41. Ketakutan

273 46 19
                                    

Geonhak hampir gila. Matanya menatap nanar pada tubuh yang tertidur di depannya. Sudah tiga hari dan Dongju tidak terbangun sama sekali. Pemuda itu masih bernafas dengan baik, tidak ada tanda-tanda luka di tubuhnya, dan suhu tubuhnya juga normal. Tetapi bagaimanapun Geonhak membangunkan Dongju, pemuda itu tidak terbangun sama sekali. Dia tetap berbaring disana, terlihat sangat tenang tanpa beban apapun.

“Aku belum pernah menemukan kasus seperti ini.” Seorang pria berusia lebih dari setengah abad menurunkan tangan ramping Dongju.

Matanya yang tampak bijaksana melihat Geonhak. “Aku benar-benar tidak bisa melakukan apa-apa. Dia terlihat seperti orang yang tidur. Untuk saat ini, kita hanya bisa memberikan nutrisi saja padanya.”

Pria tua itu mengeluarkan selembar kertas berisi bahan-bahan untuk membuat larutan nutrisi kepada Geonhak. Pria itu menerimanya kemudian beranjak untuk mengantarkan tabib keluar.

“Berikan larutan nutrisi tiga kali sehari kepadanya.” Kata Tabib itu dan ditanggapi dengan anggukan kepala oleh Geonhak.

Sungmin bersama dengan pekerja lain menunggu di luar rumah utama dan menatap Geonhak penasaran.

“Kakak ipar, apa yang terjadi dengan kakak?” tanya Sungmin.

Geonhak menggeleng sebelum menyerahkan selembar kertas itu kepada Bibi Han. Melihat tanggapan Geonhak, Sungmin merasa tidak nyaman. Kenapa tiba-tiba Dongju seperti ini? Seingatnya dua hari yang lalu, dia baik-baik saja.

Geonhak pergi untuk melihat Dongju meninggalkan para pekerja mereka yang menunduk sedih di luar rumah. Dia mendudukkan dirinya di samping pemuda yang terbaring di atas tempat tidur itu. Tangan Geonhak bergerak meraih sebush cangkir berisi air ajaib mereka. Dengan harapan Dongju akan terbangun, dia membuka mulut Dongju dengan jarinya lalu menuangkan air ajaib kedalam mulut Dongju. Agar pemuda itu bisa menelan air tersebut, Geonhak mendudukkan tubuh tidak sadar itu sebentar.

Benar-benar seperti sebuah cangkang kosong. Dongju tidak melakukan pergerakan apapun. Tetapi dia masih bernafas dengan baik. Geonhak mengelus wajah Dongju perlahan. Apakah ini salahnya? Apa dia terlalu kasar?

Jika Geonhak tahu akan jadi seperti ini, dia bahkan tidak akan berani menyentuh Dongju. Geonhak membawa tangan Dongju ke keningnya. Ini salahnya. Andai saja dia lebih sabar dan tidak memaksakan dirinya pada Dongju, pemuda itu tidak akan begini.

Bagaimana ini? Apa yang akan dia lakukan tanpa Dongju?

Geonhak menyesali perbuatannya hingga ke dalam tulang. “Istri, aku minta maaf. Aku tidak akan melakukannya lagi, aku mohon bangunlah.”

Suaranya terdengar lirih. Maniknya memandang mata Dongju yang tertutup. Bulu matanya berbentuk kipas dan terlihat sangat indah.

“Aku salah…” Geonhak menutup matanya dengan telapak tangan Dongju.

Seharusnya dia berhenti ketika Dongju menangis kesakitan. Tidak. Seharusnya dia berhenti ketika Dongju berkata bahwa dirinya tidak mau. Obat bukanlah sebuah alasan untuk tetap memaksa Dongju.

Keegoisannyalah yang menyebabkan ini semua. Jika ada yang disalahkan, maka itu adalah Geonhak.

“Istri… Aku salah. Aku jahat, kau boleh memukulku atau tidak bicara padaku. Jadi, bangunlah, oke?” Tidak ada yang menanggapi dirinya yang putus asa.

Apakah ini maksud Dongju dengan dirinya yang pergi jauh?

Ketika pemikiran itu melintas di kepala Geonhak, tiba-tiba tangan Dongju berubah dingin dan itu membuat Geonhak panik. Pria itu buru-buru memeriksa nafas Dongju.

Tidak ada hembusan nafas sama sekali.

Detak jantung Geonhak berhenti sepersekian detik. Tangannya menepuk pipi Dongju yang berubah pucat.

Different World [LeeOn]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang