Kegilaan Daffa

1.9K 93 2
                                    

"zha, gue mau naik itu" Alesha menunjuk wahana kincir angin, Azha menggangguk samar, walaupun sekarang perasaannya sudah bercampur aduk.

"Kamu naik sendiri?"

"Sama Lo lah... Bang dua tiket" Alesha memberikan uang lembaran dua puluhan kepada penjaga tiket.

Azha meneguk salivanya, jujur Azha tidak suka berada di ketinggian, ingin menolak pun rasanya tidak mungkin, Azha tidak ingin merusak suasana hati Alesha lagi, kini Alesha sudah menarik tangan Azha dengan perasaan riang. Bagi Azha mungkin kincir angin yang berputar itu terlihat menakutkan, tapi tidak bagi Alesha, kincir angin itu hanyalah sebagai kecil wahana ekstrim yang Alesha sukai.

Alesha sudah lebih dulu duduk di dalam sangkar, sedangkan Azha bahkan tidak berani menginjakkan kakinya di sana.

"Azha, ayo" Alesha memukul pelan tangan Azha yang berpegangan di salah satu tiang.

"Ii--iya" pintu tertutup dan perlahan kincir angin itu mulai berputar, Alesha segera merogoh tasnya mencari benda pipih berwarna hitam, tidak ingin ia menyia-nyiakan kesempatan jika berada di puncak, ekspresi bahagia Alesha sungguh berbanding terbalik dengan ekspresi wajah tertekan Azha, lisannya tak henti-hentinya berzikir memohon ampunan juga keselamatan.

"Lo Kenapa, zha?" Alesha bertanya dengan nada meledek

"Lo takut?"

"Sedikit" Alesha tertawa mendengar pengakuan Azha, belum lagi wajah pucat Azha.

"Kenapa nggak bilang dari awal, kan kita nggak perlu naik, udah nanti kita minta turun sama abangnya, gue takut Lo pingsan, gue nggak sanggup gendong" Azha Mengangguk, tangan Azha yang saling terpaut, di tarik Alesha salah satunya, wanita itu genggam untuk menenangkan sang suami.

"Udah nggak papa, nggak akan jatuh kalau belum waktunya" Azha berdecak kesal mendengar ucapan Alesha.

"Abang Abang, kita mau turun" teriak Alesha sebelum kincir angin itu kembali naik ke atas.

Azha hampir limbung jika Alesha tidak menahan lengannya, Alesha tuntun Azha untuk duduk dulu, kepala pria muda itu berputar-putar, padahal mereka hanya sampai 2 putaran saja, Azha sudah sampai segitunya.

Alesha biarkan Azha menetralkan dulu perasaannya, Alesha sedikit memiringkan kepala menatap wajah Azha, sudah tidak pucat lagi, Alesha usap keringat di kening Azha.

"Gimana, udah tenang?" Azha menggangguk

"Kalau udah ayo jalan lagi, kita keliling cari wahana lain"

Mereka lanjutkan mengeliling pasar malam, Alesha tidak sekalipun melepaskan lengan Azha.

Mereka masuk ke salah satu stand yang menyediakan berbagai macam jenis baju muslim wanita, Azha yang sebenarnya mengajak Alesha.

"Kita cari-cari baju buat kamu, sekalian kerudung juga"

"Azha, yang ini bagus nggak " Alesha memperlihatkan baju kaos ketat, emang panjang dan menutup tubuh dengan kain yang lembut, tapi jika di pakai, Azha yakin akan membentuk jelas setiap lekukan tubuh. Azha menggeleng.

"Yang lain aja sha, baju kaya gitu kalau di pakai bakalan membentuk tubuh" Alesha mendengus kesal.

"Ini kainnya enak, zha, dingin kalau di pakai" Azha meletakkan kembali baju itu ke tempatnya, ia genggaman tangan sang istri untuk mencari baju yang lain.

"Kita cari yang lain, ya"

"Emang kenapa si zha, nggak boleh, baju itu panjang, aurat gue juga nggak bakal kelihatan" Azha menghentikan langkah, ia berpindah di hadapan Alesha, kedua tangan Alesha di genggam, ibu jari Azha terus mengusap-usap punggung tangan Alesha.

"ELZHA" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang