luka yang dalam

2.6K 74 8
                                    

Setelah satu Minggu di rawat di rumah sakit, Alesha akhirnya di bolehkan pulang. Azha mendorong kursi roda, sedangkan orang tua Alesha membantu membawa barang-barang milik mereka, untuk orang tua Azha sudah pulang lebih dulu.

Alesha menggenggam tangan Azha yang berada di didorongan kursi rodanya. Alesha mendongak menatap Azha yang juga menatapnya, Azha tersenyum, Azha berhenti mendorong kursi roda Alesha, ia berpindah duduk bersimpuh di hadapan sang istri yang nampak begitu rapuh. Azha usap punggung tangan lembut dengan ibu jarinya.

"Kenapa? Hem?" tanyanya pada sang istri, Alesha tidak menjawab, ia hanya terus menatap wajah Azha dengan perasaan bersalah yang selalu mengganggunya. satu tangannya yang terbebas, Alesha arahkan ke wajah Azha, ia usap wajah suami tercinta yang begitu ia rindukan hadirnya, wajah teduh yang selalu memberikannya ketenangan, wajah yang berusaha tetap terlihat tegar, walaupun sebenarnya ia pun sama terlukanya, kehilangan calon anak pertama yang bahkan belum sempat ia sapa, meninggalkan luka di dalam dada yang mungkin akan sulit untuk di sembuhkan.

Azha menggenggam jemari kurus itu.

"sudah nggak papa, anak kita sudah jauh lebih bahagia di alam sana, sayang" bersamaan dengan kalimat itu, setetes air mata dari wajah pucat di depannya turun.

"Aku sudah bunuh anak kita, Zha" ucap Alesha dengan suara lirih. Azha menggeleng pelan, ia usap Air mata sang istri.

"Sudah takdir tuhan, Sha. Berhenti menyalahkan diri kamu kaya gini, kamu sudah lakukan yang terbaik untuk anak kita, tapi Tuhan jauh lebih menyayanginya" Alesha menunduk dengan air mata berderai. Azha sedikit meninggikan tubuhnya, ia peluk sang istri. Kedua orang tua Alesha yang sudah lebih dulu sampai ke mobil kembali lagi masuk ke area rumah sakit karena Azha dan Alesha belum juga sampai. langkah mereka terhenti saat melihat anak dan menantunya saling peluk untuk menguatkan satu sama lain. Kehilangan orang tercinta bukanlah hal yang mudah untuk mengikhlaskan, butuh waktu lama sampai hati benar-benar ikhlas melepaskan.

"Mah, kita tunggu mereka di mobil" Farah mengangguk.

Setelah jauh lebih tenang, Azha melepaskan pelukannya, ia hapus sisa-sisa air mata di wajah dan mata bengkak Alesha.

"Kita pulang ya, istirahat" Alesha mengangguk pelan.

"Aku nggak tau apa yang akan terjadi dengan ku sampai berita kehilangan kamu itu benar Zha, mungkin aku akan langsung menyusul kamu dan anak kita saat itu---" spontan Azha menutup mulut Alesha dengan dengan tangannya seraya menggeleng.

"Jangan di lanjutkan lagi, aku nggak suka denger kamu ngomong kaya gitu" Azha cium ubun-ubun Alesha sesaat.

"Kita pulang, kamu butuh istirahat" ucap Azha dengan nada tegas.

....

"mamah titip Alesha ya nak" Farah mengusap punggung menantu laki-lakinya. Azha sedikit membungkukkan tubuhnya sopan.

"Iya mah, kalian hati-hati di jalan " kali ini Anton yang menepuk punggung pria itu. Azha menunggu sampai mobil mertuanya sudah tidak lagi terlihat di pandangan mata.

Ia bergegas kembali masuk kedalam kamar, Azha mendekati Alesha yang duduk melamun di pinggir ranjang seraya memainkan jari-jarinya.

Kenapa nggak tidur, hm?" ucapnya dengan tangan mengusap lembut kepala Alesha.

"Nggak ngantuk " jawab Alesha tanpa menatap lawan bicaranya. Azha mendudukkan diri di samping sang istri, ia raih tangan lembut nan panjang itu untuk di genggam.

"mau tau seberapa takutnya aku waktu kamu menghilang di ruang rawat waktu itu?" Kepala yang sejak tadi menunduk akhirnya terangkat saat Azha mengingatkannya dengan kepergiannya waktu itu. Mereka saling tatap dalam waktu cukup lama, sampai akhirnya Alesha berucap lagi.

"ELZHA" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang