"mas, nasi gorengnya dua, di bungkus, ya"
"Pedes mas?"
"Dipisah aja cabe nya" Azha duduk di salah satu kursi, ia pijat pelipisnya untuk mengurangi denyutan di kepala, setengah jam lalu Azha putuskan untuk pulang setelah memberitahu pernikahannya dengan keluarga pesantren yang ternyata berniat menjadikannya menantu.
Ada rasa nyeri dan penyesalan di hati saat Azha akhirnya tau jika selama ini cintanya tidak pernah bertepuk sebelah tangan, Wanita salih yang ia dambakan bisa menjadi pendampingnya ternyata pun sama memiliki rasa padanya.
Apa mau di kata jika takdir tidak berpihak pada mereka. Azha kini sudah memiliki tanggung jawab sebagai suami dari perempuan lain, sedangkan perasaannya harus rela di paksa untuk berhenti mencintai perempuan dari masa lalu dan memulai masa depannya dengan wanita yang tidak pernah Azha bayangkan menjadi pendampingnya.
Satu jam yang lalu
"menikah? Kamu sudah menikah? Kapan nak, setau kami kamu hanyalah mahasiswa akhir tahun yang tinggal seorang diri di komplek perumahan" sama halnya dengan mereka yang duduk bersama Azha, Raisa yang berada di luar pun tidak percaya dengan apa yang ia dengar.
"Aa--azha, sudah menikah?" Raisa menggeleng, air matanya tumpah sudah, Dadanya semakin Sesak saat Azha tidak juga membuka mulut untuk menjawab pernyataan Abahnya di dalam sana.
Azha hanya menunduk dengan jari-jari yang saling terpaut, ia pandangi kakinya yang tak berhenti bergerak akibat perasaan gugup di dalam dada.
"Azha, jawab nak, jangan hanya diam, kami butuhkan jawaban kamu?" Azha hirup udara sebanyak-banyaknya sebelum mengangkat wajah.
"Iya Abah, saya sudah menikah dua bulan lalu dengan seorang anak sahabat dari orang tua saya, namanya Alesha, maaf karena tidak memberitahu kalian mengenai pernikahan kami, ada alasan tersendiri yang membuat istri saya menolak untuk memberitahu orang lain kecuali keluarga mengenai pernikahan kami" Abah Usman terlihat berusaha tegar dengan kenyataan yang baru saja ia dengar, pupus sudah harapan nya menjadikan pria soleh di hadapannya ini sebagai menantu dan suami untuk putri tercinta, Gus Fakhri... Umma Maryam hanya diam, tidak sepatah katapun keluar dari mulut mereka. mereka pun terkejut dan merasa kecewa dengan Azha, jika pria itu memberitahu pernikahannya lebih awal maka mereka tidak akan berharap lebih padanya, tapi Azha memilih menyembunyikan statusnya dan membuat mereka berharap banyak.
"Kenapa tidak memberitahu Abah nak, Kenapa tidak mengundang Abah Umma ke pernikahan kamu, Abah sudah menganggap kamu seperti anak sendiri"
"Maaf bah, maaf" sepertinya hanya kata itu yang dapat terucap dari mulut Azha, lidahnya Kelu, ia tau mereka kecewa dan merasa di bohongi, Azha pun sebenarnya tidak pernah ada niat untuk menyembunyikan statusnya, tapi ia tidak bisa berbuat banyak karena Alesha yang meminta.
Setelah berpamitan dengan keluarga Abah Usman, Azha memilih pulang menemui Alesha dan ingin menenangkan diri di pelukan sang istri.
"Azha" langkahnya terhenti saat Suara lembut terdengar lirih memanggil namanya. Azha tidak berpaling, ia terus dengan posisi membelakangi.
"Azha, kamu sungguh sudah menikah? Katakan apa yang aku dengar tadi salah" Azha menutup mata, Azha bisa tau Raisa sedang menahan suaranya agar tidak bergetar.
"Za, katakan apa yang kamu bilang tadi bohong, kamu belum menikah kan, dan terimalah tawaran Abah untuk menikah dengan ku, za" azha tidak bergeming, tidak bersuara ataupun melangkah pergi.
" aku akan jujur mengenai perasaan ku padamu, aku mencintaimu za, aku mengangumi kamu semenjak kamu pertama kali mengumandangkan adzan di masjid pesantren, aku menaruh rasa yang dalam padamu, Aku sendiri yang katakan pada Abah jika aku ingin menikah dengan mu, za" ucap Raisa terdengar pilu
KAMU SEDANG MEMBACA
"ELZHA"
Teen FictionSingkat saja, bercerita tentang sepasang suami istri yang menikah bukan karena cinta, semuanya bermula dari orang tua pihak perempuan yang menyerah untuk merubah anak mereka menjadi lebih baik, akhirnya ia sepakat dengan sang istri untuk menikahkan...