Jangan sebut nama wanita itu!

871 29 0
                                    

Seusai dari rumah sakit, tiba tiba Edo mendapat kan panggilan dari sekolah Serin.

"Kamu antar Bibi kedalam, saya mau jawab telfon dulu," ucap Edo kepada Sylla. Sylla menganggukan kepala.

"Selamat pagi, Pak. Maaf mengganggu waktunya. Apa bapak bisa datang ke sekolahan sekarang?"

"Ada apa, Bu?" tanya Edo.

"Putri bapak, Serin. Telah bertengkar dengan Kenzo hingga membuat Kenzo lebam dibagian wajahnya."

"Baiklah saya akan kesana." Edo menutup panggilan tersebut. Lalu melenggang masuk kedalam mobil. Jika ayah nya tau tentang hal ini, dirinya akan dicap sebagai ayah yang tidak bisa mendidik putri nya sendiri.

Sedangkan Sylla, dirinya membantu menyuapi Bi Tami dengan lembut. Bi Tami meneteskan air matanya, dirinya merasakan akan kehadiran putrinya didalam diri Sylla. Sylla seperti Wanda putri Bi Tami dikampung. Ketika Bi Tami sakit, Wanda lah yang merawat sang ibu. Karena keadaan ekonomi yang menurun dan sang suami sakit sakitan, mau tidak mau Bi Tami turun tangan untuk merantau ke kota agar sang anak bisa melanjutkan pendidikan nya dan membantu pengobatan untuk sang suami. Meskipun begitu, Wanda merasa tidak enak dengan sang ibu. Wanda pernah bilang ke ibu nya bahwa dirinya lebih baik putus sekolah lalu bekerja, dari pada sang ibunya yang banting tulang.

"Bibi kenapa mengangis?" tanya Sylla khawatir.

"Apa ada yang sakit?" Bi Tami menggelengkan kepalanya. Lalu tangannya terulur untuk mengusap surai rambut Sylla dengan lembut.

"Neng Sylla seperti Wanda putri bibi. Jika Wanda disini, dia akan menangis ketika Bibi sakit," ujarnya sambil tertawa hambar. Bi Tami tiba tiba merasakan rindu dengan putri nya itu. Wajar saja jika dirinya merasakan itu, karena sudah beberapa bulan mereka tidak saling bertemu, hanya bisa saling menatap melalui ponsel.

"Wanda pasti cantik kaya bibi. Ngomong ngomong anak bibi umur berapa?" tanya Sylla penasaran.

"15 tahun, Neng. Masih kelas 10. Wanda anaknya rajin banget. Dulu waktu Bibi belum merantau ke kota, Bibi bekerja sebagai penjual roti. Kalau habis pulang kerja, Wanda gak bakal biarin Bibi melakukan apa apa. Dia selalu rutin mijitin Bibi,"

"Semakin hari semakin banyak kebutuhan, Bibi terpaksa berhenti jualan roti untuk merantau ke kota buat pengobatan suami dan pendidikan Wanda. Bibi memilih merantau karena gaji yang diberikan Tuan Edo lebih dari cukup untuk kebutuhan keluarga di kampung. Bibi hanya ingin mereka berdua selalu diberikan kesehatan," ucapnya tanpa sadar jika di pipinya sudah dibanjiri air mata. Sylla mengulurkan tangannya untuk menghapus air mata Bi Tami. Lalu memeluk tubuh Bi Tami dengan penuh kasih sayang.

Setelah itu, dia merenggangkan pelukannya itu dan berkata, "Bibi jangan nangis, Sylla jadi sedih. Bibi kangen kan sama keluarga, Bibi? Kenapa gak telfon aja?"

"Wanda masih sekolah. Bibi gak bisa telfon dia. Mungkin nanti malam Bibi akan telfon."

"Emm... Kalau gitu ayo lanjutin makannya. Akk...." Bi Tami dengan senang hati menerima suapan dari Sylla. Begitu sebaliknya dengan Sylla. Bibi tak henti hentinya tersenyum ketika gadis dihadapannya menyupinya dengan lembut.

SD TAMAN INDAH BANDUNG

Setibanya di sekolah Serin. Mobil hitam mewah milik Edo memasuki halaman sekolah. 
Sedangkan Serin, gadis itu benar benar ketakutan jika sang ayah akan memarahinya. Dirinya dan Kenzo duduk bersama dengan didepan nya terdapat Bu Sindy yang sedang  menatap mereka. Serin menundukan kepalanya sedangkan Kenzo memegangi kepala dan pipinya akibat ulah Serin terhadap dirinya.

"Kenzo ibu antar kamu ke uks aja ya," tawar Bu Sindy untuk ketiga kalinya tapi, Kenzo tetep
keukeuh menggelengkan kepalanya. Bu Sindy menghela nafas nya. Kenzo anak yang keras kepala, dirinya tidak akan beranjak dari duduknya sebelum sang ibu datang. Kenzo melirik Serin yang sedari tadi menundukan kepalanya, ia tersenyum miring melihat itu.

"Takut ya...." ejek Kenzo sambil memelankan suaranya. Serin memberikan tatapan tajam pada sepupunya itu lalu mengalihkan pandangannya kearah lain. Jika tidak ada Bu Sindy, dirinya akan benar benar menonjok Kenzo lagi saat ini juga.

Tap tap tap

Suara langkah kaki seseorang berhenti di ambang pintu. Serin, Kenzo, dan Bu Sindy menoleh melihat siapa yang datang. Bu Sindy bangkit dari duduknya untuk mempersilahkan Edo untuk duduk. "Selamat pagi, Pak. Silahkan duduk."

"Terimakasih," jawab Edo. Serin melirik kesamping mendapati sang ayah duduk disebelahnya.

"Kenzo...." Kemudian disusul sebuah teriakan dari seorang wanita yang tengah memasuki ruangan tersebut dengan tergesah gesah.

"Ya ampun, Kenzo..... Kamu gakpapa sayang?" tanya Riska ibu kandung dari Kenzo. Riska melihat Serin dan Edo kakak ipar nya, lalu memberikan tatapan tidak suka kepada mereka.

"Gara gara ulah anak kakak, putraku jadi babak belur begini. Kakak bisa didik dia gak sih?" marahnya kepada Edo. Edo memilih diam dari pada meladeni wanita itu, berurusan dengan seorang wanita malah akan membuat dirinya pusing.

"Ibu Riska, tenang. Sabar, Bu. Ibu silahkan duduk, biar saya jelaskan," nasehat Bu Sindy kepada Riska. Riska menghela nafas dengan kasar.

"Jadi begini. Serin bertengkar dengan Kenzo dikarenakan mereka saling mengejek satu sama lain lalu--" Riska langsung memotong ucapan dari Bu Sindy.

"Putra saya tidak akan bertengkar jika anak itu tidak memulainya terlebih dahulu. Jangan heran, Bu, jika anak ini minus attitude. Karena buah jatuh tak jauh dari pohonnya, dia cantik tapi kelakuan tak jauh beda dengan ibunya," cibirnya, Riska tak menghiraukan jika dia menghina Serin didepan Edo. Edo mengepalkan tangan nya, dan rahangnya mengeras. Dirinya tak terima jika putrinya dihina didepan matanya. Edo berdiri dengan tegap mencoba untuk menetralkan amarahnya.

"Aku peringatkan kau, jangan pernah samakan putri ku dengan Sarah. Jika kau berani sekali lagi mengatakan hal itu, maka aku bisa melakukan sesuatu kepadamu yang tidak pernah aku inginkan," peringat nya kepada Riska. Edo mengangkat tubuh Serin lalu menggendongnya kemudian dirinya keluar dari ruangan itu tanpa mengatakan sepatakatapun. Dirinya marah jika seseorang menyamakan putri nya dengan mantan istrinya itu. Edo benar benar membenci jika seseorang menyebut nama wanita itu didepannya. Baginya wanita itu sudah lenyap dari kehidupannya dan Serin. Edo benar benar membenci wanita itu!

"Daddy, jangan malah. Maafin Selin, Dad," ujarnya ketakutan melihat wajah sang ayah yang memerah menahan amarahnya.

Edo menghentikan langkah kakinya. Kemudian dirinya mengambil nafas dalam dalam. "Daddy gak marah sama kamu. Sudah jangan menangis, masuk lah kedalam kelas dan belajar lah yang rajin. Jangan buat ulah lagi!" Serin mengangguk patuh. Kemudian dirinya mencium pipi kiri dan kanan Edo. Edo terkekeh, karena merasakan basah di pipinya akibat bibir Serin yang basah karena air liur. Edo menurunkan tubuh Serin dari gendongannya lalu melihat putrinya itu berlari menuju kelasnya dengan disambut Melati yang sudah berdiri diambang pintu.

Ketika dirinya hendak pergi, kedua gadis kecil itu berteriak,"Hati hati." Dengan melambaikan tangannya ke arahnya, Edo membalas hal yang sama seperti yang mereka lakukan.

oOo
Buat kalian yang udah vote atau komen dicerita ini, aku bilang Terimakasih banyak banget❤ itu aja udah buat aku semangat untuk ngetik lagi. Aku ucapin sekali lagi Terimakasih banyak, semoga kalian sehat sehat selalu doa terbaik buat kalian dan jangan bosen-bosen nungguin aku update hehehe....
Yang cuma baca doang tapi gak vote dan komen, yuk bisa yuk mulai hari ini ;) kalian spam aja aku udah seneng wkwkwk

See you guys

MAS EDO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang