18

1.5K 147 7
                                    

Di tengah lapangan sekolah terlihat gadis berambut panjang tergrai anggun sedang melewati lapangan basket. Langkahnya cepat, pandangannya lurus tanpa memperhatikan sekitar. Salah satu pemain di tengah lapangan basket melempar bola dengan cepat, namun bola itu melayang jauh keluar lapangan hingga hampir mengenai kepala Rachel. Untungnya bola itu terhenti karena dua tangan menangkap bola tersebut tepat di depan wajah Rachel.

Wajah Rachel pucat, bibirnya pucat pasi dengan bola mata membuka sempurna. Nafasnya naik turun, detak jantungnya berpacu lebih cepat.

"Sorry," teriak cowok tersebut dari tengah lapangan.

Rachel tersadar jika orang di depannnya kini adalah Radit. "Lo gak apa apa Chel ?" tanya Radit khawatir.

Rachel mengangguk lemah masih menetralkan detak jantungnya, ia tidak tau apa yang akan terjadi jika bola itu mengenai kepalanya. Mungkin ia akan pingsan seketika di tengah lapangan jika tidak ada Radit yang membantunya.

"Woe ! Minta tolong balikin bolanya dong !" ucap Iyan dari tengah lapangan. Ya, orang yang sedang bermain bola itu adalah Iyan.

Radit melempar bola tersebut ke arah lapangan. "Lain kali perhatiin langkah dan sekitar lo. Di sini rawan karena lapangan basket kita tidak ada penghalang untuk batas antara lapangan dan jalan." Radit memperingatkan Rachel dengan baik dan penuh nada kekhawatiran.

"Iyaa, makasih ya Dit. Aku buru buru mau ke kelas 11," jelas Rachel.

Sementara itu, dari seberang lapangan terlihat perempuan yang terkenal angkuh sedang memperhatikan interaksi Rachel dan Radit sejak kejadian. Tangannya menyilang di depan dada, dagunya terangkat memperlihatkan rahang tegasnya dan leher jenjangnya. Suasana hatinya buruk di pagi hari melihat Rachel yang melempar senyuman pada laki laki itu. Grace membuang nafas kasar.

"Woe, Gre. Lo bilang mau cerita soal kemarin, buruan." ujar Berlin mengalihkan perhatian Grace. Anisa mengernyitkan kening, karena bingung iapun bertanya, "Kemarin ada apa ?"

Berlin hendak memberitahu tentang berita besar yang ia dapatkan pengakuan langsung dari Gace, namun tatapan tajam menusuk membuat nyali Berlin menciut.

"E-enggak, gak ada sih. Gue iseng aja," kata Berlin menyembunyikan.

Grace mengambil tempat duduk di depan mereka. Dengan suasana hati yang baik, Anisa hendak bertanya tentang tugas biologi pada Grace. "Gre, lo tugas bio ud-"

Perkataannya terhenti saat mendapat tatapan tidak mengenakkan dari Grace, "...ah"

"Lama lama gue sumpal mulut kalian pake kaos kaki !" ucap Grace meluapkan kekesalannya.

Berlin dan Anisa langsung menutup mulut rapat rapat. Antara takut dan lucu memperhatikan wajah kesal Grace. Tatapan jengah, bibir yang maju beberapa senti, hingga gerak gerik yang tidak biasa seperti mengetik cepat di handphone seperti sekarang. Hal itu justru merupakan hal baru mereka lihat pada Grace. Namun kedua sahabatnya peka jika suasana hati Grace sedang buruk.

"Lo kenapa, Gre ? Sensitif banget hari ini ?" tanya Anisa tidak tahan dengan wajah garang nan lucu menggemaskan milik Grace.

Grace melirik galak dari balik layar benda perseginya, "Ups," Berlin dan Anisa lagi lagi hanya diam dan berniat tidak mau mengganggu Grace lagi. Ketiga orang itu diam tanpa interaksi. Hingga derap langkah dan suara gaduh yang ditimbulkan oleh David membuat ketiga queen itu penasaran.

"Weh, kalian tau gak ?"

"Citra disiram sama Vanya !" ujar David memberi informasi di kelasnya.

"Demi apa ? Dimana ?" tanya Anisa panik.

Dengan nafas tersengal sengal, David menjawab, "Di toilet kantin," Mata Grace melotot sempurna, kalang kabut Grace berlari keluar menuju kantin. Sementara dua orang di belakangnya tak mau ketinggalan mengikuti langkah Grace.

Skor+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang