- privasi

1.1K 84 0
                                    

Grace menarik tangan Rachel untuk masuk ke cafe Gustav. Disana telah ramai berkumpul anak anak yang lain.

"Woe balikin hp gue, Van. Sialan lo ! itu ayang gue lagi bales chat gue," suara Jihan melengking berusaha mengambil hpnya di tangan Vano.

"Iyaa sayang, bentar lagi otw pulang." Vano membaca chat balasan di tangannya. Sontak gelak tawa pecah menertawakan Jihan si paling virtual.

Rachel dan Grace yang baru datang ikut merasakan kehangatan satu sama lain di sini. Senyum Rachel tak pernah luntur kala melihat Grace berinteraksi akrab dengan orang orang berpakaian serba hitam dan jaket kulit tersebut.

"O iya guys, kenalin dia Rachel. Temen gue," ucap Grace memperkenalkan Rachel.

Beberapa orang menyapanya dengan ramah dan hangat. Sampai Jihan berkomentar, "Temen apa temen ?"

Kalimat itu membuat Rachel gugup seketika, begitupun Grace. Ia cukup peka dengan perkataan Jihan yang sus. Bagaimana ia mengetahui atau mencium hubungan Grace dan Rachel. Grace berfikir jika Jihan tidak sekadar bergurau atau menggodanya.

"Nih kopinya !" seorang perempuan seumuran Grace dan Rachel meletakkan keranjang berisi gelas gelas di meja hingga mengalihkan perhatian yang lain.

"Citra ?" Rachel tertegun saat menyadari orang itu adalah Citra.

"Eh ? Rachel, disini ?" keduanya sama sama heran ketika bertemu diluar sekolah seperti saat ini.

"Iya sama Gre tadi." jawab Rachel. "Lo kerja disini ?" tanya Rachel menebak.

"Yoi, biasanya sih part time sepulang sekolah. Sekarang liburan jadi full deh," balas Citra ramah, sangat berbeda jika di sekolahan. Kini Rachel jadi tau mengapa Citra jangan ikut main sepulang sekolah.

"Wah, gue baru tau kalo lo sambil kerja. Lo hebat," puji Rachel.

"Ini semua juga berkat Grace dan temen temennya ini. Gue kerja disini karena kenal Grace dan tuh dia temennya yang mempekerjakan gue," jelas Citra menunjuk Gustav. Rachel mengangguk kecil memahami dunia luar sekolah teman temannya. Baik Grace maupun Citra semuanya berkoneksi satu sama lain.

"Gue tinggal dulu ya, Chel. Ada yang datang," benar saja, semakin siang cafe semakin ramai.

Kini Rachel sendirian ditengah tengah mereka tanpa Grace. Saat Reno datang, Grace diajak berbicara berdua dan alhasil Rachel kikuk untuk mengobrol akrab. Hingga Jihan mendekatinya dengan menawarkan rokoknya.

"Tidak, aku tidak merokok." tolak Rachel.

"Benarkah ? Apa Grace yang mengajarimu ? Padahal merokok sangat enak." ujarnya terheran.

Rachel menggeleng menjawabnya. Ia menjadi penasaran akibat perkataan Jihan. Ia pun bertanya, "Apa Grace juga merokok sepertimu dan yang lain ?"

Jihan memicingkan matanya, lalu ia mengeluarkan asap dari mulutnya. Hampir membuat Rachel terbatuk jika ia tidak menahan nafas untuk menghargai Jihan adalah teman Grace. Bisa saja ia menegur namun ia ingat ini bukan tempatnya.

"Tidak. Dia juga tidak merokok. Kadang heran saja dia hidup di lingkungan seperti ini tapi dia tidak pernah menyentuh rokok ataupun minum. Benar benar anak yang berprinsip," jelas Jihan memuji Grace.

Didalam lubuk hatinya yang mendalam, ia menjadikan Grace sebagai panutannya untuk memperbaiki diri. Namun ia tidak terang terangan kepada Grace.

Rachel mengangguk paham dan bernafas lega. Jika saja bukan jawaban itu yang ia terima maka sudah pasti ia akan memarahi Grace saat pulang.

"Reno itu siapanya Grace ?" tanya Rachel tiba tiba. Akibat rasa penasarannya, ia tidak dapat menahan diri untuk bertanya di kesempatan ini. Ia sedang merutuki dirinya sendiri.

Skor+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang