"Apa?"
"A-aku?"
"B-bertunangan?----- Menikah?!"
"Evylin jaga nada bicaramu." Duke Erland memperingati. Evylin yang sudah terlanjur terbawa oleh suasana, tidak bisa tenang.
"K-kenapa harus aku ayah?" Clay hanya bisa diam mendengar nada sedu putrinya. Keputusan ini sudah mereka ambil. Dan mereka harus melakukannya.
"Kenapa harus aku?! Kenapa tidak Edylin, hiksss?!" Edylin yang berada di sebelah kembarannya hanya bisa menunduk saat namanya di bawa bawa.
"Edylin lebih tua dariku, kenapa---"
"Hanya tiga puluh menit lebih tua." Duke Erland membenari ucapan putrinya.
"Y-ya tapi----"
"Aku tidak mau!"
"Turuti permintaan ayah dan ibumu, Evylin."
"Aku tidak mau Ayah! Aku tidak mau, hiksss. Mengertilah." Evylin menghapus air matanya. Ia lalu bangkit dan hendak keluar.
"Jika kau tidak mau,"
"Maka Kakekmu akan datang." Ucapan Duke Erland mampu membuat gadis berusia tujuh belas tahun itu berhenti berjalan.
Evylin berbalik. Ia melihat ayahnya yang senantiasa memasang wajah datar. Apakah ayahnya sudah tidak sayang padanya? A-apakah iya?
"Ayah-----"
"Mereka akan menasehatimu, serta mengajarkanmu makan, minum, berjalan, dan banyak hal, yang dilakukan oleh bangsawan. Selama lamanya." Tidak! Tidak! Tidak! Evylin tidak bisa hidup seperti itu. Selama ini ia selalu bolos jika kelas etika. Ia tidak mau belajar etika! Tidak mau! T-tapi--- jika tidak mau, itu artinya---- aku harus--- m-menikah?
"Fikirkan." Setelah mengatakan hal itu, Duke Erland langsung pergi meninggalkan anak istrinya yang tengah memandang si bungsu.
Evylin menunduk. Pilihan yang sulit.
Clay bangkit dari duduknya. Ia mendekati putrinya. Lalu mengajak Evylin duduk.
Evylin memeluk ibunya erat sembari menangis.
"Hiksss! Aku tidak mau menikah ibu, hiksss! Aku tidak mau menikah!"
"A-aku tidak mau menikah." Ucap Evylin sembari terus menangis dengan suara bergetar.
Edylin yang melihat Evylin menangis merasa tidak tega. Apa yang harus ia lakukan? Apakah ia harus menggantikan Posisi Edylin?
"Nak, menikah itu seru loh." Dengan mata Sembap Evylin menatap ibunya yang tengah mengurai pelukan mereka.
"Seru?"
"Iyaa, nih. Jikalau kita hamil, dan mengidam pasti akan di turuti, jika suaminya---- ekhm! Dan lagi, kita akan di sayang suami, di manja suami, hah! Pokoknya menikah itu sangat enak." Evylin terdiam mendengar ucapan ibunya. Ia menatap Edylin. Edylin tersenyum tipis.
"T-tapi ibu, aku masih mencintai Putra mahkota Colen. Dan tidak bisa melupakannya." Ucap Evylin sembari menunduk. Clay mengangguk faham.
"Kau bisa melupakannya secara perlahan. Tidak ada kata tidak bisa di dunia ini. Semua yang kita lakukan dengan tulus, pasti bisa, adik kak jill."
"Dengan adanya Putra mahkota Arthur nanti, kau pasti bisa melupakan Putra mahkota Colen." Ucap Clay. Edylin mendaratkan pantatnya tepat di samping Evylin.
Evylin hanya bisa menunduk.
Baiklah, tetapi maafkan aku Arthur. Aku tidak bisa melupakan Colen. Sepertinya, selama pernikahan ini. Kau akan menderita. Aku harap, kau menceraikanku. Walaupun, tidak ada kata cerai di dalam benua ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Evylin (S2)
Ficción históricaKisah seorang Evylin Valentine Laezeno, ya Putri dari Duke Leazeno dan Duchess Leazeno.kisah Evylin yang terus mencoba mengejar Cinta Pertamanya, tanpa mempedulikan hati sang Suami yang sangat mencintainya. Bagaimana jadinya jika cinta pertama gadis...