53. Dejavu

1.4K 93 1
                                    

"TIDAK!"

"Ibuuu, s-suamiku tidak mungkin mati ibu! Hiksss."

"A-ayah? Katakan itu bohong! A-ayah, hiksss ayah, t-tolong katakan---- s-suamiku----"

"Tidak putriku. Ini kenyataan, ini kenyataan evy." Menyakitkan bagi Evylin mendengar kabar kematian suaminya.

Ya, Raja dari kerajaan Azquella benar benar dinyatakan tiada. Kini Arthur Oliver De Azquella benar benar dinyatakan sudah tiada.

Malam hari ketika Evylin ikut bersama mantan Raja Azquella Legan pergi mengikuti rapat perkumpulan antar bangsawan dan beberapa petinggi kerajaan. Ia sebagai ratu, tentunya harus ikut adil dan ikut memberikan solusi yang dibutuhkan oleh para bangsawan dan petinggi kerajaan lainnya.

"Kenapa? Hiksss, kenapa harus suamiku? Kenapa ayah? Hiksss, KENAPA?" Edylin memeluk adiknya dengan pelan. Ia menangis tanpa membuat ekspresi.

"Evylin, bukankah kematian lebih baik dibandingkan suamimu disiksa di dunia? Bukankah lebih baik? Yang mulia Raja tidak akan merasakan sakit lagi." Edylin memberikan pengertian kepada Evylin dengan lembut. Namun, tak ayal juga. Ia merasa amat terpukul akan kematian adik iparnya.

"Edylin, aku--- ak-aku hanya----"

"Sttt, aku tau. Aku tau kau tengah berduka, Evylin. Tapi kau juga harus ingat, kau tengah mengandung Evylin." Ucap Edylin dengan tegas. Evylin terdiam. Benar, ia tengah mengandung.

"Aku tau." Atla menatap adiknya yang berjalan pergi meninggalkan mereka. Pria itu menghela nafas. "Tenanglah, mungkin adikmu butuh ketenangan." Ucap seorang lady yang tak lain adalah tunangannya.

Sedangkan itu, Evylin menatap pantulan dirinya di cermin. Mata sang sembap dan bengkak, hidung yang memerah, tak lupa perut besarnya. Membuat wanita itu terlihat lucu.

"Lihatlah, istriku sangat lucu dengan perut besar ini." Mengingat ucapan dari suaminya membuat ia kembali menangis. Dulu, sebelum kehamilannya benar benar menginjak usia 4 bulan. Arthur pernah mengatakan hal itu padanya.

"Apa kau tidak ingin mengatakan hal itu lagi Arthur? Bahkan perutku sudah lebih dari besar." Gumamnya sembari mengelus perut besar itu.

"Hiksss a-apa kau tidak ingin mengatakan hal itu lagi Arthur?" Air mata kembali menetes dari mata indah itu. Mata yang selalu membuat sang raja jatuh teramat dalam pada sang ratu. Mata indah yang selalu dinanti nantikan untuk terbuka bagi sang raja. Mata yang selalu menyipit saat tersenyum manis untuk sang raja.

Kini, mata itu sudah memerah dan menyipit karena tangisan. Tangisan karena kematian sang raja.

"Baiklah," dengan perlahan Evylin menghapus air mata yang membasahi pipinya.

"Aku harus menerima semua ini. Ini adalah takdirku. Aku akan menjadi ayah sekaligus ibu bagi anakku. Aku akan menjadi keduanya bagi anakku. Aku akan menjadi raja sekaligus ratu bagi rakyat rakyatku. Aku akan menjadi keduanya bagi rakyat rakyatku. Aku akan melakukan apapun demi rakyat dan anakku." Ucapnya sembari menutup mata.

🐥💨💨💨

Kini, seperti sebelumnya. Jika ada seseorang yang tiada, mereka akan diletakkan dikamar mereka. Sebelum mereka benar benar akan dikuburkan.

Kini Evylin berada tepat disebelah mayat sang suami yang sudah berbalut dengan pakaian khas raja miliknya.

"Mau bagaimanapun kau adalah pemenang dari segalanya Arthur. Kau pemenang hatiku, kau juga pemenang dari setiap pertempuran yang terjadi."

"Kau tetaplah suamiku, dan ayah dari anak anakku Arthur. Tidak akan pernah berubah. Sampai kapanpun. Tidak akan." Gumamnya tanpa Ekspresi.

Evylin duduk tepat disebelah mayat sang suami. Wanita itu tersenyum tipis sembari menatap perut besarnya.

"Ah tidak tidak. Aku adalah ratu kerajaan, cukup. Aku tidak akan menangis lagi." Ucapnya sembari menghapus air mata yang mengalir.
Kini tatapannya kembali menatap kearah sang suami.

"Hiksss, tidak bisaaaaa,,, a-aku tidak bisa berhenti menangis." Melihat wajah pucat itu membuat pertahanan yang ia buat runtuh. "A-aku tidak bisa berhenti menangis, hiksss."

Clay menatap putrinya dari sela sela pintu kamar. Ia pernah merasakan diposisi yang tengah Evylin alami.

Rasanya amat sangat menyakitkan bagi nya. Untuk menerima takdir menyakitkan seperti yang Evylin rasakan, sangatlah menyakitkan.

Evylin, putrinya akan memiliki banyak tanggung jawab. Pertama tentunya ia harus mengurus dirinya sendiri, kedua Evylin harus menjaga anaknya sendiri, ketiga ia harus mengurus kerajaan besar seperti Azquella sendiri.

"Aku merasa dejavu dicerita kali ini." Gumam Clay sembari benar benar menutup pintu.

"Apakah kejadian yang terjadi padaku akan terulang juga pada putriku?"









Anyeong yeorobunnn!

Satu chap lagi akan ending. Jadi, aku mau endingin hari ini. Hmm, chap kali ini gak panjang? Iya. Gak papa, sengaja wkwk.

Evylin (S2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang