Part 2

18.5K 1K 8
                                    

Pelajaran berlangsung sangat lama karena aku membayangkan terlalu banyak hal menakutkan. Seperti berada di dalam neraka, aku tidak bisa awas pada sekitar.

Sayangnya hari itu akan lebih panjang lagi dibandingkan pelajaran yang berlangsung. Aku bahkan belum layak untuk memikirkan masalah apa yang akan aku hadapi ketika pulang sekolah nanti. Bagaimana tidak, masih ada jam istirahat ketika bullian lain datang. Setelah bel berbunyi lagi, Sinta langsung memanggilku untuk diperintah.

"Cupu, sini lo!" Teriak Sinta dari bangku tengah. Cewek satu ini juga punya banyak pengikut jadi akan berabe urusannya kalau tidak diladeni. Selain itu, aku sudah tahu apa yang akan Sinta minta kalau dia memanggil. Jadinya aku bangun dari tempat duduk dan berjalan ke arahnya.

"Beliin gue croffle, cheesecake, sama caramelized brown cha!" Kata Sinta seperti ratu yang menyuruh dayangnya. Aku sepertinya memang babu kelas ini. Semuanya merasa kalau mereka boleh memerintahku seenaknya. Akupun hanya bisa berkata iya atas permintaan itu.

Sialnya antek-antek Sinta juga ikut menitip sehingga banyak yang perlu aku beli. Ketika aku akan keluar, Ryan malah memanggil balik dan menyuruhku membelikannya burger yang hanya dijual di luar gerbang sekolah. Itu menambah jumlah titipan sehingga aku tidak tahu lagi jika aku sempat kembali tepat waktu atau tidak.

Ketika kembali dari berbelanja, aku sibuk membagikan semua barang ke pembelinya. Setelah itu aku disuruh ke kelas lain untuk mengambil tumpukan novel dari gebetan Sinta. Aku terpaksa harus berjalan lagi ke sana dan membawa dua tas yang isinya novel ke kelas.

Dua tas itu sebenarnya berat dan aku membawanya tertatih-tatih. Aku penasaran bagaimana Sinta membawa ini semua pulang. Mungkin dia akan menyuruh supirnya untuk mengangkut semuanya. Atau jangan-jangan aku disuruh lagi untuk membantunya.

Ketika aku terseok-seok membawa dua tas itu menuju kelas, hampir saja aku mau menyerah. Syukurnya di tengah jalan ada yg membantuku. Ethan tiba-tiba datang dan mengambil satu tas yang aku pegang.

"Biar ngga kelewat berat." Katanya.

Ethan adalah satu-satunya teman sekelas yang masih mau menghargaiku yang jelek ini. Setidaknya hanya dia yang bersikap manusiawi. Meskipun begitu, dia juga takut pada Ryan sehingga menjaga jarak aman dengan orang itu. Dia akan membantuku diam-diam tapi banyak berpikir jika urusannya dengan Ryan.

Aku tidak bisa menyalahkan itu. Bagaimanapun Ryan begitu dominan. Tidak ada yang berani melawannya dan tidak satupun yang ingin masuk daftar hitamnya. Siapa juga yang mau menjadikan dirinya sasaran berandalan itu.

"Terima kasih Than." Kataku.

"Ngga apa-apa. Jangan dipikirin." Jawabnya. "Kamu sabar ya. Ryan dan yang lain suka keterlaluan." Lanjutnya.

"Iya. Aku ngga punya pilihan lain."

Memang tidak ada pilihan lain lagi.

"Aku ngga ngerti kenapa Ryan ngincer kamu terus. Orang itu benar-benar kelewatan. Selalu aja nyari yang paling lemah buat dibully. Apa untungnya juga. Mungkin dia dapet kepuasan sendiri jadi segitu jahat sama orang." Gerutu Ethan.

"Jangan omongin dia. Nanti ada yang denger." Kataku mengingatkan.

Ethan hanya mendengus kesal. "Coba kalau Ryan di posisimu, dia ngga akan bisa sesombong itu." Ethan ternyata masih belum selesai.

Sialnya, saat itu juga seseorang tiba-tiba muncul dari belokan lorong dan bertanya. "Siapa yang lo bilang sombong?" Ergi rupanya mendengar apa yang dikatakan Ethan.

Ergi mengagetkan kami berdua. Serentak aku dan Ethan tahu kalau hal buruk akan terjadi. Benar saja, Ergi yang dongkol mendorong-dorong pundak kami dengan wajah murka. Bagaimanapun Ryan adalah idolanya. Dia tidak suka mendengar omongan jelek tentang Ryan.

"Jawab! Siapa yang lo bilang sombong?" Tanya Ergi masih memaksa. Sekarang dia memukul-mukul kepala Ethan.

"Ngga ada." Jawab Ethan pelan dan takut-takut.

Tentu saja Ergi tidak percaya. Dia mendorong Ethan cukup keras hingga terjatuh. "Lo pikir gue budeg?" Katanya emosi. Ethan masih mengerang di lantai.

"Bangun!" Bentaknya sambil menendang.

Melihat itu, aku hanya bisa menolong Ethan untuk bangun lagi. Setelah kami merapikan novel-novel yang berserakan, Ergi memaki.

"Eh bangsat! Bangun cepetan! Gue juga mau ke kelas, cepetan jalan!" Perintahnya.

Aku dan Ethan bangkit kemudian berjalan lagi. Ergi masih memelototi kami dan mengawasi dari belakang. Sesekali dia akan mendorong agar kami berjalan lebih cepat. Dia seakan tidak mau membiarkan kami kabur. Mungkin dia memang tidak membiarkan kami kabur karena apa yang didengarnya dari Ethan tadi.

"Beraninya cuma ngomong di belakang orangnya." Kata Ergi sambil menyodok-nyodok kepala Ethan penuh emosi. Setelah sampai di kelas, dia melapor pada Ryan yang kemudian menyeret Ethan keluar. Setelah itu Dimas duduk di sebelahku. Aku langsung merinding ketika dia menekan kepalaku ke meja.

"Gue denger lo sama Ethan ngejelek-jelekin Ryan di belakangnya. Bener ngga?" Tanyanya.

"Ngga, aku ngga berani." Jawabku memelas.

"Jadi lo nuduh Ergi bohong?"

"Ngga..."

Duh, perkaranya jadi besar. Aku tidak tahu apa yang perlu dilakukan untuk mengatasi ini.

"Tenang aja, nanti lo bisa coba minta maaf ke Ryan sepulang sekolah. Kali aja dia maafin." Kata Dimas seakan itu bisa terjadi. Sampai detik ini aku tidak pernah melihat Ryan memaafkan seseorang.

Dimas kemudian melepaskanku dan kembali ke bangkunya. "Kita lanjutin ntar." Bisiknya.

Aku tidak mau melanjutkan apapun! Namun, Sayangnya, aku tidak mungkin bisa menghindar.

Tak lama kemudian Bu Guru datang dengan diikuti Ryan dan Ergi. Ethan yang tadi seharusnya ikut bersama mereka tidak kelihatan. Aku mulai takut. Apa yang dilakukan dua orang itu?

Pelajaran sudah berlangsung selama sepuluh menit namun Ethan belum muncul juga. Aku yang tidak lagi bisa konsentrasi, memutuskan untuk keluar kelas mencari Ethan. Untungnya sebelum aku keluar, Ethan mengetuk pintu.

"Permisi bu. Maaf telat." Katanya.

Seluruh kelas menoleh ke arah pintu. Aku juga.

Di sana Ethan berdiri dengan pakaian basah dan belepotan tanah.

"Ethan, kamu darimana aja? Kenapa bajumu kayak gitu?" Tanya guru begitu melihat penampilan Ethan.

Pertanyaan itu tidak langsung Ethan jawab. Dia melirik Ryan dan Ergi terlebih dahulu sebelum menoleh ke arah guru lagi.

"Tadi kepleset bu." Jawab Ethan akhirnya.

Dia tidak mungkin sekedar terpeleset. Aku dan semua siswa di ruangan itu bisa tahu. Sayangnya tidak ada yang berani mengungkapkan dugaan mereka.

***

Waktu pulang sekolah tiba dan aku segera membereskan barang-barang agar bisa segera kabur dari pintu belakang. Aku tidak mau berhadapan dengan Ryan dan teman-temannya setelah sekolah usai.

Sayangnya itu hanya harapan belaka. Begitu aku berdiri, Sinta melempar sapu ke arahku. "Bersihin kelas sampe bersih, Cupu!" Katanya angkuh. Hari ini dia yang piket dan dia tidak membiarkanku lolos.

Setelah itu semua siswa keluar kecuali Ryan, Dimas, dan Ergi. Dimas mendekat pelan ke arahku kemudian mencondongkan badan. "Gue tadi bilang kalau lu mati hari ini kan?" Katanya sambil menyeringai keji.

***

RYVAN 1 - Ugly Duckling Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang