan mengabaikan debaran di dada, aku juga berjanji akan pulang tepat waktu. "Ini serius jam tujuh lewat? Mau latihan di mana malam-malam gitu?"
"Kompleks rumahku bisa dipakai, jalannya 'kan lumayan luas dan sepi kok."
"Boleh deh. Atur saja, Han."
"Sip."
Aku segera mengakhiri panggilan dan mempersiapkan diri untuk menjadi murid pertama Rehan. Semoga nanti semuanya berjalan dengan lancar dan Rehan tidak terlalu merasa direpotkan. Untuk saat ini, tawaran Rehan memang lebih menarik daripada mencari kursus mengemudi yang terpercaya.
Setelah hampir setiap malam aku dan Rehan keliling kompleks perumahannya, alhasil aku sudah semakin lancar mengemudi. Rehan bilang, aku memang harus sering-sering terjun langsung ke jalanan supaya tidak kagok atau grogi. Sayang, parkir paralel susahnya minta ampun. Untung saja Rehan supersabar saat mengajariku, termasuk sabar dengan tingkat kebawelanku yang kadang diambang batas bahkan melebihi batas kewajaran seperti semalam. Aku harap Rehan tidak kapok punya teman sepertiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lebih Dari Apapun
ChickLitKehidupan tak semulus selembar kertas putih, karena pada akhirnya banyak coretan tinta berbagai warna di atasnya. Itulah kehidupan yang aku jalani. Aku mencintai kekasihku, Ian. Sayangnya, jarak membentang terlalu jauh. Hari-hariku malah terjebak be...