Part 35

7K 504 5
                                    

Author POV

Adam menyiapkan pakaian terbaiknya untuk malam ini. Hari ini adalah hari istimewa karena dia akan menemui Fadlan lagi. Mengingat itu saja dia sudah sangat bersemangat.

Ditambah lagi, calon pacarnya itu mungkin sedang depresi sekarang.

"Gue udah kasi tahu Dimas info yang lo suruh. Sekarang lo mau kasi gue apa?" Kata Asri tadi pagi. Melalui temannya itu, Adam memberi tahu Dimas tentang masa lalu Bian yang tidak banyak diketahui orang. Melihat perangai antek Ryan itu, Adam memperkirakan kalau Dimas mungkin tidak akan sabar untuk menceritakan apa yang dia tahu tentang Bian pada Fadlan. Mudah-mudahan dia benar tidak sabar sehingga malam ini kesempatan untuk mendengar curhat dan menghibur Fadlan akan terbuka lebar.

Kalau hari ini Dimas sudah cerita, Fadlan mungkin sudah memasuki dilema karena tahu sesuatu yang sebaiknya tidak diketahui. Di satu sisi, pacar yang dikiranya sempurna ternyata punya masa lalu kelam. Di sisi lain adalah pihak yang menghancurkan kebahagiaan yang selama ini menjadi mimpi indahnya. Kedua pihak itu akan dibenci oleh Fadlan tanpa terkecuali.

Sebagai pihak yang terkesan tidak terlibat dalam drama itu, Adam akan menjadi pihak netral yang tidak berdosa. Pihak tidak berdosa ini akan menjadi penghibur yang sangat dibutuhkan ketika calon pacarnya bersedih dan bingung.

***

"Lo bakal ngerasain apa yang gue rasain. Lo bakal tahu gimana rasanya orang yang lo sayang malah benci sama lo." Kalimat itu terngiang kembali di kepala Bian setelah rumor-rumor di internet menuduhnya sebagai pembully. Meskipun tuduhan mereka banyak yang tidak sesuai kenyataan, tetap saja itu membangkitkan memori tidak mengenakkan.

Dulu dia begitu cepat panas dan berpikiran pendek. Emosinya juga cepat disulut dan dia mudah kesal. Di samping itu, tidak ada yang berani menentangnya sehingga dia jadi tidak terkendali. Jika dia suka dia akan mengungkapkannya, jika tidak suka dia juga mengungkapkannya. Dia tidak pernah menyangka kalau semua itu akan membawa dampak panjang.

Mengingat semua itu, diapun menghela nafas berat.

Apa Fadlan akan menerima siapa dia sebelumnya?

Mereka telah sepakat untuk memberi satu kesempatan perbaikan pada pihak lain jika ada hal buruk yang ditemukan. Namun, apa satu kesempatan itu cukup? Bian tidak yakin. Karena itulah dia tidak berani bercerita hingga sekarang. Mereka belum berpacaran lama dan Fadlan masih menilainya terlalu tinggi.

"Jangan sampai dia denger duluan dari orang lain, Bi. Kamu bakal habis kalau itu yang terjadi." Kata Sofia menasehati.

Temannya itu tidak salah tapi sulit sekali rasanya membuka mulut kalau melihat binar hangat di wajah pacarnya. Dia tidak mau menghancurkan binar ceria itu.

Bian menghela nafas lagi. Hari ini dia akan menguatkan mental agar bisa bercerita.

***

"Gue mesti gimana lagi? Dia ngga nanggepin gue sama sekali dan malah makin kesel." Ryan frustasi. Wajahnya masih basah karena baru mencuci muka.

"Gimana kalau lo kasi dia waktu istirahat? Jangan diganggu dulu. Gimanapun kita mesti rasional. Ngga mungkinlah dia berubah penilaian sama kita secepat itu, bro." Jawab Ergi.

Dia sebenarnya tidak paham bagaimana bencana ini bisa terjadi. Dia mengira kalau hati Ryan tidak akan bisa digerakkan siapapun. Sudah banyak yang mencoba tapi gagal. Siapa sangka yang berhasil malah orang yang sering mengganggu penglihatan temannya ini dan membuatnya naik pitam begitu sering?

Alas, benci dan cinta itu beda tipis. Sekarang dia melihat kebenaran dari pernyataan itu di diri Ryan. Temannya ini sulit mengendalikan amarah dan sulit juga mengendalikan perasaannya ketika jatuh cinta.

"Kalau gue diemin, dia bakal lupain gue. Mikirin itu aja gue udah sakit hati." Sahut Ryan. Dia memang mau membayang-bayangi hidup Fadlan dengan dirinya agar tidak dilupakan.

Masalah tanpa solusi Ryan ini terlalu berat untuk pikiran Ergi yang tidak pernah rumit. Ryan seharusnya berkonsultasi pada Dimas. Orang itu lebih paham apa yang harus dilakukan untuk membujuk seseorang. Setidaknya Dimas lebih paham daripada mereka berdua.

"Kenapa sih lo sukanya sama dia. Ada banyak yang cakep." Keluh Ergi. Sejak tahu isi hati Ryan, pertanyaan ini muncul berkali-kali. Kenapa harus Si Cupu? Banyak orang lain yang tidak mereka bully dan punya wajah menarik tapi Ryan malah jatuh hati pada orang yang sering dia siksa. Apa ini karma?

"Gue juga ngga tahu. Mungkin karena gue syok." Kata Ryan depresi. Wajah Fadlan selalu muncul di ingatannya tanpa berhenti.

"Bro, gimana kalau lo lupain aja dia? Masih banyak orang lain. Gue ngerasa ini ngga mungkin." Ujar Ergi putus asa. Sebaiknya Ryan menghadapi saja patah hatinya kemudian melupakan masalah menyusahkan ini.

"Gue udah berusaha tapi gue ngga bisa." Kata Ryan lebih putus asa dibandingkan Ergi.

***

Aku diam kemudian kembali menatap ke arah layar. Informasi yang disampaikan Dimas mengacaukan seluruh pengertianku. Bagaimanapun Bian yang aku kenal tidaklah seperti yang diceritakan. Aku tidak percaya Bian sanggup menyakiti orang lain sampai separah itu. Yang aku kenal selama ini adalah Bian yang tetap menyayangiku meskipun aku tidak istimewa.

Tenang Lan, tenang!

Dimas adalah orang yang suka menghasut, munafik, dan penuh ide licik. Dia mungkin berbohong atau membesar-besarkan. Untuk pastinya aku harus tanyakan ini pada Bian. Aku tidak boleh langsung terbawa hanya karena ada orang licik yang menjelek-jelekkan pacarku sendiri.

Setelah terguncang beberapa lama, aku akhirnya aku bisa menenangkan diri dan fokus pada apa yang perlu aku kerjakan. Jam istirahat masih cukup lama sehingga ada banyak yang bisa aku cetak. Sambil menunggu, aku bisa mengerjakan PR untuk besok. Hari-hariku sudah tenang sekarang sehingga aku harus efisien belajar.

"Cih. Sok cool." Kata Dimas ketus. Aku tidak lagi mau menanggapi orang itu.

Di tengah obrolan kami, Ryan dan Ergi menyusul. Ryan duduk di sebelahku sementara Ergi duduk di sebelah Dimas. Begitu duduk, Ryan langsung menjatuhkan kepala di pundakku. Tanpa pikir panjang aku langsung menepis kepala kurang ajar itu.

"Sesekali aja. Kog pelit banget?" Keluh Ryan setengah merajuk. Setelah itu dia kembali mencoba tidur di pundakku namun aku menghalangi kepala itu berbuat seenaknya.

"Yan! Kamu bisa ngga berhenti jadi orang menyebalkan?" Ucapku setengah membentak. Sayangnya itu tidak didengarkan dan Ryan menatapku seperti orang yang memelas.

"Ngga mau. Gue bakal tetep nyebelin sampe lo maafin gue. Minimal sampe kita temenan dan lo mau jalan sama gue." Rajuknya.

Itu tidak akan terjadi.

Tanpa menanggapi rengekan kekanakan itu, aku mendorong kepala Ryan sekeras mungkin kemudian kembali pada pekerjaanku.

"Lan, lo ngerjain apa sih? Gimana kalau gue nyuruh orang ngerjainnya jadi lo bisa nemenin gue aja."

"Aku sedang belajar. Ini kerjaan yang ngga bisa diwakilkan jadi jangan ganggu aku."

Namun Ryan tidak mau berhenti juga. Setelah berhari-hari ditolak, hari itu dia semakin nekat. Di tengah ruangan yang penuh dengan layar komputer dan di depan dua temannya, dia mencium pipiku tanpa ijin.

***

RYVAN 1 - Ugly Duckling Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang