035

172 4 1
                                    

.
.
.
.
.

    Raffa menghela nafasnya cukup dalam ketika menatap pantulan dirinya pada cermin yang ada di kamarnya.
Menimbang apakah dirinya harus melangkah atau justru kabur saja dari acara hari ini.
Bukankah dia sudah membuat jarak yang cukup dalam antara dia dan Aila,lagipula ia juga sudah mengatakan tidak akan pernah berhubungan dengan gadis itu lagi,apakah masuk akal kalau tiba-tiba ia datang melamar?
Sebenarnya apa sih yang ada didalam pikiran kakek mereka berdua?

Ditengah kebimbangannya,sang umi terdengar meminta untuk masuk, senyum tipis yang selalu menghiasi wanita paruh baya ini selalu membuat Raffa merasa tenang.
Percayalah ia sangat bersyukur telah dilahirkan dari rahim sang umi.

"Ada apa nak?"

Raffa menggeleng lalu menuntun sang umi untuk duduk di tepi ranjang,"aku mau cerita umi,apakah umi bersedia mendengar?" Tanya Raffa

"Umi siap mendengarkan apapun yang akan kamu katakan nak,bicaralah!"

"Hmm, sebenarnya beberapa saat yang lalu aku sudah bertemu dengan Aila umi."

"Lalu?"

"Kami terlibat perdebatan yang cukup alot,sampai pada kesepakatan untuk saling menjauh dan tidak berhubungan lagi,bahkan Raffa sempat mengatakan untuk menganggap kita tidak pernah bertemu dan kenal sebelumnya."

"Apakah Ning aila mengiyakan?"

"Tidak umi"

"Lalu? Kalau dari cerita kamu itu bukan kesepakatan namanya,tapi keputusan sepihak dari kamu"

"Tapi ini rumit umi, Aila itu tidak tegas dengan perasaannya sendiri, aku bahkan melihat ada 2 orang yang telah mendekatinya dan dia membiarkan saja, seharusnya dia bisa bilang kalau dia sudah di khitbah seseorang"

"Tapi khitbah kamu itu belum sah,jadi tidak ada yang salah dong kalau Ning Aila membiarkan ada seorang pria atau bahkan lebih untuk mengenalnya, kenapa kamu yang marah? Kamu sudah merasa memilikinya?"

Perkataan dari sang umi langsung membuatnya seperti tertampar,apakah memang selama ini ia merasa sudah memiliki Aila?
Sehingga ia bebas cemburu?
Dasar bodoh!!!
Bukankah perjodohan mereka hanya sebatas wacana,kenapa ia sampai menganggap serius dan justru semakin terjatuh dalam perasaannya sendiri?

"Jadi aku salah umi?"

"Ya enggak salah juga "

"Umi gimana sih? Raffa pusing nih"

"Kamu itu sebenarnya masih suka sama Ning Aila atau enggak?"

"Gak tau umi"

"Loh!!kok gak tau Iki piye to nak,cah Bagus"

"Raffa itu marah banget sama dia,bahkan sempat berfikir Aila itu gampangan karena Nerima banyak pria mendekati,itu cemburu bukan umi?"

Sang umi hanya menggelengkan kepala seraya tersenyum kearah sang putra,
"sholat dulu nak,tenangkan hati kamu,minta sama Allah yang terbaik, dan setelah itu kita tetap akan pergi ke pesantren Abah Ibnu."

"Umi!!" Rengek Raffa seperti anak kecil,

"Entah kenapa tapi umi merasa kalau Ning Aila itu adalah yang terbaik untuk kamu,sekarang tinggal bagaimana kamunya."

"Dia masih kecil umi,masih kuliah"

"Terus kenapa?"

"Raffa pengin cepat jadi bapak" ucap Raffa dengan cengirannya yang langsung mendapat cubitan gemas dari sang umi.

"Kamu ini masih bercanda,kakek udah datang dari tadi,tinggal nunggu kamu saja,"

"Bisa diwakilkan saja gak sih umi?maksudnya aku gak usah ikut"

"Bisa."

"Yes!! Kalau gitu aku-"

"Tapi nanti pas bicara lamarannya,kalau soal datang kamu harus ikut serta enggak ada bantahan"

"Yahhh ....umi ..."

"Udah siap siap sana,jangan lupa sholat dulu, jangan kayak anak kecil yang disuruh mandi pake drama segala"

Dengan langkah lunglai Raffa akhirnya berjalan ke kamar mandi untuk mengambil wudhu
Setidaknya ia harus menenangkan hatinya dulu, dan cara yang paling baik adalah meminta kepada sang maha pencipta.

*****

  Aila merasakan ketenangan yang selama ini terenggut bagaikan kembali setelah ia mendapatkan maaf dari kakeknya. Apalagi ia juga sangat merindukan suasana pesantren ini
Tempat ia dilahirkan dan dididik agar menjadi seseorang yang faham akan agama.

Ia mulai memikirkan untuk memperpanjang masa liburannya,meski itu sesuatu yang amat sulit.

"Raffa" sebuah nama yang entah kenapa selalu memenuhi pikiran dan hatinya akhir akhir ini.
Seolah tidak pernah absen untuk datang menyambangi pikirannya.
Bagaimana kabarnya?
Apakah ia juga berada di kota yang sama dengannya saat ini?
Karena kemarin sewaktu ia menjenguk kakeknya, beliau bilang kalau Raffa sedang dalam perjalanan.

Entah mengapa hari ini Aila merasa sedikit gelisah dan selalu deg degan tanpa sebab...
Setelah melaksanakan sholat dzuhur,ia memutuskan untuk membaringkan tubuhnya diatas ranjang.
Seharian ini membantu bersih bersih setelah acara rutin yang diadakan pondok pesantren kakeknya setiap Minggu subuh.
Bahkan ia hanya tidur dua jam tadi malam.
Ia mendengarkan murrotal Qur'an untuk teman istirahat siangnya,ia juga membuka sebuah novel karya dari sang sahabat yang belum beredar dipasaran.
Dan tak sadar ia terlelap mungkin sangking lelahnya.

Tak tahu entah berapa lama,Aila dikagetkan oleh suara Abangnya yang sedikit keras,disertai gedoran pintu dengan intensitas sering.
Saking tak sabarannya, si Abang langsung saja membuka pintu.
Aila masih berusaha mengumpulkan kesadarannya disaat menemui tatapan tajam dari sang kakak.
Disaat itu ia tau kalau pasti sesuatu tengah terjadi.

.....

Jeng jeng jeng

Apa yang akan terjadi selanjutnya?
Lihat kembali di prolog nya

See you again







Rei_


23 Januari 2024

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Tasbih CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang