Epilog

8.3K 326 27
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

بسم الله الرحمن الرحيم

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💜💜💜

"Ya Allah, bagaimana ini?" bingungnya sejak tadi sudah bolak-balik bak setrika di sekitar kamarnya.

Di tangan kanannya sudah tergenggam dua buah benda yang membuatnya galau luar biasa. Sedangkan di tangan satunya, sudah menempel benda pipih yang masih mengeluarkan suara di ujung sana.

"Gimana, Ra? Lo udah cek belum?"

Suara itu membuat gerak kakinya terhenti. Ia lupa jika panggilan mereka masih tersambung. Sudah hampir satu jam sahabatnya itu menemani kebimbangannya sore itu.

"Belum, Sal. Aku takut," balasnya melirik dua benda yang berada di tangannya.

Sesaat kemudian, ia bisa mendengar decakan dari lawan bicaranya. "Enggak apa-apa. Coba aja dulu. Daripada lo gegana terus menerus 'kan?"

Gadis itu diam sebentar sekaligus mengiyakan saran tadi. Tidak ada salahnya mencoba, tapi hatinya sungguh takut jika hasilnya tidak sesuai harapan. Ia takut, dirinya akan kembali kecewa seperti percobaan-percobaan sebelumnya.

"Aku takut, Sal. Gimana kalau negatif lagi?"

"Come on, Ra. Hilangin overthinking lo itu kali ini aja," kata sahabatnya masih menyemangati. "Kalau lo masih takut, biar gue yang ke sana sekarang juga. Tunggu!"

Baru saja panggilan tersebut akan diputus, ia segera mengambil keputusan sebelum sahabatnya itu benar-benar datang ke sini. Ia tidak mau merepotkan Salsa lagi. Cukup banyak gadis itu membantunya akhir-akhir ini.

"Oke, Sal. Aku bakal coba, tapi kamu jangan ke sini. Udah sore, nanti kamu kecapean."

"Oke. Gue bakal tetap di sini, tapi jangan matiin telponnya. Lo harus kasih tau gue hasilnya gimana," tegas Salsa.

"Iya. Tunggu sebentar."

Usai mengatakan kalimat itu, ia segera meletakkan ponselnya di atas nakas dan beranjak ke kamar mandi. Sepuluh menit kemudian, ia keluar dengan keringat yang hampir memenuhi pelipisnya. Dua benda tadi sudah ia genggam tanpa berani ia buka.

"Sal," panggilnya memastikan apakah sahabatnya itu masih di sana atau tidak.

"Gimana?"

Sebelum memberikan jawaban, ia lebih dulu mengambil napas dalam, kemudian mengeluarkannya kasar. Perlahan tapi pasti, ia buka genggaman tangannya sampai benda panjang itu terlihat jelas di matanya.

"Ya Allah!" kagetnya langsung menutup mulut. Ia hampir syok melihat kedua benda itu sama-sama menampilkan dua garis biru.

"Ra? Lo nggak apa-apa, kan?"

Gadis itu belum mampu berkata-kata. Rasa senang campur haru masih merajai raganya. Ia sungguh tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Semua ini seperti mimpi.

Semesta Araby [SELESAI] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang