Sorry

1.3K 98 1
                                    

Sebuah motor sport melaju dengan kecepatan tinggi membelah jalanan ibukota. Grace nekat keluar rumah menerjang malam yang dingin. Suara langit bergemuruh tak menyurutkan niatnya untuk mencari jawaban dari teka teki Naya.

"Gre, sorry. Gue harus ke bandara sekarang,"

Jika ia terlambat sedikit saja, ia tidak akan mendapat kesempatan ini lagi. Grace memohon pada Naya untuk memberitahu sebenarnya. Hujan menjadi saksi kekhawatiran Grace. Tidak ia pedulikan lagi air yang membasahi dirinya.

"Gue mohon, Nay. Kasih tau gue yang sebenarnya, apa yang terjadi pada masa lalu Rachel ?"

Helaan nafas terdengar dari manusia di depannya. Naya menatap iba menyaksikan manusia sempurna idaman semua siswa kini memohon di depannya.

"Rachel pernah kehilangan orang yang dia cintai dengan cara yang sama kayak yang lo lakuin kemarin. Aster bunuh diri, jatuh dari lantai atas gedung SMP tepat di depan mata Rachel dan kemarin adalah tepat satu tahun kejadian itu berlalu." jelas Naya.

"Lo taukan kenapa gue semarah itu ke lo kemarin. Karena lo udah membuka dan memberi luka ke Rachel. Lagi lagi Rachel yang merasakan sakit dan trauma," suara Naya berubah bergetar.

Langit dan malam seolah ikut merasakan penyesalan Grace. Air mata membasahi pipinya seiring air hujan membasahi dirinya.

"Naya, ayo cepat nanti papa ketinggalan pesawat."

"Gre, sorry gue gak bisa bantu lebih. Lebih baik lo pulang," ucap Naya sebelum masuk ke mobil untuk ke bandara.

Untuk apa ia pulang ketika ia sendiri memutuskan keluar rumah diam diam. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah Rachel. Ia harus bertemu Rachel dan menyelesaikan kegilaan yang telah ia buat.

Bel rumah ditekan, tak mempedulikan hujan dan petir di luar pagar. Ia bertamu dijam tidak sewajarnya bertamu.

"Rachel," Grace memanggil dari luar pagar rumah yang telah tertutup rapat.

Lama tidak ada respon dari penghuni rumah, Grace tidak menyerah. Ia masih berdiri tegak di depan pagar karena ia yakin Rachel mendengar suaranya yang cukup lantang di tengah suara hujan.

"Hai, nak ! Kami tidak menerima tamu. Pulanglah ! Ini sudah malam, orang tuamu pasti khawatir." Alih alih diterima, ayah Rachel keluar dan mengatakan itu.

"Om. Biarin saya ketemu Rachel sebentar, Om. Saya mohon !" pinta Grace dengan melasnya.

Namun semua itu tidak digubris dan pintu tertutup rapat kembali. Dengan lunglai bersama sedihnya, ia menjauhi rumah Rachel. Ia menjatuhkan lututnya, merasakan butiran hujan yang menyerang dirinya. Menangis bersama langit malam, cukupkah untuk menebus semua rasa jentaka dihatinya ?

Hingga ia merasakan butiran air hujan tidak lagi membasahi dirinya. Seseorang berdiri di sampingnya dan mereka sedang berteduh dibawah payung. Sudut bibirnya tertarik lebar melihat siapa yang membawa payung tersebut.

"Rachel,"

.
.

Grace merebahkan dirinya setelah membersihkan diri di kamar Rachel.  Rachel rela nekat membantu Grace dan berdebat dengan sang ayah. Kini Grace dan Rachel saling menatap langit-langit kamar.

"Kamu gak apa apa ?" tanya Rachel memastikan kembali manusia disebelahnya masih sehat wal afiat.

Grace mengangguk polos.

"Chel, aku minta maaf. Karena sikap egois aku selama ini melukaimu. Aku, aku tidak ingin melukaimu, tapi aku melakukannya. Kemarin..."

"Aku minta maaf," suaranya bergetar dengan penyesalan hebat di hatinya. Mereka tak saling melihat satu sama lain, hanya mendengarkan karena tak mau melihat luka masing masing.

Skor+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang