[35] Rumah Mertua

519 70 5
                                    



Orang tua menasihati, bahwa cinta bisa tumbuh setelah menikah. Membangun dan merawatnya bersama pasangan adalah keromantisan tak terkira.



Hai, ramaikan part ini yuk. Part terpanjang di judul ini. 

Ada 2 POV juga lho!!!

Vote dan Komen dulu sebelum baca. Oke?!


Mudah mudahan suka yaa :)


BAB 35


Selesai shalat ashar aku berbenah kamar sebentar, mengganti seprai kasur dan bantal, lalu menyiapkan diri sebelum pergi ke rumah mama mertua. Kupilih dress warna sandy dengan ritsleting di belakang, tanganku sampai tetapi macet, sementara dari tadi Rehan sudah mengetuk pintu kamar berkali-kali. Aku membukanya dan melongokkan kepala. "Han, sabar dulu...," mukaku mulai panik. Aku tidak suka diburu-buru.

Rehan malah mendorong pintu sampai aku mundur beberapa langkah, dia menatapku curiga karena panik mendadak. "Kamu kenapa, Nes?" tanyanya. Rehan sudah ganteng dengan kemeja yang tadi aku ambilkan, warna hitam dan celana panjang abu-abu gelap.

"Oh, enggak." Satu tanganku masih berada di belakang punggung, mengusahakan ritsleting agar naik. Sayang, tak kunjung bisa dan sepertinya aku butuh bantuan. "Bisa bantu aku, Han, ini susah banget dari tadi." Dengan berusaha menahan diri, malu sebenarnya, aku membalikkan badan sehingga memperlihatkan punggungku pada Rehan.

Tak ada sahutan dari Rehan dalam waktu beberapa detik, lalu aku memanggil namanya lagi, dan dia baru bergerak membantuku.

"Nyangkut ya? Apa aku ganti baju lain aja?"

Rehan tak menjawab, masih kesulitan membetulkan ritsleting yang macet.

"Padahal baju ini baru aku pakai dua atau tiga kali, cuma buat kondangan aja kok. Beli mahal-mahal kok malah gini ya?" kataku pada diri sendiri.

"Udah, Nes."

Aku langsung memutar badan, terkejut melihat wajah Rehan yang begitu dekat denganku. Sangat dekat. Aku mundur selangkah, namun tangan Rehan masih berada di pinggangku, menarikku semakin dekat.

"..." Jantungku rasanya mau lompat ke luar.

"Yang...?"

Aku masih diam, mendongak dan menatap wajah Rehan yang kian dekat. Aku menutup mata rapat-rapat, tak lama kemudian sesuatu mendarat di bibirku dengan lembut. Lima detik berlalu, aku menghitungnya dalam hati, Rehan melepaskanku di detik ke-enam. Aku membuka mata, melihat dia berjalan keluar sambil berkata, "Aku tunggu di luar, Yang."

Aku mengangguk meski dia tidak melihatku. Tersenyum menahan diri untuk tidak teriak setelah sadar apa yang baru saja terjadi di antara kami. Aku menarik garis senyum lebih lebar disebabkan oleh aroma parfum Rehan yang masih menguar di dalam ruangan ini. Aroma yang tidak berlebihan, lembut, manis, dan tidak terlalu strong, tidak sampai bikin kepalaku pusing seperti orang mabok.

Rehan kembali ke kamar, namun ia hanya mencapai pintu. "Kamu sudah selesai 'kan?"

"Ya?" Berapa lama waktu yang kuhabiskan hanya untuk terbengong seperti orang linglung?

Rehan tersenyum menatapku, "Sudah selesai?" Ulangnya dengan suara lebih jelas.

Dengan cepat aku menarik tas di atas meja rias dan menyusulnya ke pintu apartemen.



***



Hidangan di meja makan keluarga begitu lengkap, mulai dari soto, rendang, oseng hati, sampai jenis gorengan tempe, bakwan jagung, risoles dan masih banyak lagi. Aku sampai bingung mama mertuaku ini masak sejak pukul berapa?

Lebih Dari ApapunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang