gelisah

2K 101 26
                                    

Salah satu yang sulit untuk di tebak adalah cuaca, kapan akan turun hujan, kapan akan panas terik, semua rahasia Tuhan. Seperti sekarang, siapa sangka jika siang ini akan turun hujan deras, padahal sebelumnya keadaan langit masih cerah dengan matahari paginya, dalam sekejap semuanya berubah, matahari memilih untuk bersembunyi di balik gelapnya awan yang sedang menurunkan airnya.

"Pelan-pelan aja pah, jalan licin, yang penting kita selamat sampai tujuan"

"Iya mah" Farah melirik Alesha yang duduk di kursi belakang dari cermin kecil di depannya. Wanita muda itu nampak gelisah entah apa yang sedang ia pikirkan.

"El, kamu kenapa nak, perutnya sakit?"

"Nggak mah, El juga nggak tau kenapa. Perasaan El nggak tenang aja, apa ada yang ketinggalan ya, mah?" tas yang ada di kursi sampingnya Latisha pindahkan ke pangkuannya. Ia cek barang bawaannya dan semuanya lengkap.

"Ada yang ketinggalan, nak?" Kali ini Anton yang bersuara.

"Nggak ada pah, semuanya sudah El bawa" Latisha arahkan lagi pandangannya ke luar. Hujan deras tadi perlahan berubah menjadi rintik, Alesha merindukan seseorang yang satu bulan ini ia tinggalkan.

"El kepikiran Azha" Farah dan Anton saling pandang.

"Kamu sudah menghubungi suami kamu nak?" Alesha hanya menggeleng, jari-jari tangan yang nampak lebih kurus dari sebelumnya mengusap secara abstrak permukaan perut yang masih rata.

"Kamu tidur aja nak, biar perjalannya nggak kerasa"

Mau di paksa untuk tidur pun tidak bisa, Alesha terus saja memikirkan sosok pria yang menjadi alasan kegelisahannya. Ponsel di tangan sudah sejak tadi ia genggam, hati kecilnya terus memaksa untuk menekan tombol power dan menelpon sang suami, namun egonya lebih besar dari pada rasa rindunya. Sudah satu bulan Alesha tidak pernah menghidupkan ponselnya, entah berapa banyak pesan yang masuk ke sana, yang pasti banyak.

"Belum mah, El nggak pernah buka hp"

"Kamu itu jangan egois banget, El, di sini bukan hanya Azha yang salah, kamu juga salah. Mama papah juga ikut salah karena kamu, satu bulan kamu pergi nggak ada kabar padahal disini kamu juga salah nak..."Farah menjeda sebentar kalimatnya, selama satu bulan Farah dan Anton di bawah ancaman anaknya sendiri, Alesha yang meminta mereka membawanya pergi dari rumah sakit waktu itu, Alesha juga yang melarang orang tuanya menghubungi atau memberikan kabar pada Azha. Alesha gunakan kehamilannya sebagai alat ancaman agar orang tuanya menuruti keinginannya, setiap kali Farah atau Anton memberikan nasehat dan memintanya untuk menemui Azha, Alesha tidak segan-segan berbuat nekat pada janinnya. Tapi sekarang sepertinya Farah sudah tidak bisa menahannya lagi, putri tunggalnya itu begitu keras kepala.

"Kalau kalian sudah sepakat untuk tidak memiliki anak... terus kenapa anak itu bisa ada, nak? Pasti ada yang salah, kamu nggak kasih tau Azha tentang kehamilan kamu dan justru berusaha untuk menyingkirkannya. Kamu mikir nggak sih, El, bukan hanya janin itu yang dalam bahaya, tapi kamu juga nak, jangan salahkan Azha sampai harus mengangkat tangan untuk membuat mu mengerti" Farah memijat pelipisnya yang tiba-tiba saja berdenyut, ia tidak membentak atau memaki, Farah berusaha berbicara dengan lembut agar anaknya bisa mengerti letak kesalahannya.

"Kamu tega tiap hari lihat suamimu itu duduk di depan rumah nungguin kamu, kamu tega lihat dia datang dengan pakaian lusuh, kamu nggak mikirin di mana di tidur agar tetap bisa datang tepat waktu nungguin kamu di depan rumah. Setiap hari kamu perhatiin Azha dari kamera cctv tapi tidak sedikitpun hati kamu tergerak, El. Mamah nggak ngerti cara berpikir kamu nak, mamah hanya berharap semoga kamu tidak menyesal karena sudah memperlakukan laki-laki setulus Azha dengan buruk seperti itu" Alesha terdiam dalam berisiknya isi kepala, Alesha tidak membantah sedikitpun ucapan Farah,  apa yang Farah katakan benar, selama ini ia terus menyudutkan Azha, menyalahkan Azha tapi tidak menyadari letak kesalahannya sendiri. Ia yang ingin melenyapkan janin yang tidak berdosa dan bahkan tidak memberitahu Azha tentang kehamilannya, ia yang sejak awal salah sehingga janin yang tidak ia inginkan tumbuh di rahimnya, tapi justru Alesha menyalahkan Azha.

"ELZHA" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang