Academic Validation ⚠️

2.1K 108 0
                                    

❗ Warning ❗

Bagian ini mengandung kekerasan & suicide, harap bijak.
Cerita fiktif belaka.

⚠️⚠️⚠️
































Penghujung jenjang SMP telah tiba, Rachel dan Naya keluar kelas untuk berbincang tentang SMA impian mereka.

"Aku ikut Achel aja deh. Gak mau pisah,"

Rachel terkikik geli mendengarnya. "Yang deket rumah kita aja gak sih ? Gak mau ngekos akunya." kata Rachel.

"Setuju,"

Langkah Rachel terhenti ketika tatapannya ke arah atas gedung di depannya sana. Seseorang berdiri di bibir lantai atas gedung sekolahnya. Tatapan Rachel bertemu dengan gadis tersebut, seperti biasa tatapan itu kosong. Jantungnya berdetak hebat, tiba tiba keheningan ia rasakan hingga membuatnya mendengar detak jantungnya sendiri.

"Chel, itu Aster." lirih Naya menyadari jika orang tersebut adalah Aster.

Ia melotot tak percaya. Hari ini orang tersayangnya memilih untuk menyerah. Kenyataan mencekik didepan mata menghentikan nafas Rachel sesaat. Manusia penuh luka batin itu menjatuhkan diri dari ketinggian 4 lantai. Air mata tiba tiba lolos dalam diamnya Rachel.

"ASTER..." ia berteriak histeris menyaksikan cintanya bunuh diri di depan matanya sendiri.

Keadaan menjadi ruih dan teriakan histeris teman teman yang ditinggalkan memenuhi SMP. Semuanya menyaksikan adegan memilukan tersebut, Aster tewas dengan bunuh diri di depan seluruh teman temannya. Rachel menangis histeris menyaksikan kepergian perempuan yang penuh luka itu. Ia berlutut tidak mampu bertahan pada kedua kakinya melihat Aster tergenang darah.

Perasaan Rachel hancur dan kacau dengan kesedihan yang sangat mendalam. Tidak ada rasa sakit yang lebih mendalam dibandingkan ditinggalkan untuk selamanya oleh orang tercinta. Pisau kenyataan itu tertancap di hati Rachel dalam waktu yang tidak singkat. Duka mendalam ia rasakan bersama secuil bayangan kebersamaan yang telah menjadi kenangan.

Sesak di dada kian mencekik ketika ia menyadari bahwa ia gagal membantu Aster. Ia semakin tenggelam dengan rasa bersalahnya. Pikirannya selalu terngiang kalimat yang terandai. Penyesalan, kehilangan, rasa bersalah, dan penyangkalan memeluknya dengan erat dan menyakitkan.

Beberapa waktu berlalu, namun Rachel enggan keluar kamar menikmati waktu liburannya. Ia masih merenung dan kalut dalam dukanya. Kamar yang gelap, tirai tertutup rapat, dan memeluk lutut di atas tempat tidurnya. Tatapannya kosong, hatinya terluka, batinnya hancur, dan tubuhnya kurus.

"Achel, ayo makan. Ini udah hari kedua, Achel belum makan sama sekali." Naya. Satu satunya teman yang memahami Rachel sejak kecil ikut merasakan sakitnya posisi Rachel. Ia masih setia menemani, merawat dan menguatkan Rachel.

Ia meletakkan nampannya di nakas, lalu ia duduk di samping Rachel. Disentuhnya lengan Rachel dengan lembut. "Achel,"

"Kenapa dia menyerah..."

"Kenapa dia meninggalkanku ?"

"Kenapa dia selalu egois seperti ini ?"

Sakit itu kembali menyeruak, tangisnya kembali pecah. Naya bahkan ikut merasakan suasana biru ini, semua yang terucap oleh Rachel adalah wajar. Siapa yang tidak akan gila seperti Rachel saat ditinggalkan oleh gadis egois, yang tidak pernah terbuka pada orang yang ia sayangi ? Egois, satu kata yang mampu Naya deskripsikan untuk Aster. Namun, apakah kenyataannya demikian ? Logika dan hati Rachel menjawab tidak. Memahami Aster lebih rumit dan kompleks dibanding rumus matematikanya. Bahkan akan sangat melukai Rachel setiap saat hingga akhirnya adalah hari ini.

Skor+Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang