"Mau nitip sesuatu?" Azha sudah ada di atas motor, tapi ia kembali memutar arah karena Alesha kembali memanggilnya, setelah lama berpikir Alesha berucap juga.
"Beliin nanas"
"Nanas?" Azha hanya ingin memastikan tidak salah dengar.
"Iya, nanas. Beliin dua, mau aku jus" Azha menatap intens Alesha, siapa yang tidak tau tentang bahayanya nanas Jika di konsumsi berlebihan oleh ibu hamil, ingin menghentikan tapi Azha juga ingin tau seberapa jauh Alesha nekat dalam bertindak.
"Ada lagi?" Alesha menggeleng dengan senyum mengembang.
"Ya udah aku berangkat, kamu hati-hati di rumah, kerjain skripsinya, jangan drakoran terus"
"Iya bawel" Alesha Pastikan Azha tidak terlihat lagi di pandangan mata, barulah ia masuk juga ke dalam rumah.
Sedangkan Azha ke pesantren Darul muslimin untuk menghadiri tabligh Akbar tahunan yang selalu di selenggarakan oleh pihak pesantren.
Azha di sana juga salah satu panitia tabligh, satu Minggu Azha di sibukkan dengan urusan pesantren, dan hari ini acaranya di gelar, bukan hanya di hadiri para santri ataupun pengajar di sana, tapi mereka juga mengundang masyarakat umum.
Pundak Azha di tepuk dari belakang.
"Sibuk banget, zha"
"Allahuakbar" kaget Azha, salah satu teman seperjuangannya saat masih menjadi santri di sana, berbeda dengan Azha yang sudah hidup di luar lingkungan pesantren, sahabatnya itu masih menetap dan menjadi abdi Ndalem.
"Kamu bikin kaget aja, Rif" pria dengan kopiah putih itu menyengir menampakan deretan gigi putihnya dengan satu gigi taring yang tidak tumbuh pada tempatnya, membuat senyum pemuda itu terlihat lebih manis.
"Yo maaf zha" Rifki membantu Azha memindahkan kardus-kardus Aqua gelas ke atas meja. Rifki menyenggol bahu Azha.
"Nikah ko ya nggak ngundang-ngundang sih, zha" wajah Rifqi terlihat kesal, Azha rapikan taplak meja yang sedikit tersingkap, ia hembuskan nafas berat, Azha letakkan satu tangannya di pundak Rifqi.
"Maaf, ini permintaan istri, Rif. Pernikahan ku juga karena perjodohan aja, dia nggak mau ada acara besar, jadi nggak bisa ngundang" Rifqi berbalik, ia angkat lagi satu kardus yang tersisa, tapi dengan mulut yang masih mengomel.
"Tapi setidaknya kasih kabar lah, zha. Kaya teman nggak dianggap aku" Azha justru tertawa, tidak terbahak juga.
"Kau lah sahabat sejati aku"
"Kau lah cahabat cejati aku" Rifqi mengulang ucapan Azha dengan suara di baut-baut. Azha rangkul bahu Rifqi dan sama-sama menuju aula untuk mengerjakan hal lain
Persiapan sudah seratus persen selesai, mereka hanya ingin memastikan saja tidak ada kendala yang terjadi saat acara di mulai.
Beberapa santri mulai menepati tempat yang sudah di sediakan, masyarakat sekitar juga sudah terlihat berdatangan, termasuk beberapa tamu undangan. Azha dan yang lainnya bergegas menghampiri, semakin mereka mendekat, semakin jelas juga wajah pria muda yang berjalan di belakang umi Aisyah dan Abi Farhan.
Pandangan mereka bertemu, Daffa menatap tajam Azha, Azha persilahkan mereka untuk berjalan lebih dulu, sedangkan Daffa menyamakan langkah dengan Azha.
"Banyak perempuan Sholeh di sini, banyak perempuan yang mungkin sesuai dengan kriteria Lo, banyak perempuan yang bisa Lo ajak ngaji barang, lebih tertutup" langkah mereka terhenti, Daffa menoleh menatap Azha yang juga menatapnya, menunggu apa yang akan Daffa ucapkan lagi.
"Kenapa Lo justru menikahi Alesha, Wanita bekas gue" Azha tidak terima dengan ucapan Daffa yang merendahkan istrinya, Azha cengkram kerah baju Daffa, ia lupakan jika pria yang ada di depannya itu adalah seorang Gus. Rifki yang ada di samping Azha mencoba melepaskan tangan Azha, tapi tangannya di tepis kasar oleh Azha. Daffa Menyunggingkan senyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
"ELZHA"
Teen FictionSingkat saja, bercerita tentang sepasang suami istri yang menikah bukan karena cinta, semuanya bermula dari orang tua pihak perempuan yang menyerah untuk merubah anak mereka menjadi lebih baik, akhirnya ia sepakat dengan sang istri untuk menikahkan...