15

1.7K 141 4
                                    

Bel pulang telah berbunyi sejak satu jam yang lalu. Terlihat di ujung koridor Citra sedang berdebat dengan 2 orang cowok kelas lain.

"Halah, jangan ngeles. Bayar sekarang," kesal salah satu cowok.

"Beneran, gue belum ada uang. Gue minta maaf,"

Di dorongnya Citra dengan kasar seolah mereka sedang meluapkan kekesalannya karena Citra tidak mau membayar hutang. Citra yang kesal diperlakukan demikian hanya bisa menahan dirinya karena ia tau dirinya yang salah tak mampu membayar hutang.

"Aishhh,,,,, dasar beban." ujarnya sambil mengangkat tangan hendak memukul Citra.

"Wo wo wo,,, wait. Tahan,Jo." Cegah temannya.

"Tahan gimana ? Udah dua Minggu dia selalu begini, alasan mulu kalo ditagih."

Citra tak tau bagaimana cara membayar hutang tersebut, kerjapun gajinya untuk biaya rumah sakit ibunya bahkan kurang. Tangisnya tak terbendung lagi, tidak ada yang bisa ia lakukan selain memohon pada dua preman sekolah itu.

"Heh denger ya ! Ini terakhir kalinya gue nahan buat gak emosi, besok kalo lo gak bisa lunasin, lo terima konsekuensinya !" ancamnya berlalu meninggalkan Citra.

Ingin rasanya ia berteriak, menyerah, selama ini ia sudah mengorbankan banyak hal untuk bertahan hidup dan menghidupi keluarga.

Kejadian barusan disaksikan oleh Grace yang baru keluar kelas. Namun ia berlalu pergi begitu saja seolah tidak melihat kejadian itu. Keduanya memang tidak pernah terlihat berinteraksi, namun Grace memperhatikan segala isi kelasnya. Termasuk Citra dan....

"Heh ! Lo mau nipu gue ? Lo bilang apa kemarin ha ? Mana feedback lo ?" Iyan menahan tangan Hazna dengan kuat dan menagih kesepakatan yang mereka buat.

Hazna terlihat tidak mau membuang waktu. "Gue udah jelasin kan kemarin. Tiga hari lagi, udahlah jangan khawatir. Gue bakal bantu lo setelah urusan gue selesai, okay ?" kata Hazna menenangkan Iyan.

Iyan sempat terlihat ragu, namun ketika ia mengingat latar belakang Hazna yang menunggu hasil persidangan, ia sedikit terbuka dan bersabar.

"Dari pada kek gini, mending lo antar gue pulang. Mutualan," 

Grace memperhatikan mereka, senyum leganya tercetak di bibir. Ia menyadari jika akhir akhir ini ia terbebas dari Iyan, sudah tidak ada lagi drama diganggu oleh Iyan.

***

Disebuah rumah, Grace dan Reno sedang menjalankan misi mereka. Seorang pria tergeletak tak bernyawa dengan mengenaskan di anak tangga terakhir di rumahnya sendiri. Grace menuruni anak tangga dengan senyum evil. Ditatapnya ayah Hazna dengan tatapan membunuh.

"Here we go, you lose coz you die." ucap Grace.

Ia berjongkok untuk menaruh beberapa helai rambut di telapak tangan mayat tersebut. "Delicious death has to be topped right?" monolog Grace yang disaksikan Reno dan anak kecil yang berada di almari tanpa sepengetahuan mereka.

Reno bersandar pada dinding memperhatikan Grace yang terlihat puas atas apa yang dilakukan. Entah kenapa Reno justru senang dan merasakan tidak ada yang aneh dengan Grace. Ia secara tidak langsung membantu Grace untuk membunuh seseorang.

"Done, ayo cabut !" kata Grace beranjak pergi diikuti Reno.

Mereka pergi meninggalkan rumah tersebut dengan beberapa teman yang mengawasi jalanan sejak mereka melancarkan aksinya.

Tanpa mereka sadari, kejadian tersebut disaksikan oleh sang adik dari Hazna yang bersembunyi di dalam almari depan tangga rumah. Ia memeluk lututnya sambil menahan suara tangisnya agar tidak keluar. Setengah mati ia menahan ketakutan dan Isak tangis. Ia menjadi saksi pembunuhan ayahnya di usianya yang masih 7 tahun. Melihat mayat sang ayah yang menghidupinya selama ibunya tiada, bayangan kehilangan sosok ayah menghantuinya. Walaupun sang ayah kasar dan selalu membentaknya, namun dari dialah ia mendapat makan.

Skor+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang