"Jangan panik. Hal kayak gini biasa. Kita bisa manfaatkan kondisi ini." Kata Sofia. Dia menghibur Bian yang aku lihat agak cemas tapi tidak berhasil.
Ada banyak rumor buruk yang beredar tentang The Firdaus. Mulai dari makanan yang katanya tidak bersih sampai pelayanan yang tidak baik. Padahal tidak satupun yang benar. Aku sudah panas hanya dari mendengar cerita namun Daffa dan Sofia malah tertawa dan santai.
"Ini tanda yang bagus. Bad marketing is good marketing. Jadi jangan dipikirin! Bahkan dosa lo waktu SMA yang dijadiin rumor, juga ngga bakal bikin susah." Daffa ikut mendukung Sofia.
Dosa waktu SMA? Apa maksudnya itu?
"Jangan sampe yang itu malah bawa masalah. Kalau itu ngejatuhin The Firdaus, gue bakal merasa ngga enak sama semua yang udah bekerja." Kata Bian sambil menghela nafas berat.
"Kak, kakak punya dosa apa waktu SMA?" Tanyaku ingin tahu.
Tersadar akan pertanyaanku, Bian melirik. "Banyak, tapi jangan tanya sekarang ya. Aku belum siap cerita."
"Dia mah takut dihajar sama Allan kalau aibnya kebongkar." Kata Daffa dengan tawa jahil. "Takut dicerai." Tambahnya semakin cekikikan.
"Hush! Jangan bikin orang mikir yang ngga-ngga!" Kata Sofia sambil menampar pundak Daffa. "Jangan dengerin Daffa, Lan! Semuanya udah lewat. Siapa sih yang ngga pernah bandel? Yang penting Bian udah tobat sekarang."
Penjelasan Sofia membuat Bian terlihat meringis. Sepertinya dia tidak mau lagi mengingat-ingat apa yang terjadi. Akupun tidak mau memojokkan Bian sehingga tidak mendesak. Toh kalau sudah siap nanti dia cerita sendiri.
"Aku balik ke depan ya. Pelangganku bentar lagi datang." Kataku.
"Oke, kalau ada apa-apa, bilang." Sahut Bian sambil mengelus kepalaku.
Aku mengangguk kemudian pergi.
***
Author POV
Sinta mengagumi gaya Victoria dan selalu terhanyut oleh cerita antara seorang nona muda dan butlernya. Menurutnya, seorang butler tampan dengan pakaian serba hitam terlihat elegan, berkelas, dan menawan. Pembawaan seorang butler yang tenang, stoic, namun ramah dan melayani, membuatnya jatuh cinta.
Karena itulah dia langsung jatuh cinta melihat foto-foto dan video singkat Allan. Semuanya perfect! Mulai dari pembawaan Allan hingga latar belakangnya, sangat pas dengan yang Sinta imajinasikan. Butler yang selama ini hanya bisa dia tonton dan baca, sekarang bisa dijangkau di dunia nyata.
Sayangnya, teman sekelasnya yang suram dan mirip hikikomori tiba-tiba bertransformasi menjadi seseorang yang sangat mirip dengan butler idolanya. Hanya kacamatanya saja yang membawa perbedaan sehingga mereka terlihat identik. Namun mereka tidak mungkin orang yang sama. Bagaimanapun Sinta tidak bisa menerima kalau Allan adalah Si Cupu yang selalu menunduk ketika berjalan, antisosial, dan tidak bercahaya sama sekali. Seorang butler yang elegan tidak mungkin lahir dari orang sesuram itu.
"Dia Allan! Kalau lo ngga percaya, lo mesti buka kacamatanya. Gue pernah lihat dia ngga pake kacamata dengan mata kepala gue sendiri." Kata Dimas tadi di sekolah.
Meskipun Dimas sepertinya sangat yakin, Sinta masih tidak bisa percaya. Itu karena impiannya di ambang kehancuran. Dunia idealnya digoncang oleh bukti pahit.
Syukurnya dia masih bisa menyelamatkan mimpinya. Malam ini adalah jadwalnya untuk bertemu Allan. Dia akan buktikan sendiri kalau Si Cupu yang hidup di dunia kegelapan tidak mungkin bisa menjadi butler idolanya.
Dia dan empat orang teman sampai di The Firdaus tepat waktu sesuai dengan jadwal booking. Tempat itu memiliki suasana malam romantis dan banyak menggunakan pot bunga hidup. Ornamen-ornamen yang dipakai bergaya Eropa dengan dominasi kayu serta warna-warna kalem. Karena menjadi tamu ruang eksklusif, Sinta tidak perlu mengantri sama sekali. Begitu memberitahu waiter yang berjaga di depan pintu kedatangannya, waiter itu langsung memanggil Allan untuk menjemput mereka.
Saat itulah Sinta melihat wujud asli butler idolanya. Dia tidak sempat memperhatikan banyak karena tercenung oleh sepasang mata hitam jernih seperti dua batu mulia identik. Gerak naik turun kelopak mata Allan menyihirnya begitu kuat sehingga kakinya langsung membatu di tempat. Lina sudah menggoncang pundaknya namun Sinta masih tidak bisa berpaling.
"Selamat malam." Sapa Allan dengan senyum tipis. Senyum itu tidak arogan, tidak pecicilan, dan tidak juga kelewat ceria. Sangat pas.
"Mirip sih sama Si Cupu tapi Allan lebih ganteng." Bisik Nia di telinga Sinta.
Setelah dibisiki, Sinta akhirnya bisa tersadar lagi. Diapun menjawab sapaan Allan dengan dagu yang sedikit terangkat dan nada suara yang angkuh. "Malam." Katanya singkat.
Kalau ini cerita novel, butler yang baik tidak akan terpengaruh oleh keangkuhan nona mudanya. Butler itu akan menjawab keangkuhan itu dengan wajah ramah, suara lembut namun diiringi dengan kalimat bermakna yang menusuk hati. Mereka tetap elegan meskipun membenci sikap angkuh tuannya.
"Mari ikut saya! Tolong hati-hati dan perhatikan jalan dengan baik. Jangan memandang terlalu tinggi." Kata Allan sambil membuka tangan kanannya. Dia masih ramah, hanya saja sepertinya ada sindiran di kalimat terakhir yang diucapkan. Dia seperti mengatai Sinta sombong karena mengangkat dagu.
"Oke." Sahut Sinta kemudian berjalan mengikuti Allan yang melangkah tegap dengan langkah kaki teratur. Dia tidak mempedulikan kalimat Allan yang tadi. Empat temannya mengikutinya di belakang.
Mereka berlima dibawa ke ruangan khusus dengan satu meja panjang. Sepanjang perjalanan singkat itu, Sinta memperhatikan tubuh Allan yang seperti model dengan perawakan langsing dan kaki panjang. Berapa kalipun diperhatikan, gaya dan gestur Allan tidak sama dengan Si Cupu. Mereka mungkin mirip tapi tidak mungkin orang yang sama.
Setelah duduk, Allan memberikan daftar menu pada mereka kemudian memberi rekomendasi. Gaya bicara Allan terdengar lancar dan tertata, tidak seperti Si Cupu yang seringkali tidak bisa membela diri meskipun dikasari. Sekali lagi Sinta merasa kalau dua cowok itu orang yang berbeda,
"Lan, kamu punya saudara kembar ngga?" Tanya Lina memotong penjelasan Allan tentang rekomendasi makanan penutup.
"Tidak." Jawab Allan tenang.
"Beneran? Tapi di kelas kami ada yang mirip banget sama kamu lho. Siapa tahu kamu sebenarnya punya saudara kembar. Kamu perlu cari tahu itu." Kata Nia mendukung Lina.
Allan tidak menjawab selama beberapa lama dan malah mengulum senyum. Setelah berhasil mengendalikan senyumnya dia baru mengucapkan sesuatu lagi. "Untuk desert, saya merekomendasikan matcha cake, tapi kalau misalnya suka yang lebih manis, chocolate moose bisa dicoba." Dia malah melanjutkan rekomendasi dan tidak menanggapi pernyataan Nia.
"Lan, kami mau tahu apakah kamu Fadlan atau bukan?! Ngga usah pura-pura, aku yakin." Seru Tasya yang tidak sabaran. Dia adalah salah satu yang mendukung teori kalau Fadlan dan Allan adalah orang yang sama. Ketika berdebat, Tasya bahkan berani bertaruh untuk membela pendapatnya itu.
Karena dipaksa oleh Tasya, Allan memperhatikan sekeliling. Matanya berkilat jahil dan senyum tipisnya terlihat menyembunyikan sesuatu.
"Jika kalian berpikir seperti itu, mungkin saja iya, mungkin saja ngga." Jawabnya tidak menjawab sama sekali.
"Ngga mungkin. Si Cupu ngga pernah cool kayak gini. Gue ngga percaya." Kata Lina.
"Lu denial banget sih? Bisa aja kan? Kita aja yang mungkin ngga tahu." Bela Tasya.
"Si Cupu kan ga bisa diajak seru-seruan. Ngga tahu caranya ngobrol sama orang juga. Mukanya ngeselin." Nia ikut nimbrung.
"Iya. Orang itu ngga mungkin tiba-tiba jadi ramah. Ngga mungkin banget." Ayu yang dari tadi diam akhirnya bicara.
"Menurutmu gimana Lan? Mungkin ngga seseorang punya dua kepribadian? Kepribadian satunya ramah, kepribadian satunya lagi penyendiri." Tanya Sinta.
"Kenapa ngga? Semua orang akan ramah kalau mereka sedang senang. Kebalikannya, kalau mereka dibuat menderita, mereka mungkin berubah jadi penyendiri." Jawab Allan dengan gaya tenang namun Sinta dapat merasakan emosi dingin dari ucapan itu.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/337170121-288-k84227.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
RYVAN 1 - Ugly Duckling
RomanceSeme pembully vs Uke culun vs seme gentleman Cerita tentang orang culun yang menjadi ganteng setelah bertemu tambatan hati yang baik. Sayangnya gara-gara glowing up, orang yang dulu suka membullynya malah mengejar-ngejarnya. Catatan: author nulis u...