Kesuksesan promosi Bian sangat terlihat hari ini. Pengunjung restoran jauh lebih banyak daripada biasanya dan bahkan ada yang perlu mengantri untuk mendapatkan tempat duduk. Bukan hanya itu, booking untuk layananku juga penuh hingga dua minggu ke depan. Itu tidak pernah aku bayangkan. Aku kira tidak akan ada banyak orang yang rela membayar lebih hanya untuk aku ladeni.
"Lan, sekarang aku mulai menyesal memamerkanmu ke semua orang. Kamu jadi terlalu populer. Pasti banyak yang mau merebutmu dariku." Keluh Bian. Dia mulai absurd sejak melihat jumlah orang yang meminta layanan eksklusif. Bukan hanya aku yang memprotes keabsurdan itu, hampir semua pegawai juga.
"Kak, itu ngga penting. Yang penting kita punya banyak customer sekarang." Sahutku dengan kalimat yang sama dengan rekan kerjaku yang lain. "Oiya, Jangan lupa tambah bonusku. Kakak bilang aku dapat persentase dari pembayaran eksklusif room."
"Aku ngga akan lupa itu. Tapi jangan mau digodain pelanggan."
"Aduh, gimana ya?" Jawabku pura-pura bingung. Karena mendapatkan kesempatan untuk membalas kejahilan Bian yang suka merayu, aku memanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya.
"Lan..." rajuk Bian pilu.
Aku hanya tersenyum jahil tanpa menjawab rengekan itu. Setelah melihat wajah merengut Bian, aku segera pergi ke pintu masuk restoran. Pelanggan spesialku sebentar lagi akan datang sehingga aku akan membiarkan Bian sibuk dengan kekhawatirannya.
Sambil melangkah, aku mengecek nama pelanggan itu beserta jumlah orang yang akan datang. Orang itu ternyata datang sendiri dan dia membooking menggunakan nama 'be my princess'. Aku tidak bisa menahan senyum melihat nama itu. Mungkin ini alasan kenapa Bian jadi uring-uringan.
"Lan, eksklusif." Panggil Alina. Di belakangnya, pelanggan eksklusif pertamaku sudah datang.
"Hallo, Lan!" Sapa pelanggan itu sambil tersenyum dan melambaikan tangan. Melihat wajah orang itu, senyum langsung menghilang dari bibirku. Sosok tinggi pembawa masalah itu membuat hatiku mencelos.
"Kak Adam?" Aku menyapa balik dengan terpaksa.
Tanpa peduli ekspresiku yang jelas tidak ramah, Adam tetap tersenyum riang dan mendekat dengan semangat. "Jadi, aku orang pertama yang mendapatkanmu kan? dimana roomnya?" Katanya santai tapi entah kenapa aku merasa ada yang aneh dari kata-kata itu.
"Lewat sini kak." Kataku. Aku mencoba bersikap netral dan memperlakukannya sebagai customer yang harus dilayani dengan baik. Pengalamanku di sekolah tidak boleh merusak pekerjaanku.
"Akhirnya aku tahu kamu kerja dimana. Aku akan sering datang." Ujar Adam sambil mengikuti langkahku.
'Tolong jangan sering-sering datang!' Kataku dalam hati saja karena tidak boleh mengatakan hal seperti ini pada customer.
"Menu apa yang enak di sini?" Tanyanya lagi.
"Specialty di sini Roasted Chicken with Lemon Fragrance tapi ada banyak menu lain. Kakak lebih suka menu yang Indonesia asli atau western?"
"Aku sukanya orang Indonesia yang punya wajah manis kayak kamu." Adam malah membalas penjelasan seriusku dengan rayuan.
"Nanti aku jelasin isi menunya. Kakak silahkan duduk dulu." Aku mengabaikan rayuan Adam dan mengarahkannya untuk mengambil tempat duduk di meja panjang satu-satunya di ruangan itu. Setelah Adam duduk dengan baik, aku membukakan menu dan menyerahkan padanya.
"Yang sebelah sini menu makanan Indonesia. Menurutku semua gulainya enak. Pilihan nasi gorengnya juga. Kalau kakak suka menu western, aku rekomendasikan lasagna dan spagetti." Jelasku sambil menunjukkan beberapa makanan rekomendasi Om Revan hari ini.
"Di menunya ada kamu ngga? Aku pesannya kamu aja." Sahut Adam seraya menoleh ke arahku.
"Aku cuma bisa membantu kakak pesan makanan dan foto bareng. Out of menu. Ngga bisa dibeli." Jawabku datar.
"Eh, bisa becanda juga kamu ya? Kirain cuma bisa serius. Di sekolah mukamu serius terus soalnya. Ngga salah aku datengin kamu ke sini." Komentar Adam. Dia akhirnya membuka menu.
'Itu karena di sekolah aku selalu stress.' Batinku.
Adam tidak membutuhkan waktu lama untuk membolak-balik menu namun dia tetap tidak memesan meskipun sudah membaca semuanya. Setelah selesai membaca, dia malah menoleh ke arahku dengan senyum playboy.
"Makanan yang kamu suka di sini apa? Aku pesan itu aja." Katanya.
Mendapat pertanyaan itu, aku tersenyum. "Aku suka semua makanan yang ada di menu ini. Kakak boleh pesan semua kalau mau."
"Apa kamu dapet bonus kalau jualan banyak? Pinter juga kamu ya." Adam mendengus. "Satu makanan yang paling kamu suka, satu minuman, dan satu desert aja."
"Ya sudah kalau kakak ngga bisa beli semuanya. Aku saranin yang ini aja." Kataku sambil membuka menu untuk mencari makanan yang paling mahal.
Melihat bagaimana aku memilih makanan, Adam menghela nafas dan memutar bola mata. "Kamu sengaja banget mau bikin aku belanja banyak."
"Iya." Jawabku tanpa menutupi apapun.
"Lan, aku pengen tahu makanan kesukaanmu. Sekali ini penuhi mauku lah. Aku udah dateng ke sini demi kamu lho. Gimana kalau senengin aku sebagai pelanggan dan teman? Gimanapun aku pelanggan pertama. Nanti aku kasi review bagus kalau kamu mau ngasi tahu." Bujuk Adam.
Well, dia tidak salah. Selain itu dia juga bersikap baik, tidak seperti ketika datang ke kelasku. "Oke, karena kakak bilangnya teman dan bukan pacar, aku mau kasi tahu." Kataku mengiyakan sekaligus menegaskan kalau aku bukan pacarnya. "Roasted Chicken with Lemon Fragrance, gulai merah, matcha cake dan strawberry smoothie. Empat itu yang paling aku suka." Jawabku.
"Aku pesan itu." Adam mengkonfirmasi tanpa berpikir.
"Oke aku catat. Mohon tunggu sebentar." Kataku sambil mengetik di tab. Setelah selesai mengetik semuanya, aku bicara lagi. "Aku ulangi ya kak. Satu Roasted Chicken with Lemon Fragrance, satu gulai merah, satu matcha cake, dan satu strawberry smoothie. Ada yang kurang?"
"Aku pesan dua porsi untuk semuanya. Satu porsi makan di sini. Satu porsi dibungkus."
"Siap." Aku memperbaharui menu.
"Dua Roasted Chicken with Lemon Fragrance, dua gulai merah, dua matcha cake, dan dua strawberry smoothie. Satu porsi makan di tempat. Satu porsi dibungkus. Ada lagi?"
"Ngga."
Karena sudah lengkap, akupun menekan 'kirim'. "Silahkan tunggu paling lama dua puluh menit." Tutupku.
Setelah semuanya selesai, barulah Adam bicara lagi. "Yang dibungkus buat kamu."
Mendengar kalimat itu, aku bengong beberapa detik. Adam bahkan lebih lihai daripada Bian dalam urusan memanfaatkan kesempatan. Sayangnya aku tidak bisa menerima ini.
"Aku..." baru saja aku mau menolak, Adam sudah memotong.
"Itu permohonan maaf karena bikin kacau waktu datang ke kelasmu. Aku ngga nyangka kalau Ryan bakal bikin semuanya jadi ribet. Aku kira dia bakal diem begitu aku bilang kalau kamu pacarku. Ternyata dia malah makin marah. Itu pokoknya harus kamu terima. Kalau ngga, aku bakal ngerasa bersalah."
Tidak punya pilihan lain karena Adam agak memaksa, aku mengangguk. Selanjutnya aku meminta hal yang penting setelah melihat Adam bersikap sopan di tempat ini.
"Kak, tolong jangan datang ke kelasku lagi." Pintaku pelan.
"Aku ngga akan gangguin kamu di kelas. Sebagai gantinya, aku akan gangguin kamu di sini sampai kamu mau jadi pacarku." Jawabnya. Itu juga bukan skenario yang bagus.
"Aku udah punya pacar kak." Kataku memberi tahu. Aku harap dia berhenti karena ini. Namun, harapanku tidak terwujud.
"Aku jadi yang kedua juga ngga apa-apa. Aku bisa toleran kok."
Ini bukan masalah toleran atau tidak toleran! Urgh, berurusan dengan orang ini selalu melelahkan.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
RYVAN 1 - Ugly Duckling
RomanceSeme pembully vs Uke culun vs seme gentleman Cerita tentang orang culun yang menjadi ganteng setelah bertemu tambatan hati yang baik. Sayangnya gara-gara glowing up, orang yang dulu suka membullynya malah mengejar-ngejarnya. Catatan: author nulis u...