Perpendicular

283 28 0
                                    

Derap langkah cepat menggema di lorong rumah sakit tempat Grace dirawat. Perempuan itu kembali mengambil cuti dari kampusnya dan menjeda proses skripsinya demi kembali ke Indonesia. Jeniffer melangkah lebar menuju ruangan yang diberikan oleh Rachel.

"Kak,"

Pelukan hangat ia berikan pada Rachel yang sendirian di depan pintu ruang rawat Grace. Tak lama kemudian ketiga teman temannya keluar dari dalam ruangan mengundang kerutan di kening Jeniffer.

"Kenapa kamu diluar ? Tidak ikut ke dalam ?" heran Jeniffer.

"Tante Carla melarang Rachel menemui Grace, kak." jawab Anisa.

Jeniffer menghela nafas mendengarnya, ia tak mau membuatnya semakin keruh oleh sang mama. Ia mengajak Rachel masuk bersamanya. Ia tahu jika di dalam ada sang mama. Tatapannya bertemu dengan Carla, jelas kerinduan terpancar di tatapan mereka.

Tak hanya itu, Jeniffer menatap keadaan sang adik yang terbaring lemah memejamkan mata. Ia telah menduga apa yang sebenarnya terjadi sebelum mendengar cerita Rachel dan teman temannya tentang kecelakaan Grace.

"Mama, Jeniffer mau bicara sama mama di luar." ucap Jeniffer.

Rachel tak henti hentinya menatap Grace dengan penuh kerinduan dan sedih yang mendalam. Hatinya ikut terluka melihat pujaan hatinya terbaring lemah di depannya. Tentu saja hal itu tidak disetujui oleh Carla.

"Beraninya kamu masuk ke sini !" ujar Carla pada Rachel.

"Dia berhak menjenguk Grace," bantah Jeniffer. "Aku yang mengajaknya masuk." tambahnya.

Tidak mau egois, Carla menatap Rachel sesaat dan mengijinkannya di dalam ruangan. Ia membiarkan anak itu menemani Grace untuk beberapa waktu. Ia melihat Jeniffer cukup dekat dengan Rachel menambah kepercayaannya pada Rachel yang sempat ia larang.

"Ini semua karena mama kan ?" ucap Jeniffer ketika telah sampai di taman bersama Carla. Tatapan kecewa didapatkan oleh Carla. Ia tak bereaksi apapun terhadap segala tuduhan putri sulung yang ia rindukan.

"Lihatlah, karena sifat keras dan kejam mama. Grace menjadi seperti ini," tak disangka tangis Jeniffer pecah.

Tangis itu sama pilunya ketika dulu kecewanya terhadap sang mama. Sikap diam membisu dan tanpa ekspresi milik Carla membuat kebencian kian membuncah di dada Jeniffer. Carla mendekati Jeniffer dan memeluknya dengan lembut. Seperti itulah soso Carla, tidak mau menunjukkan penyesalannya. Namun jauh di lubuk hatinya ia hidup dengan penyesalan yang mendalam.

Jeniffer menangis terisak di pelukan Carla. Kerinduan, kekecewaan, dan rasa sayangnya menjadi satu. Ia tidak dapat membohongi dirinya bahwa ia merasakan rasa aman, tenang dan nyaman sekarang.

"Mama minta maaf," penyesalan Carla dapat dipahami oleh Jeniffer. Dan kalimat itulah yang ingin Jeniffer dengar setelah sekian lama ia meninggalkan rumah.

"Mama minta maaf untuk semuanya. Maaf telah membiarkanmu pergi dari rumah, maaf atas kesulitan yang kamu rasakan selama ini, maafkan mama. Mama melakukan itu semua hanya semata melindungi kamu dan Grace," tutur kata penuh penyesalan terdengar pilu oleh Jeniffer.

Sedikit banyak ia paham posisi Carla sebagai istri dan ibu. Bahkan ia tak bisa membenci Carla sepenuhnya. Ia mengakui tidak ada ibu yang secerdas Carla dan sekuat Carla.

"Mama," panggil Jeniffer setelah meluapkan sedihnya di pelukan Carla.

"Jeniffer mohon, ayo tinggalkan papa !" pinta Jeniffer terdengar gila.

"Jeniffer tahu kebenarannya. Papalah orang yang bertanggungjawab atas kematian Reno, bukan mama. Jeniffer tahu mama disana hanya memantau dan menjadi saksi tragedi kecelakaan naas Reno. Dan Jeniffer tahu kalo papa yang bayar supir truk itu untuk melanggar lampu merah dan menabrak Reno hingga Reno meninggal !" ucap Jeniffer tak kalah cerdas dari sang ibu. Ia cukup lihat mencari informasi baik dari teman teman Grace maupun menyatukan teka teki yang ada dengan bantuan koneksi orang terdekatnya.

Skor+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang