kecewa

3.6K 112 27
                                    

Klakson mobil yang di tekan lama bunyi panjang yang mampu memekikkan telinga. Sesaat Bunyi klakson itu di gantikan dengan Dentuman yang begitu amat keras, gesekan antara besi dengan aspal membuat rasa ngilu yang mengerikan.

Suasana sunyi dan senyap seketika berubah menjadi mencekam. Kepulan asap keluar dari mesin mobil yang kini terbuka bagian depannya. Tiang listrik yang menjadi sasaran pun ikut kehilangan keseimbangannya. Seketika lampu yang ada di sekitar jalan padam, menyisakan lampu sorot dari sepada motor yang di kendarai seorang pemuda dengan wajah yang kini berubah menjadi pucat pasih, seperti tidak ada darah yang mengalir di tubuhnya.

Tangannya bergetar, peluh pun ikut bercucuran, gemuruh di dalam dada menjadi tanda betapa terkejutnya pria berusia dua puluh dua tahun itu.

Niat hati ingin pulang mengambil beberapa berkas milik sang istri justru berakhir dengan menjadi saksi mata kecelakaan tunggal yang juga hampir melibatkan dirinya sendiri.

Tuhan masih berikan ia waktu lebih lama di dunia. Lafal Allah dan kalimat istighfar membasahi bibir pria itu. Rasa syukur pun tak henti ia panjatkan untuk kesempatan hidup yang Allah percayakan padanya.

Beberapa  penjaga malam yang berada di sekitar tempat kejadian mulai berdatangan. Lama Azha duduk di atas motornya karena kakinya yang tak sanggup untuk sekedar bergerak naik dan juga tangannya pun tak mampu untuk memutar kunci yang tergantung dengan hiasan bingkai foto kecil wanita yang sekarang terbaring lemah di rumah sakit.

Kecelakaan yang baru saja Azha saksikan di depan mata seperti merenggut kesadarannya. Sampai ia teringat dengan wanita yang harus segara ia temani di rumah sakit, barulah Azha kembali mendapatkan kesadarannya.

"Ale--Alesha" Meskipun sulit karena seluruh tubuhnya yang tiba-tiba melunak, Azha tetap paksakan untuk mengendarai motornya. Tujuannya sekarang pulang kerumah dan segera kembali kerumah sakit.

....

"Saya boleh masuk menemui istri saya dok?"

"Silahkan pak"

Alesha sudah dipindahkan ke ruang rawat. Perlahan Azha buka pintu ruangan Alesha, tatapannya berubah sendu saat di lihatnya wanita yang selalu ceria kini terbaring lemah di ranjang pesakitan, punggung tangannya terdapat jarum plastik yang menusuk hingga masuk kedalam kulit.

Azha duduk di samping kanan sang istri. Tangan Alesha yang satunya lagi Azha genggam.

"Sayang, maaf" ucap pria itu begitu lirih. Perasaan bersalah pun kini memenuhi pikiran Azha, bentakan- bentakan yang tadi ia berikan pada sang istri menjadi salah satu penyebab Alesha harus di rawat di rumah sakit akibat pendarahan, itu yang ada di dalam pikiran Azha sekarang. ia salahkan dirinya sebagai penyebab sang istri terbaring tidak berdaya.

"Aku minta maaf Sha, maaf" tidak ada yang mampu ia ucapkan selain kata maaf. Sungguh Azha ketakutan saat ia lihat Alesha yang menahan sakit di perut telah di hiasi cairan merah.

"Aku salah sha, maaf" Azha cium punggung tangan Alesha dan telapak tangannya secara bergantian. Rasa sesak kini memenuhi relung dada Azha. Tak bisa ia bayangkan sesakit apa yang Alesha rasakan saat dirumah tadi, sedangkan ia sendiri terus saja meninggikan suara tanpa tau jika sang istri sedang menahan derita seorang diri.

"Pasti sakit ya, sayang, maaf ya" tangan Azha yang masih sedikit bergetar perlahan menyentuh perut rata Alesha.

"Nak, kamu anak yang kuat, kamu tetap bertahan di perut ibu, kamu hebat anak ku. Maafkan ayah ya, maaf karena ayah telah menyakiti kalian berdua, maafkan ayah mu nak" setetes air mata pria itu jatuh membasahi punggung tangan Alesha yang masih berada di genggaman.

Azha tidak bisa bayangkan jika hal buruk terjadi kepada istri dan calon anaknya. Jika hal itu sungguh terjadi, mungkin Azha tidak akan mampu mengangkat wajah menatap sang istri lagi.

"ELZHA" Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang