(+) Special Chapter VIII - 1st Impression

2 0 0
                                    

"Ayo cepat, nanti kita terlambat!"

Lugas hanya berjalan malas dengan memutar bolanya jengah, disisi dia adalah sosok yang sebelumnya berpakaian serba hitam sedang mendengus geli. Pasalnya, kenapa kedua temannya ini begitu kontras satu sama lain. Dia sendiri tidak yakin apakah dia akan tega menyakiti kedua temannya atau tidak?

"Kenapa kau melamun?"

"Hm?"

"Ada apa?" desak Lugas.

Sosok tersebut mengelengkan kepala diiringi senyum tampan, "aku baik-baik saja, kenapa kau begitu khawatir rusa cina?"

"Sekali lagi panggil seperti itu, lihat saja apa yang akan terjadi!"

"CEPATLAH!!! KENAPA KALIAN BERDUA LAMA SEKALI ...."

Kai yang sudah jauh di depan berteriak sangat kencang membuat Lugas mengeluarkan mata marahnya, menyadari kesalahannya Kai langsung berlutut dengan kedua tangannya di kepal lalu di angkat keatas.

Melihat itu Lugas dengan seseorang yang ada di sisinya tertawa, Kai temannya itu kenapa sangatlah lucu. Kepribadiannya tidak sama dengan tubuhnya yang besar.

"Berdirilah, jangan permalukan dirimu di depan para anak tahun pertama." Lugas melewati Kai tanpa berniat membangunkannya.

Satu tahun sudah Lugas meniti ilmu di kampus dengan segala kejutannya yang sudah tidak terhitung. Harapan Lugas sederhana, dia hanya ingin semuanya berjalan lurus sesuai rencana ketika awal masuk pada kampus ini.

Anak-anak tahun kedua sudah berkumpul di sisi jalan arah menuju ruangan auditorium, dari jarak kejauhan terlihat anak tahun pertama menggunakan baju kebangsaan kampus di mana setiap tahunnya menjadi hal yang menarik untuk di lihat.

Xi Lugas ingin menyangkal kenapa anak tahun pertama terlihat lebih cocok daripada ketika saat era dirinya, satu sosok sedikit menjadi pusat perhatian dirinya dengan beriringan suara gumaman seperti—

"Ah ... Aku menemukan orang itu, benar hari ini di mulai."

"Kau berbicara apa?" Lugas menolehkan wajahnya pada sosok temannya yang memiliki visual sangat tampan.

"Aku tidak berbicara apa-apa," kilahnya sebelum—

"Tapi aku juga mendengarnya seperti kau sedang berbicara sesuatu," tuntut Kai.

"Sudahlah ... Ayo kita ke auditorium melihat adik-adik kita."

Kai dan sosok tersebut berjalan lebih dulu tanpa mempedulikan Xi Lugas yang berada di belakangnya dengan melihat punggung kedua temannya itu bergantian.

....

Hari pertama dia harusnya melihat mahasiswa tahun pertama yang sedang di bimbing pada lingkungan baru dengan berbagai hal yang sangat unik.

Nyatanya, dia mendapatkan sesuatu yang buruk. Mengingatnya saja sudah malas, Alet Tan langsung keluar ruangan dengan emosi yang tidak stabil.

"Astaga ... Kenapa aku meladeni wanita itu dan keinginan para mahasiswa lainnya."

Gadis itu berjalan tanpa arah, hingga kakinya mulai menyadari posisinya saat ini adalah jalan dia pulang ke tower asramanya.

Dia hanya terus berjalan, kembali ke kamarnya bukan ide yang buruk. Sejujurnya, dia sangat khawatir dengan pandangan semua orang setelah ini tapi mau bagaimana lagi sifat moody di dalam tubuhnya sedang bergejolak.

Sekitaran kampus dan asrama benar-benar begitu sepi, penyambutan mahasiwa tahun pertama tersebut memang sangat di nantikan oleh para senior.

"Perpustakaan begitu ramai, aku ingin kesana di waktu yang tepat."

Cklekk!!

Di bukanya pintu kamarnya, udara di luar sangat panas. Oleh karena itu, Alet Tan membuat suhu di ruangannya lembab dan dingin karena suhu dari air conditioner.

Dia lupa bahwa dirinya memiliki penyakit—

....

Panitia mahasiswa baru berkumpul kembali karena mendapatkan kabar bahwa Kara membuat anak tahun pertama bekerja tanpa henti, hal tersebut di akui oleh Kara tapi ini sebuah kasus yang tidak seharusnya di ributkan.

Sosok pria tampan dengan tataan rambut ke belakang menjadikan dirinya berkesan bak sang-Hamiltong sangat kental pada darahnya. Dia sedang mengerjakan laporannya, tapi hologram stick yang ia pegang tiba-tiba mati.

"Aku ke kamar Kara dulu ya, mau pinjam Laptop," imbuh Park Chani.

Ada alasan lain kenapa dia ke kamar Kara, teman baiknya itu dari pagi belum masuk makanan apapun. Dia harus memastikan temannya itu tidak sakit karena lupa makan.

Tangannya langsung membuka pintu kamar Kara, hal pertama yang ia sebut adalah—

"Kenapa dingin sekali?"

Menyalakan saklar lampu agar suasana tampak jelas, seketika Park Chani membulatkan matanya melihat sosok gadis di mana kejadian tadi pagi menghilang tanpa jejak.

"Hei ... Apa kau—"

Belum dia menyelesaikan kalimatnya, ia langsung menutup jendela kamar asrama yang terbuka. "Alet kau baik-baik saja?" tanya Chani kembali untuk memastikan.

Tidak ada respon balik, Park Chani membawa Alet dengan ala Bridal Style. Pikirannya sedikit panik karena Alet Tan sedang mengigil hebat dengan wajah pucat.

Dia harus bersyukur bahwa klinik kampus dekat asramanya buka 24 jam full, jadi ia bisa membawa Alet Tan tidak terlalu lama. Dokter wanita yang sudah berusia tapi masih cantik mulai memeriksa keadaan sang pasien wanita tersebut.

Chani meninggalkan ruangan dengan mengeluarkan ponselnya, "Hello!"

Ia cukup senang seseroang yang di telepon mengangkat panggilan teleponnya sangat cepat. Ia menetralkan napasnya yang tidak beraturan karena kepanikam yang di alaminya barusan.

"Cepak ke klinik dekat kampus asrama, Alet mengigil dengan wajah pucat."

Tidak ada hitungan menit, panggilan telepon tersebut langsung di matikan. Park Chani terkekeh geli melihat sikap teman baiknya dari kecil ini tidak berubah sama sekali.

Ketika Park Chani masuk ke ruangan kembali, wajah Alet sudah kembali membaik tidak pucat pasi seperti sebelumnya. Dokter di hadapannya begitu cekatan hingga pada satu titik hatinya sedikit bergetar.

"Astaga ini kenapa?" lirihnya memegang dada.

Wajah Alet begitu bercahaya, kulit kuning langsat di tubuhnya sangat berkilau. Matanya masih terpejam, mungkin karena efek obat. Percayalah Alet adalah salah satu gadi tercantik di kampus ini.

Bibirnya yang berbentuk dan tipis berwarna merah muda tersebut sudah mulai mengeluarkan napas dari mulutnya secara beraturan, masa krisis Alet Tan sudah terlewatkan dengan aman.

Apakah Alet manusia, kenapa begitu cantik?

Pikiran Park Chani tak terkendali, napasnya sedikit memburu dan dadanya semakin terasa seperti di tali tambang sangat erat. Ia kekurangan oksigen di tempat yang tidak seharusnya seperti itu.

Sesekali ia melihat jam di tangannya, menunggu teman, sahabat atau keluarga yang bernama Kara tiba pada klinik. Kara pasti telat karena dia sedang memeriksa satu persatu kamar anak tahun pertama.

Matanya mencoba mengintip kembali dari celah punggung sang dokter, dia hanya ingin memastikan Alet berangsur membaik. Dokter yang menangani Alet belum berhenti dari kegiatannya merawat sang gadis.

Jantung Park Chani semakin berpacu cepat, ia memegang dadanya dan meremasnya dengan kuat. Matanya tidak bisa lepas dari wajah damai Alet Tan yang masih memejamkan matanya dengan cantik.

"Apa jangan-jangan ... Aku jatuh cinta pada gadis itu?" lirih Park Chani tanpa melepas pandangan kepada sang gadis yang mulai berangsur membaik.

....



ZEUS CASTLE: Vena Alga Story [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang