53. End (?)

134 9 7
                                    

_____________________

_____________________

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

_____________________

Hal besar terjadi saat jam menunjukkan pukul sembilan malam. Kania tampak menggerakkan jari pada tangannya, kegiatan itu dilihat oleh mata kepala Leni sendiri. Dirinya senang bukan main, hingga heboh sendiri memberitahukannya kepada Heri yang tengah duduk di sofa.

Sesegera mungkin mereka untuk memanggil dokter. Namun sebelum sang dokter sampai ke ruangan, matanya perlahan mulai terbuka. Terima kasih Allah.

Pandangan yang semula buram, lama kelamaan kian jelas. Terlihat di sana dokter yang tengah memeriksa keadaan Kania, ucapan rasa syukur terus menerus dilontarkan.

Kini, setelah dokter meninggalkan ruangan, Leni mengelus puncak kepala Kania, kemudian mengecup keningnya. Sesaat kemudian alis Kania berkerut, menanyakan "Kania gak mati ya?"

"Eh," Leni dan Heri terkejut atas pertanyaannya.

"Kok ngomongnya gitu sih sayang?" Tanya Leni.

Setelahnya, pintu ruangan terbuka, semuanya menengok. Di sana Ica memperlihatkan wajah datarnya, saling menatap dengan Kania dari ambang pintu. Kania mengingat kejadian itu, karenanya mata itu tertutup beserta kedua tangan yang menutupi permukaan wajah, Kania terlihat seperti orang yang tengah ketakutan.

Sepertinya kedatangan Ica bertepatan pada waktu yang buruk. Memang, sepanjang Kania berada di rumah sakit, Ica belum pernah sekalipun untuk datang. Alasannya beragam, hanya pada malam ini paksaan Heri membuat dirinya mau tak mau harus datang.

"Pergi... Kania takut..." Lirihnya dengan suara bergetar.

Ica hanya diam mematung, kemudian memilih pergi. Heri yang melihat kejanggalan tersebut segera menghampiri Ica.

Di luar, saat Heri berhasil meraih pergelangan tangan Ica, dirinya menanyakan "apa yang kakak lakuin?"

"Ck" ia melepaskan cengkraman tangan Heri, "mana kakak tau" cetusnya.

"Jujur."

"Kepalanya berdarah kan waktu itu? Mungkin kebentur, makannya sekarang jadi gila" jawabnya tak punya hati, kemudian pergi begitu saja.

Heri tak percaya dengan tanggapan anaknya itu, begitu menyayat. Dirinya hanya bisa terdiam menatap kepergian Ica.

Sedangkan di sisi lain, Kania sedang menangis. "Udah ya, sekarang minum dulu..." Leni berusaha menenangkannya.

Kania menggeleng tipis, "gak mau..."

Leni yang mendengar penolakan tersebut kembali meletakkan sebotol air miliknya. "Emangnya kenapa sayang? Ayok ceritain."

Belum sempat Kania menjawab, suara kenop pintu yang Heri buka membuyarkan semuanya. Mata Heri kini tertuju kepada Kania, anaknya bisa sampai menangis seperti ini.

Kanza : Kania X Zaki [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang