8 - Pertemuan Dua Keluarga

8.2K 496 12
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

💜

Hangat sinar mentari berhasil menembus gorden kamar bernuansa putih itu. Kilaunya kian menampakkan hampir seluruh isi di kamar tersebut. Setiap mata yang melihat isinya, pasti akan dibuat takjub dengan pemandangan yang ada di sana. Di setiap sudut ruangan itu dipenuhi tulisan kaligrafi beraneka bentuk yang begitu indah dan menyejukkan mata.

"By, udah siap?" Suara Deviana terdengar di depan pintu.

Pemuda yang tengah merapikan kemejanya tidak langsung menyahut. Ia memilih untuk mengambil tasnya,  kunci mobil dan berjalan ke luar.

"Udah, Kak," jawabnya ketika pintu kayu itu sudah terbuka. Ia menampilkan senyum tatkala melihat wajah sang kakak yang sudah siap dengan 'seragamnya' juga.

Hari ini, mereka memang berniat untuk berangkat kerja bersama karena Wildan sudah berangkat jam enam pagi tadi. Berhubung Hasby masuk setengah sembilan, jadi ia bisa mengantar kakaknya ke rumah sakit.

"Enggak sarapan dulu?" tanya Deviana ketika sang adik hendak berjalan mendahuluinya.

"Shaum, Kak," balas Hasby tersenyum. Selain karena merupakan kebiasaannya setiap hari Kamis, Hasby berharap, berkah puasanya hari ini bisa memberikan kelancaran untuk acara malam ini.

"Astagfirullah. Aku lupa, By." Deviana menepuk jidatnya karena melupakan hal tersebut.

Kini, keduanya sudah berada di halaman depan. Bersiap untuk berangkat setelah berpamitan pada orang tua mereka.

***

"Pulang nanti mau ke toko, kan, By?" tanya Deviana sebelum ia keluar mobil. Ia baru ingat jika harus menemani laki-laki itu membeli cincin untuk acara lamaran nanti malam.

"Insya Allah, Kak. Ummah bilang, nanti sekalian beli beberapa barang buat di bawa ke sana juga."

"Barang apa?"

"Katanya, sih, mukena, tapi aku kurang tau juga."

Deviana hanya mengangguk. Ia paham maksud ummahnya ingin memberikan sesuatu untuk calon menantunya. Tanpa bertanya lagi, ia lantas pamit pada sang adik dan melenggang pergi. Sedangkan Hasby, laki-laki itu juga segera menjalankan mobilnya menuju kampus.

Menghabiskan waktu tiga puluh menit dari rumah sakit, kini ia sudah tiba di gerbang salah satu universitas swasta yang ada di kotanya. Begitu mobilnya terparkir rapi, ia langsung masuk karena jam mengajarnya tinggal sepuluh menit lagi.

Ketika akan menginjak gerbang fakultas, panggilan seseorang membuat langkahnya terhenti. Ia pun menoleh dan memasang wajah bingung melihat beberapa mahasiswi berjalan ke arahnya.

Begitu jarak antara dirinya dan para mahasiswi itu hanya beberapa meter, Hasby langsung menundukkan kepalanya.

"Assalamu'alaikum, Pak Hasby," ujar perempuan berjilbab pashmina yang hanya dililit di leher itu.

Semesta Araby [SELESAI] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang