14

1.8K 161 4
                                    

Rachel sedang duduk di depan jendela kamarnya. Udara sejuk pagi hari menerpa wajahnya, menerbangkan beberapa anak rambut. Cuaca cerah mampu mengubah suasana hatinya menjadi cerah pula. Ia memikirkan beberapa hal yang berhasil ia capai hingga saat ini.

Suasana rumah yang hangat kembali sejak kabar kemenangan olimpiade, teman teman yang mulai erat, hingga suatu keinginan rahasianya perlahan menunjukkan perkembangan. Dari semua pencapaian itu, Rachel tak henti-hentinya memikirkan bagaimana kekagumannya terbalaskan.

Grace. Nama itu selalu menari di pikirannya sejak lama. Mulai dari anggapan saingan, teman, sahabat dan suatu rasa aneh tumbuh. Bukan rahasia lagi jika Grace dan Rachel adalah saingan di kelas, bahkan teman teman kelasnya mengetahui bagaimana sengitnya saingan mereka. Namun siapa sangka jika keduanya bisa berteman dekat dan bekerja sama dengan lingkar pertemanan masing masing. Itu semua tidak akan terjadi jika tanpa event olimpiade yang berhasil mereka menangkan.

Rachel menyunggingkan senyum senangnya mengingat kupu kupu menggelitik di perutnya saat bibir mereka bertemu. Tentu saja ia gila karena apa yang dia inginkan terkabul. Namun keraguan muncul, ia bingung apa sebenarnya yang ia mau. Hubungan seperti apa, semuanya terlihat samar dan tidak jelas. Sejauh apa Grace dan Rachel hingga mereka berciuman (?) Pertanyaan besar itu selalu mematahkan senyum Rachel.

Disisi lain, Rachel selalu berusaha memahami Grace dan memberikan perhatiannya. Ia hanya berharap Grace merasakan hal yang sama dan perhatian yang diberikan selama ini juga sama tulusnya dengan Rachel.

"Aku takut jika mencintaimu ternyata adalah kekalahanku," gumam Rachel.

Dibalik rasa suka, kagum dan sayangnya pada Grace yang terpendam, terdapat ketakutan luar biasa. Ia takut jika Grace mengetahui perasaannya, Grace akan memanfaatkannya. Itulah alasan Rachel menghindari Grace setiap gelombang cinta itu muncul. Rachel khawatir jika suatu saat ketika ia terbuka pada Grace tentang perasaannya, Rachel akan menjadi bodoh sehingga mempengaruhi akademiknya.

Ia lebih ke, "Jika beresiko, maka tidak sama sekali." ia memilih mengalah dengan mengubur perasaannya daripada mengacaukan akademiknya. Baginya, pendidikan adalah yang terpenting karena sudah susah payah ia membangun pencapaian saat ini.

Lamunannya terganggu saat seseorang memanggil dari bawah jendela di kamarnya.

"Achel !" panggil Naya dari luar pagar rumah Rachel. Ia tersenyum tatkala melihat senyum lebar menggemaskan milik Naya.

"Hai, Nay !" seru Rachel melambaikan tangan.

"Mau ikut jalan jalan ke hutan gak ?" tanya Naya sedikit berteriak.

Hutan yang dimaksud Naya adalah hutan disepanjang jalan menuju kota. Hutan tersebut cukup luas dan tidak diketahui pemiliknya, Rachel dan Naya sering berjalan pagi di pinggiran hutannya. Banyak sekali hewan lucu seperti kelinci dan burung kecil sehingga memanjakan suasana pagi. Hanya saja mereka belum pernah menjelajahinya karena luas dan gelapnya dalam hutan.

"Enggak, aku mau bantuin ibu." jawab Rachel menolaknya.

Naya mengacungkan jempol sebelum pergi. "Hati hatiii," ujar Rachel mengingatkan.

Dering handphone mengalihkan Rachel, sebuah panggilan dari nomor tak di kenal. Ia ragu untuk menjawab, namun pada akhirnya ia mengangkat telfon tersebut.

"Hallo ?"

"Grace bersamamu ?"

Deg

Mendengar nama itu disebut oleh orang dibalik panggilan membuat Rachel berfikiran buruk.

"Ini siapa ? Ada apa dengan Grace ?" Rachel balik bertanya karena khawatir.

Tutt... Tut...Tut..

Skor+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang